BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Brunei Darssalam
adalah sebuah negara kecil yang makmur di bagian utara Pulau Borneo/Kalimantan
dan berbatasan dengan negara Malaysia. Brunei memiliki ukuran wilayah yang
tidak wilayah yang tidak begitu luas, diperkirakan hanya seluas 2,227 mil
persegi. Penduduknya relatif sedikit, diperkirakan berjumlah 360.000 jiwa.
Mayoritas penduduknya adalah Melayu, sebagian lainnya adalah pendatang seperti
Cina. Pemerintah tidak menerbitkan data lengkap tentang penganut agama, namun satu
sumber menyebutkan bahwa 67,2% penduduk Muslim, 13% Buddha, 10% Kristen; dan
10% lainnya menganut keyakinan lainnya
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
Sejarah Kedatangan Islam di Bruinei?
2. Bagaimana
Proses Islamisasi di Brunei?
3. Perkembangan
Kontemporer Islam di Brunei?
C.
Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui Sejarah Kedatangan Islam di
Bruinei
2. Dapat
memahami Proses Islamisasi di Brunei
3.
Dapat mengetahui
Perkembangan Kontemporer Islam di Brunei
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Kedatangan Islam di Brunei Darussalam
Asal
mula Brunei berasal dari bahasa Sanskerta Varunai yang berarti Kalimantan.
Sejarah masuknya Islam di Brunei dibawa oleh ulama dari Tanah Arab yang
sebelumnya ke Tanah Melayu Johor. Islam diperkirakan telah datang ke Brunei
sejak abad ke-15. Catatan portugis oleh de Brito tahun 1514, menyatakan
bahwa raja Brunei masih belum masuk Islam tetapi para pedagangnya sudah Muslim.
Laporan lain menyebutkan ketika Pegaffeta mendarat di Pantai Brunei tahun 1521,
ia telah melihat adanya kota dengan penduduk yang padat. Sultan tinggal di
sebuah pemukiman yang dikelilingi benteng. Pendatang disambut dengan upacara
kebesaran. Walaupun memberikan dukungan kepada Muslim, tetapi raja Awang alak
Betatar baru memeluk Islam pada masa kemudian dan diberi gelar Sultan Muhammad
Shah (1363-1402).
Pada tahun 1402,
Sultan Muhamaad Syah digantikan oleh Sultan Ahmad (1408-1425). Meski namanya
tidak disebutkan dalam Salasilah Raja-Raja Brunei (Laws and Regulation of
Bruneian Kings), namun tercatat dalam sejarah Cina. Pada tahub 1406, misalnya,
ia mengirim seorang Duta ke Cina yang dikenal dengan Ma-na-je-ka-na. dia juga
pernah menjadi pemimpin delegasi dari Brunei ke Cina. Ia meninggal tahun 1425.
Dengan Islam,
Brunei mempertegas dan memperluas perannya sebagai kekuasaan dagang yang kuat dan
independen. Usaha dagang Brunei dan wilayah kekuasaannya bertambah bersamaan
dengan penyebaran Islam yang meliputi kerajaan-kerajaan Melayu di Borneo dan
Filipina. Islam menjadi
agama resmi Negara Brunei Darussalam, karena itu mendapat perlindungan dari
negara. Pemeritntah juga sangat mendukung perkembangan dan kemajuan Islam,
dimana sultan Brunei menjadi kepala agama ditingkat negara. Sebagian besar
Muslim di negara ini adalah Sunni yang menganut mazhab Syafi’i.
B. Proses Islamisasi di Brunei Darussalam
Selama penyebaran
Islam tahap awal, banyak ulama Arab yang menikah dengan keluarga kerajaan
Brunei. Yang sangat terkenal diantaranya adalah Syarif Ali dari Taif yang
kemudian menikah dengan saudara perempuan sultan Brunei kedua. Syarif Ali
berikutnya naik tahta sebagai Sultan Brunei ketiga pada tahun 1425. “Darussalam”
adalah termasuk Arab yang ditambahkannya pada kata
Brunei, berarti negeri yang damai, untuk menegaskan Islam sebagai agama resmi
negara dan untuk meningkatkan syiarnya. Dialah orang pertama yang mendirikan masjid dan memperkuat keyakinan Islam di
Brunei. Dia juga yang memulai membangun Kota Batu (Stone Fort), bagian timur
kota Brunei, sekarang dikenal dengan Bandar Seri Begawan. Syarif Ali yang juga
dikenal dengan Sultan Berkat digantikan putranya Sultan Sulaiman, (1432-1485).
Ia melanjutkan pembangunan Kota Batu dan menyebarkan ajaran Islam. Ia dikenal
sebagi Adipati atau Sang Aji Brunei. Ia
turun tahta tahun 1485 dan meninggal tahun 1511.[1]
Brunei mencapai
masa kejayaan pada masa pemerintahan sultan ke-5, Nahkoda Ragam, yang bergelar
Sultan Bolkiah (1485-1584). Ia berhasil menaklukan seluruh Borneo sampai bagian
utara Luzon, kepulauan Filipina. Di bawah kepemimpinannya, Ia membentuk
angkatan perang. Ibu kota Brunei kemudian dibuatkan benteng keliling sebagai
pertahanan.[2]
Wilayah kekuasaannya meluas hingga keranjaan Sambas, Pontianak, Banjarmasin,
Kutai, Balangon, kepulauan Sulu, Kepulauan Balabak, Banggi Balambangan dan
Palawan. Antonio Pigafetta, penulis kronik dari Itali mengunjungi Brunei pada
masa pemerintahan Sultan Bolkiah. Dia menuliskan tentang kemegahan istana
kerajaan dan kemewahan pemandangan Ibukota.
Sultan Bolkiah
digantikan putranya Sultan abdul Kahar (1524-1530), seorang yang saleh dan
disinyalir memiliki kekuatan supranatural (keramat). Pada tahun 1521,
Ferdinand Magellan dan Antonio Pigafetta menemuinya, dimana saat itu ia masih
menjabat sebagai Pemangku Sultan. Pada masanya, banyak ulama yang datang ke
Brunei untuk menyebarkan ajaran Islam. Ia turun tahta pada tahun 1530 dan dikenal
sebgai Paduka segi Begawan Sultan Abdul Kahar.
Dalam sejarahnya,
kekuasaannya kesultanan Brunei sangat kuat dari abad ke-14 hingga abad ke-16.
Pengaruh Eropa secara berangsur-angsur mengakhiri kekuasaan Brunei. Brunei
pernah mengalami perang singkat dengan Spanyol yang menyebabkan ibu kota Brunei
diduduki Spanyol. Meski pada akhirnya kesultanan memenangkan perang dengan
Spanyol namun banyak wilayah kekuasaannnya yang hilang. Kemunduran kerajaan
Brunei, hingga menyisakan wilayah seperti sekarang ini. Brunei kemudian dijajah
oleh inggris. Meski tidak menjelaskan kedaulatnnya pada Inggris, namun
perjanjian tahun 1888, menjadikan Kesultanan Brunei sebagai wilayah protektorat
Inggris. Urusan dalam negeri ditangani oleh Sultan, sedangkan urusan pertahanan
negara, keamanan dalam negeri dan hubungan luar negeri menjadi tanggung jawab
kerajaan Inggris. Dalam prakteknya Inggris tetap mencampuri urusan dalam negeri
Brunei. Hal ini karena Brunei mau menerima penasehat Inggris, yang memberikan
nasehatnya selain menyangkut persoalan agama. Agama tetap memainkan peranan
penting dalam masyarakat. Demikian
juga bahasa Melayu tetap menjadi media komunikasi dan penganjaran agama
masyarakat Muslim Brunei.
C. Perkembangan Kontemporer Islam di Brunei Darussalam
Islam mulai berkembang dengan pesat di Kesultanan Brunei
sejak Syarif di angkat menjadi sultan ke-3 Brunei pada tahun 1425. Sultan
Syarif Ali adalah seorang cucu Rasulullah SAW, Hasan, sebagaimana telah
tercantum dalam Batu Tarsilah atau prasasti dari abad ke-18 M yang terdapat
dibandar Sri Begawan, ibu kota Brunei Darussalam. Selanjutnya agama Islam di
Brunei Darussalam terus berkembang pesa. Sejak malaka yang dikenal sebagai
pusat penyebaran dan kebudayaan Islam jatuh ke tangan portugis tahun 1511,
banyak ahli agama yang pindah ke Brunei. Masuknya para ahli agama membuat
perkembangan Islam semakin cepat menyebar ke masyarakat. Kemajuan dan
perkembangan Islam semakin nyata pada masa pemerintahan Sultan Bolkiah (sultan
ke-5) yang wilayahnya meliputi Sulukm Selandung, seluruh Pulau Kalimantan,
Kepulauan Sulu, Kepulauan Balabac, Pulau Banggi, Pulau Balambangan, Matanani,
dan utara pulau Palawan sampai ke Manila. Di masa Sultan Hassan (sultan ke-9)
masyarakat Muslim Brunei memiliki institusi-institusi pemerintahan agama. Agama
pada saat itu dianggap memiliki peran penting dalam memandu negara Brunei ke
arah kesejahteraan.
Brunei memperoleh
kemerdekaannya dari Inggris pada tahun 1984. Konstitusi Brunei menegaskan bahwa
agama resmi Brunei Darussalam adalah Islam mengikuti mazhab Shafi’i. Meski
agama lain tetap dapat bisa dianut secara damai, namun pemerintah memiliki
sejumlah batas bagi pememluk agama non-Islam. Yaitu antara lain pelarangan bagi
non-muslim untuk menyebarkan ajaran agamanya. Akhir tahun 2000 dan 2001
pemerintah pernah menahan beberapa orang Kristen, karena dugaan dengan
aktivitas subversuf (bawah tanah). Dan akhirnya dilepaskan setelah melakukan
sumpah pada sultan. Seluruh sekolah yang ada di Brunei Darussalam, termasuk
swasta harus mengajarkan agama Islam. Demikian juga sekolah Kristen dan sekolah
Cina diharuskan mengajarkan
materi pelajaran Islam kepada seluruh siswanya.
Kerjaan Brunei
dikenal menganut ideologi kerajaan Islam Melayu atau Melayu Islam Beraja (MIB).
Berbagai pertemuan dan acara seremonial ditutup dengan doa. Pada setiap upacara
kenegaraan, non-Muslim diharuskan memakai pakaian nasional yang mencakup tudung
kepala bagi perempuan dan kopiah bagi laki-laki, kostum yang relatif identik
dengan busana Muslim. Seperti yang
ditegaskan oleh Sultan Haji Hassanal Bolkiah Muizzaddin wa Daulah mengawali
tahun 1991: “Melayu Islam Beraja harus mengaskan identitas dan citra Brunei
Darusslam yang kokoh ditengah-tengah negara non-sekuler lainnya di dunia”.
Seiring dengan
penekanan akan urgensi Melayu Islam Beraja (MIB) sebagaimana ditegaskan
pemerintah, awal tahun 1991 ditandai dengan bermacam perayaan hari-hari besar
Islam, serta keikutsertaan Brunei dalam berbagai forum Islam regional dan
internasional.
Dalam aspek hukum,
hukum Brunei mencakup pelarangan khalwat (hubungan intim namun tidak
sampai melakukan zina antara dua jenis kelamin di luar hubungan pernikahan) dan
larangan mengonsumsi minuman yang memabukkan. Pejabat selalu melakukan razia
makanan tidak halal dan mengandung alkohol.
Lemahnya sumber
daya manusia masih menjadi salah satu persoalan yang masih dihadapi Brunei seperti yang sering disinggung menteri
kabinet dan pejabat pelayanan masyarakat lainnya.[3] Dalam
rangka melahirkan SDM yang mumpuni,di Brunei terdapat sejumlah lembaga pendidikan,
antara lain, Universitas Brunei Darussalam (UBD). Universitas ini berdiri sejak
tahun 1985. Tahun 1991 tercatat, universitas inu telah menghasilkan 500
sarjana. Tahun 1991 sebuah Memorendum of Understanding (MoU) telah
ditanda tangani dengan UTM untuk memperkuat kerjasama dalam bidang pendidikan
dan pelatihan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Brunei Darssalam
adalah sebuah negara kecil yang makmur di bagian utara Pulau Borneo/Kalimantan
dan berbatasan dengan negara Malaysia. Islam menjadi agama resmi Negara Brunei
Darssalam, karena itu mendapat perlindungan dari negara. Pemerintah juga sangat
mendukung perkembangan dan kemajua Islam, dimana Sultan Brunei menjadi kepala
agama di tingkat negara.
B.
Saran
Demikianlah makalah tentang “Perkembangan Islam di Brunei” yang telah Kami paparkan. Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna maka dari
itu kritik yang membangun dari pembaca sangat Kami harapkan untuk perbaikan.
Harapan Kami, semoga makalah ini dapat memberi pengetahuan baru dan bermanfaat
bagi kita semua.
[1]
Helmiati, 2014.
Sejarah Islam Asia Tenggara.
[2]
From Wikipedia,
the Free Encyclopedia.
[3]
Moeflich
Hasbullah (ed), Asia Tenggara Konsentrasi Baru Kebangkitan Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar