Rabu, 25 Maret 2020

Sejarah Islam di Brunei - Makalah SIAT


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Brunei Darssalam adalah sebuah negara kecil yang makmur di bagian utara Pulau Borneo/Kalimantan dan berbatasan dengan negara Malaysia. Brunei memiliki ukuran wilayah yang tidak wilayah yang tidak begitu luas, diperkirakan hanya seluas 2,227 mil persegi. Penduduknya relatif sedikit, diperkirakan berjumlah 360.000 jiwa. Mayoritas penduduknya adalah Melayu, sebagian lainnya adalah pendatang seperti Cina. Pemerintah tidak menerbitkan data lengkap tentang penganut agama, namun satu sumber menyebutkan bahwa 67,2% penduduk Muslim, 13% Buddha, 10% Kristen; dan 10% lainnya menganut keyakinan lainnya

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah Kedatangan Islam di Bruinei?
2.      Bagaimana Proses Islamisasi di Brunei?
3.      Perkembangan Kontemporer Islam di Brunei?

C.     Tujuan Penulisan
1.       Dapat mengetahui Sejarah Kedatangan Islam di Bruinei
2.      Dapat memahami Proses Islamisasi di Brunei
3.      Dapat mengetahui Perkembangan Kontemporer Islam di Brunei

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Kedatangan Islam di Brunei Darussalam
Asal mula Brunei berasal dari bahasa Sanskerta Varunai yang berarti Kalimantan. Sejarah masuknya Islam di Brunei dibawa oleh ulama dari Tanah Arab yang sebelumnya ke Tanah Melayu Johor. Islam diperkirakan telah datang ke Brunei sejak abad ke-15. Catatan portugis oleh de Brito tahun 1514, menyatakan bahwa raja Brunei masih belum masuk Islam tetapi para pedagangnya sudah Muslim. Laporan lain menyebutkan ketika Pegaffeta mendarat di Pantai Brunei tahun 1521, ia telah melihat adanya kota dengan penduduk yang padat. Sultan tinggal di sebuah pemukiman yang dikelilingi benteng. Pendatang disambut dengan upacara kebesaran. Walaupun memberikan dukungan kepada Muslim, tetapi raja Awang alak Betatar baru memeluk Islam pada masa kemudian dan diberi gelar Sultan Muhammad Shah (1363-1402).
Pada tahun 1402, Sultan Muhamaad Syah digantikan oleh Sultan Ahmad (1408-1425). Meski namanya tidak disebutkan dalam Salasilah Raja-Raja Brunei (Laws and Regulation of Bruneian Kings), namun tercatat dalam sejarah Cina. Pada tahub 1406, misalnya, ia mengirim seorang Duta ke Cina yang dikenal dengan Ma-na-je-ka-na. dia juga pernah menjadi pemimpin delegasi dari Brunei ke Cina. Ia meninggal tahun 1425.
Dengan Islam, Brunei mempertegas dan memperluas perannya sebagai kekuasaan dagang yang kuat dan independen. Usaha dagang Brunei dan wilayah kekuasaannya bertambah bersamaan dengan penyebaran Islam yang meliputi kerajaan-kerajaan Melayu di Borneo dan Filipina. Islam menjadi agama resmi Negara Brunei Darussalam, karena itu mendapat perlindungan dari negara. Pemeritntah juga sangat mendukung perkembangan dan kemajuan Islam, dimana sultan Brunei menjadi kepala agama ditingkat negara. Sebagian besar Muslim di negara ini adalah Sunni yang menganut mazhab Syafi’i.
B.     Proses Islamisasi di Brunei Darussalam
Selama penyebaran Islam tahap awal, banyak ulama Arab yang menikah dengan keluarga kerajaan Brunei. Yang sangat terkenal diantaranya adalah Syarif Ali dari Taif yang kemudian menikah dengan saudara perempuan sultan Brunei kedua. Syarif Ali berikutnya naik tahta sebagai Sultan Brunei ketiga pada tahun 1425. “Darussalam” adalah termasuk Arab yang ditambahkannya pada kata Brunei, berarti negeri yang damai, untuk menegaskan Islam sebagai agama resmi negara dan untuk meningkatkan syiarnya. Dialah orang pertama yang mendirikan masjid dan memperkuat keyakinan Islam di Brunei. Dia juga yang memulai membangun Kota Batu (Stone Fort), bagian timur kota Brunei, sekarang dikenal dengan Bandar Seri Begawan. Syarif Ali yang juga dikenal dengan Sultan Berkat digantikan putranya Sultan Sulaiman, (1432-1485). Ia melanjutkan pembangunan Kota Batu dan menyebarkan ajaran Islam. Ia dikenal sebagi Adipati atau Sang Aji Brunei. Ia  turun tahta tahun 1485 dan meninggal tahun 1511.[1]
Brunei mencapai masa kejayaan pada masa pemerintahan sultan ke-5, Nahkoda Ragam, yang bergelar Sultan Bolkiah (1485-1584). Ia berhasil menaklukan seluruh Borneo sampai bagian utara Luzon, kepulauan Filipina. Di bawah kepemimpinannya, Ia membentuk angkatan perang. Ibu kota Brunei kemudian dibuatkan benteng keliling sebagai pertahanan.[2] Wilayah kekuasaannya meluas hingga keranjaan Sambas, Pontianak, Banjarmasin, Kutai, Balangon, kepulauan Sulu, Kepulauan Balabak, Banggi Balambangan dan Palawan. Antonio Pigafetta, penulis kronik dari Itali mengunjungi Brunei pada masa pemerintahan Sultan Bolkiah. Dia menuliskan tentang kemegahan istana kerajaan dan kemewahan pemandangan Ibukota.
Sultan Bolkiah digantikan putranya Sultan abdul Kahar (1524-1530), seorang yang saleh dan disinyalir memiliki kekuatan supranatural (keramat). Pada tahun 1521, Ferdinand Magellan dan Antonio Pigafetta menemuinya, dimana saat itu ia masih menjabat sebagai Pemangku Sultan. Pada masanya, banyak ulama yang datang ke Brunei untuk menyebarkan ajaran Islam. Ia turun tahta pada tahun 1530 dan dikenal sebgai Paduka segi Begawan Sultan Abdul Kahar.
Dalam sejarahnya, kekuasaannya kesultanan Brunei sangat kuat dari abad ke-14 hingga abad ke-16. Pengaruh Eropa secara berangsur-angsur mengakhiri kekuasaan Brunei. Brunei pernah mengalami perang singkat dengan Spanyol yang menyebabkan ibu kota Brunei diduduki Spanyol. Meski pada akhirnya kesultanan memenangkan perang dengan Spanyol namun banyak wilayah kekuasaannnya yang hilang. Kemunduran kerajaan Brunei, hingga menyisakan wilayah seperti sekarang ini. Brunei kemudian dijajah oleh inggris. Meski tidak menjelaskan kedaulatnnya pada Inggris, namun perjanjian tahun 1888, menjadikan Kesultanan Brunei sebagai wilayah protektorat Inggris. Urusan dalam negeri ditangani oleh Sultan, sedangkan urusan pertahanan negara, keamanan dalam negeri dan hubungan luar negeri menjadi tanggung jawab kerajaan Inggris. Dalam prakteknya Inggris tetap mencampuri urusan dalam negeri Brunei. Hal ini karena Brunei mau menerima penasehat Inggris, yang memberikan nasehatnya selain menyangkut persoalan agama. Agama tetap memainkan peranan penting dalam masyarakat. Demikian juga bahasa Melayu tetap menjadi media komunikasi dan penganjaran agama masyarakat Muslim Brunei.
C.    Perkembangan Kontemporer Islam di Brunei Darussalam
Islam mulai berkembang dengan pesat di Kesultanan Brunei sejak Syarif di angkat menjadi sultan ke-3 Brunei pada tahun 1425. Sultan Syarif Ali adalah seorang cucu Rasulullah SAW, Hasan, sebagaimana telah tercantum dalam Batu Tarsilah atau prasasti dari abad ke-18 M yang terdapat dibandar Sri Begawan, ibu kota Brunei Darussalam. Selanjutnya agama Islam di Brunei Darussalam terus berkembang pesa. Sejak malaka yang dikenal sebagai pusat penyebaran dan kebudayaan Islam jatuh ke tangan portugis tahun 1511, banyak ahli agama yang pindah ke Brunei. Masuknya para ahli agama membuat perkembangan Islam semakin cepat menyebar ke masyarakat. Kemajuan dan perkembangan Islam semakin nyata pada masa pemerintahan Sultan Bolkiah (sultan ke-5) yang wilayahnya meliputi Sulukm Selandung, seluruh Pulau Kalimantan, Kepulauan Sulu, Kepulauan Balabac, Pulau Banggi, Pulau Balambangan, Matanani, dan utara pulau Palawan sampai ke Manila. Di masa Sultan Hassan (sultan ke-9) masyarakat Muslim Brunei memiliki institusi-institusi pemerintahan agama. Agama pada saat itu dianggap memiliki peran penting dalam memandu negara Brunei ke arah kesejahteraan. 
Brunei memperoleh kemerdekaannya dari Inggris pada tahun 1984. Konstitusi Brunei menegaskan bahwa agama resmi Brunei Darussalam adalah Islam mengikuti mazhab Shafi’i. Meski agama lain tetap dapat bisa dianut secara damai, namun pemerintah memiliki sejumlah batas bagi pememluk agama non-Islam. Yaitu antara lain pelarangan bagi non-muslim untuk menyebarkan ajaran agamanya. Akhir tahun 2000 dan 2001 pemerintah pernah menahan beberapa orang Kristen, karena dugaan dengan aktivitas subversuf (bawah tanah). Dan akhirnya dilepaskan setelah melakukan sumpah pada sultan. Seluruh sekolah yang ada di Brunei Darussalam, termasuk swasta harus mengajarkan agama Islam. Demikian juga sekolah Kristen dan sekolah Cina diharuskan mengajarkan materi pelajaran Islam kepada seluruh siswanya.
Kerjaan Brunei dikenal menganut ideologi kerajaan Islam Melayu atau Melayu Islam Beraja (MIB). Berbagai pertemuan dan acara seremonial ditutup dengan doa. Pada setiap upacara kenegaraan, non-Muslim diharuskan memakai pakaian nasional yang mencakup tudung kepala bagi perempuan dan kopiah bagi laki-laki, kostum yang relatif identik dengan busana Muslim. Seperti  yang ditegaskan oleh Sultan Haji Hassanal Bolkiah Muizzaddin wa Daulah mengawali tahun 1991: “Melayu Islam Beraja harus mengaskan identitas dan citra Brunei Darusslam yang kokoh ditengah-tengah negara non-sekuler lainnya di dunia”.
Seiring dengan penekanan akan urgensi Melayu Islam Beraja (MIB) sebagaimana ditegaskan pemerintah, awal tahun 1991 ditandai dengan bermacam perayaan hari-hari besar Islam, serta keikutsertaan Brunei dalam berbagai forum Islam regional dan internasional.
Dalam aspek hukum, hukum Brunei mencakup pelarangan khalwat (hubungan intim namun tidak sampai melakukan zina antara dua jenis kelamin di luar hubungan pernikahan) dan larangan mengonsumsi minuman yang memabukkan. Pejabat selalu melakukan razia makanan tidak halal dan mengandung alkohol.
Lemahnya sumber daya manusia masih menjadi salah satu persoalan yang masih dihadapi Brunei seperti yang sering disinggung menteri kabinet dan pejabat pelayanan masyarakat lainnya.[3] Dalam rangka melahirkan SDM yang mumpuni,di Brunei terdapat sejumlah lembaga pendidikan, antara lain, Universitas Brunei Darussalam (UBD). Universitas ini berdiri sejak tahun 1985. Tahun 1991 tercatat, universitas inu telah menghasilkan 500 sarjana. Tahun 1991 sebuah Memorendum of Understanding (MoU) telah ditanda tangani dengan UTM untuk memperkuat kerjasama dalam bidang pendidikan dan pelatihan.







BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Brunei Darssalam adalah sebuah negara kecil yang makmur di bagian utara Pulau Borneo/Kalimantan dan berbatasan dengan negara Malaysia. Islam menjadi agama resmi Negara Brunei Darssalam, karena itu mendapat perlindungan dari negara. Pemerintah juga sangat mendukung perkembangan dan kemajua Islam, dimana Sultan Brunei menjadi kepala agama di tingkat negara.

B.     Saran
Demikianlah makalah tentang “Perkembangan Islam di Brunei” yang telah Kami paparkan. Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna maka dari itu kritik yang membangun dari pembaca sangat Kami harapkan untuk perbaikan. Harapan Kami, semoga makalah ini dapat memberi pengetahuan baru dan bermanfaat bagi kita semua.







[1] Helmiati, 2014. Sejarah Islam Asia Tenggara.
[2] From Wikipedia, the Free Encyclopedia.
[3] Moeflich Hasbullah (ed), Asia Tenggara Konsentrasi Baru Kebangkitan Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar