Rabu, 25 Maret 2020

Makalah Kepemimpinan Dinasti Umayyah


KEPEMIMPINAN DINASTI UMAYYAH

Dosen Pembimbing : Muhammad Soim, MA

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok Ilmu Kepemimpinan







OLEH KELOMPOK 11:




FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
PRODI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2018/2019


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah Ilmu Kependudukan dengan judul "Kepemimpinan Dinasti Umayyah" tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.


Pekanbaru, 29 Oktober 2019



Kelompok 11



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1
A.    LATAR BELAKANG................................................................................................... 1
B.     RUMUSAN MASALAH.............................................................................................. 2
C.    TUJUAN........................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................... 3
A.     SEJARAH BERDIRINYA SEJARAH BANI UMAYYAH...................................... 3
B.      KHALIFAH-KHALIFAH BANI UMAYYAH.......................................................... 5
C.     MASA KEMAJUAN BANI UMAYYAH................................................................. 13
D.     MASA KEMUNDURAN BANI UMAYYAH........................................................... 19
BAB III PENUTUP................................................................................................................. 22
A.    Kesimpulan.................................................................................................................. 22
B.     Kritik dan Saran......................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... iv


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Nama Dinasti Bani Umayah diambil dari Umayah bin Abd Al-Syam, kakek Abu Sufyan. Umayah segenerasi dengan Abdul Muthalib, kakek Nabi Muhammad Saw dan Ali bin Abi Thalib. Dengan demikian, Ali bin Abi Thalib segenerasi pula dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Ali bin Abi Thalib berasal dari keturunan Bani Hasyim sedangkan Mu’awiyah berasal dari keturunan Bani Umayah. Kedua keturunan ini merupakan orang-orang yang berpengaruh dalam suku Quraisy.[1]
Setting cikal bakal dinasti ini bermula ketika Ali bin Abi Thalib dibaiat sebagai khalifah menggantikan kedudukan khalifah Usman bin Affan, salah satu kebijakan awal dan Ali adalah pengambil alihan tanah-tanah dan kekayaan negara yang telah dibagi-bagikan oleh Usman kepada keluarganya dan memecat gubemur-gubemur dan pejabat pemerintahan yang diangkat Usman untuk meletakkan jabatannya, namun Muawiyyah Gubernur Syiria menolak pemecatan itu sekaligus tidak mau membaiat Ali sebagai khalifah dan bahkan membentuk kelompok yang kuat dan menolak untuk memenuhi perintah-perintah Ali. Dia berusaha membalas kematian khalifah Usman, atau kalau tidak dia akan menyerang kedudukan khalifah bersama-sama dengan tentara Syiria. Desakan Muawiyyah akhirnya tertumpah dalam perang Shiffin.[2]

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah berdirinya sejarah Bani Umayyah?
2.      Siapa sajakah khalifah-khalifah Bani Umayyah?
3.      Bagaimana masa kemajuan Bani Umayyah?
4.      Bagaimana masa kemunduran Bani Umayyah?

C.     Tujuan
1.      Mengetahui sejarah berdirinya sejarah Bani Umayyah
2.      Mengetahui siapa sajakah khalifah-khalifah Bani Umayyah
3.      Mengetahui masa-masa kemajuan dari Bani Umayyah
4.      Mengetahui masa-masa kemunduran dari Bani Umayyah



BAB II
PEMBAHASAN
A.    SEJARAH BERDIRINYA SEJARAH BANI UMAYYAH
Bani Umayyah adalah kekhalifahan islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 M sampai 750 M di Jazirah Arab dan sekitarnya. Diakhir masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, umat islam mulai bergejolak sehingga muncul menjadi tiga kekuatan politik yang dominan yaitu  Syiah, Muawiyah dan Khawarij. Posisi Ali semakin melemah sedangkan posisi Muawiyah semakin kuat. Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdu Manaf. Ia adalah salah seorang tokoh penting di tengah Quraisy pada masa jahiliyah. Ia dan pamannya Hasyim bin Abdu Manaf selalu bertarung dalam memperebutkan kekuasaan dan kedudukan. Dinasti Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb. Muawiyah adalah gubernur yang diangkat Khalifah Umar ibn Khattab untuk wilayah Jordania. Muawiyah dilahirkan di kota Mekah sekitar 15 tahun sebelum Hijrah dari pasangan Abu Sufyan dan Hindun. Muawiyah sendiri adalah seorang pemimpin yang berani, berpikiran kuat, sangat jujur,serta ahli dalam bidang politik dan pemerintahan.[3] Pada tahun 40 H Ali terbunuh oleh seorang anggota Khawarij. Setelah Ali bin Abi Thalib wafat kemudian kekuasaannya diganti oleh sang putra yaitu Hasan tetapi tetap posisi Muawiyah lah yang semakin kuat, maka Hasan membuat perjanjian damai yang di dalamnya dapat mempersatukan umat islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, dibawah Muawiyah ibn Abi Sufyan. Di sisi lain perjanjian tersebut menyebabkan Muawiyah menjadi penguasa absolute dalam islam. Tahun 41 H, tahun persatuan itu dikenal dalam sejarah sebagai tahun jamaah (am jamaah).  Jadi ‘Am jamaah adalah tahun persatuan antara Hasan dan Muawiyah, artinya bahwa antara mereka tidak terjadi perebutan kekuasaan dan mereka berdamai serta menjalankan pemerintahan dalam satu kepemimpinan.[4]
Dengan demikian berakhirlah apa yang disebut dengan masa al-Khulafaur ar-Rasyidin dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik. Dinasti Umayyah merupakan pemerintahan kaum muslimin yang berkembang setelah masa Khulafaur Rasyidin yang dimulai pada tahun 41 H.[5] Muawiyah selain sebagai pendiri juga sebagai Khalifah pertama Bani Umayyah. Muawiyah di pandang sebagai pembangun Dinasti ini, oleh sebagian sejarawan dipandang negative sebab keberhasilannya memperoleh legalitas atas kekuasaannya dalam perang saudara di Shiffin. Terlepas dari itu, dalam diri Muawiyah terkumpul sifat-sifat seorang penguasa, politikus dan administrator.[6]
Keberhasilan Muawiyah mendirikan Dinasti Umayyah bukan hanya kemenangan diplomasi dalam peran Shiffin dan terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, melainkan sejak semula Muawiyah memiliki basis nasional yang solid sebagai landasan pembangunan masa depan. Selain itu, ia mendapatkan dukungan yang kuat dari Suriah dan keluarga Bani Umayyah, ia merupakan seorang administrator yang sangat bijaksana dalam menempatkan para pejabat-pejabatnya serta memiliki kemampuan yang menonjol sebagai negarawan sejati.[7]

B.     KHALIFAH-KHALIFAH BANI UMAYYAH
Para sejarawan umumnya sependapat bahwa khalifah terbesar dari daulah Umayyah ialah Muawiyyah, Abdul Malik dan Umar bin Abdul aziz.
Masa Kekuasaan Dinasti Umayyah hampir satu abad, tepatnya selama 90 tahun, dengan 14 orang khalifah. Adapun urutan khalifah umayyah adalah sebagai berikut:
1.      Muawiyyah I bin Abi Sufyan (41-60 H/661-679M)
Muawiyyah bin Abi sufyan adalah bapak pendiri Dinasti Bani Umayyah dialah tokoh pembangunan yang besar. Muawiyyah mendapat kursi kekuasaan setelah Hasan bin Ali bin Abi Thalib berdamai dengannya pada tahun 4 H, karena Hasan menyadari kelemahannya sehingga ia berdamai dan menyerahkan kepemimpinan umat kepada Muawiyyah sehingga tahun itu dinamakan ‘Amul Jama’ah, tahun persatuan. Muawiyyah dibaiat oleh umat Islam di kufah. Diantara jasa-jasa Muawiyyah ialah mengadakan dinas pos dengan menggunakan kuda-kuda yang selalu siap di tiap pos. Ia juga berjasa mendirikan kantor cap (percetakan mata uang), dan lain-lain. Muawiyyah wafat pada tahun 60 H di Damaskus karena sakit dan digantikan oleh anaknya Yazid.[8]
2.      Yazid I bin Muawiyyah (60-64H/679-683M)
Yazid tidak sekuat ayahnya dalam memerintah, banyak tantangan yang dihadapinya, antara lain ialah membereskan pemberontakan kaum Syi’ah yang telah membaiat Husein sepeninggal Muawiyyah. Terjadi perang di karbala yang menyebabkan terbunuhnya Husain. Yazid menghadapi para pemberontak di Mekkah dan Madinah dengan keras. Dinding ka’bah runtuh dikarenakan terkena lemparan manjaniq, peristiwa tersebut merupakan aib besar terhadap masanya. Yazid wafat pada tahun 64 H setelah memerintah 4 tahun dan digantikan oleh anaknya, Muawiyyah II
3.      Muawiyyah II bin Yazid (64 H/683M)
Ia hanya memerintahkan kurang lebih 40 hari, dan meletakkan jabatan sebagai khalifah tiga bulan sebelum wafatnya. Ia mengalami tekanan jiwa berat karena tidak sanggup memikul tanggung jawab jabatan khalifah yang sangat besar tersebut. Dengan wafatnya, maka habislah keturunan Muawiyyah dalam melenggangkan kekuasaan dan berganti ke Bani Marwan.
4.      Marwan I bin Hakam (64-65 H/683-684M)
Ia adalah gubernur Madinah di masa Muawiyyah dan penasihat Yazid di Damaskus di masa pemerintahan putra pendiri daulah Umayyah itu. Ia di angkat menjadi khalifah karena dianggap orang yang dapat mengendalikan kekuasaan karena pengalamannya. Ia dapat menghadapi kesulitan satu demi satu dan dapat mengalahkan kabilah Ad-Dahak bin Qais, kemudian menduduki mesir. Marwan menundukan palestina, hijaz, dan irak. Namun ia cepat pergi hanya memerintah 1 tahun, ia wafat pada tahun 65 H dan menunjuk anaknya Abdul Malik dan Abdul Aziz sebagai pengganti sepeninggalannya secara berurutan.
5.      Khalifah Abdul Malik (65-86H/684-705M)
Dia adalah orang kedua yang terbesar dalam deretan para khalifah Bani Umayyah yang disebut-sebut sebagai ‘pendiri kedua’ bagi kedaulatan Umayyah. Ia dikenal sebagai seorang khalifah yang dalam ilmu agamanya, terutama di bidang fiqh. Ia telah berhasil mengembalikan sepenuhnya integritas wilayah dan wibawa kekuasaan keluarga Umayyah dari segala pengacau negara yang merajalela pada masa-masa sebelumnya. Mulai dari gerakan sparatis Abdullah bin Zubair di Hijaz, pemberontakan kaum Syi’ah dan Khawarij, sampai kepada aksi teror yang dilakuakn oleh Al-Mukhtar bin Ubaid As-Saqafy di wilayah kufah, dan pemberontakan yang di pimpin oleh Mus’ab bin Zubair di Irak.
Ia juga menundukan tentara Romawi yang sengaja membuat keguncangan sendi-sendi pemerintahan Umayyah. Ia memerintahkan menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa Administrasi di wilayah Umayyah, ia juga memerintahkan untuk mencetak uang secara teratur, membangun beberapa gedung, dan masjid serta slauran-saluran air, memajukan perdagangan, memperbaiki sistem ukuran timbang, takaran dan keuangan dan menyempurnakan tulisan huruf Al-Qur’an dengan titik pada huruf-huruf tertentu.
Khalifah abdul Malik memerintah selam 21 tahun dan wafat 86 H dan di ganti oleh putranya Al-Walid
6.      Al Walid I bin Abdul Malik (86-96H/705-714M)
Memerintah 10 tahun lamanya. Pada masa pemerintahannya, kekayaan dan kemakmuran merintah ruah. Kekuasaan Islam melangkah ke Spanyol di bawah pimpinan pasukan Thariq bin Ziyad ketika afrika utara dipegang oleh gubernur Musa bin Nushair. Karena kekayaan melimpah maka ia sempurnakan pembanguna gedung-gedung, pabrik-pabrik, dan jalan-jalan yang dilengkapi dengan sumur untuk para khalifah yang berlalu lalang di jalan tersebut. Ia membangun masjid Al-Amawi yang terkenal hingga masa kini di Damaskus. Di samping itu, ia menggunakan kekayaan negerinya untuk menyantuni para yatim piatu, fakir miskin, dan penderita cacat seperti orang lumpuh, buta, dan sakit kusta. Khalifah Walid bin Absul Malik wafat tahun 96 H dan digantikan oleh adiknya, Sulaiman.
7.      Sulaiman bin Abdul Malik (96-99H/714-117M)
Dia tidak sebijak kakaknya, ia kurang bijaksana, suka harta sebagaimana yang diperlihatkan ketika ia menginginkan harta rampasan perang (ghanimah) dari Spanyol yang dibawa oleh Musa bin Nushair.
Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik dibenci oleh rakyatnya karena tabiatnya yang kurang bijaksana itu. Para pejabatnya terpecah belah, demikian pula masyarakatnya. Orang-orang yang berjasa di masa para pendahulunya disiksanya, seperti keluarga Hajjaj bin Yusuf dan Muhammad bin Qasim yang menundukan India. Ia meninggal pada tahun 99 H dan menunjuk Umar bin Abdul Aziz sebagai penggantinya.
8.      Umar bin Abdul Aziz. (99-101H/717-719M)
Adapun khalifah yang besar ialah Umar bin Abdul Aziz. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, nama Umar merupakan ‘lembaran putih’ Bani Umayyah dan sebuah periode yang berdiri sendiri, mempunyai karakter yang tidak terpengaruh oleh berbagai kebijaksanaan daulah Bani Umayyah yang banyak disesali. Ia merupakan personifikasi seorang khalifah yang takwa dan bersih, suatu sikap yang jarang sekali ditemukan pada sebagian besar pemimpin Bani Umayyah.
Khalifah yang adil ini adalah putra Abdul Aziz, gubernur Mesir. Ia lahir di Hilwan dekat Kairo, atau Madinah menurut sumber lain. Rupanya keadilannya menurun dari Khalifah Umar bin Khatab yang menjadi kakeknya dari jalur ibunya. Ia menghabiskan waktunya di Madinah untuk mendalami ilmu Agama Islam, khususnya ilmu hadis dan ketika ia menjadi khalifah ia memerintahkan kaum Muslimin untuk menuliskan hadis, dan inilah perintah resmi pertama dari penguasa Islam. Umar adalah orang yang rapi dalam berpakaian, memakai wewangian dengan rambut yang panjang dan cara jalan yang tersendiri, sehingga mode Umar itu ditiru orang pada masanya.
Ia dikawinkan dengan Fatimah, putri Abdul Malik, khalifah Umayyah yang sekaligus sebagi pamannya. Ia diangkat menjadi gubernur Madinah oleh khalifah Al-Walid bin Abdul Malik, salah seorang sepupunya. Tetapi ia dipecat dari jabatannya itu karena masalah putra mahkota. Berbekal pengalamannya sebagai pejabat, kaya akan ilmu dan harta, serta sebagi bangsawan Arab yang mulia, ia diangkat sebagai Khalifah menggantikan Sulaiman, adik al-Walid. Khalifah Umar bin Abdul Aziz berubah tingkah lakunya, ia menjadi seorang zahid, sederhana, bekerja keras, dan berjuang tanpa henti sampai akhir hayatnya memerintah kurang lebih dua tahun.
Khalifah yang kaya itu menguasai tanah-tanah perkebunan di Hijaj, Syiria, Mesir, Yaman dan Bahrain yang menghasilkan kekayaan 40.000 dinar tiap tahun. Namun setelah menduduki jabatan barunya Khalifah Umar bin Abdul Azizi mengembalikan tanah-tanah yang dihibahkan kepadanya dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lamanya serta menjual barang-barang mewahnya untuk diserahkan hasil penjualannya ke baitul mal. Di samping itu ia mengadakan perdamaian antara Amawiyah dan Syi’ah serta Khawarij, menghentikan peperangan serta caci maki terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib dalam khutbah Jum’at dan diganti dengan bacaan ayat berikut:
إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُ بِٱلۡعَدۡلِ وَٱلۡإِحۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَيَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِ وَٱلۡبَغۡيِۚ يَعِظُكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengerjakan keadilan dan bijaksana, serta memberi kaum kerabat, dan Dia melarang perbuatan keji, munkar dan aniaya. (QS An-Nahl: 90)
Khalifah yang adil itu berusaha memperbaiki segala tatanan yang ada di masa kekhalifahannya seperti menaikan gaji para gubernurnya, memeratakan kemakmuran dengan memberi santunan kepada fakir miskin, dan memperbarui dinas pos. Ia juga menyamakan kedudukan orang-orang non-Arab sebagai warga negara kelas dua, dengan orang-orang Arab. Ia mengurangi beban pajak dan menghentikan pembayaran jizyah bagi orang Islam baru.
Khalifah Umar meninggal tahun 101 H dan di ganti Oleh Yazid II bin Abdul Malik.
9.      Yazid II bin Abdul Malik (101-105H/719-723M)
Pada masa pemerintahannya timbul lagi perselisihan antara kaum Mudariyah dan Yamaniyah. Pemerintahan yang singkat itu mempercepat proses kemunduran Bani Umayyah. Kemudian diganti oleh Khalifah Hisyam bin Abdul Malik.
10.  Hisyam bin Abdul Malik (105-125H/723-745M)
Meskipun tidak secemerlang tiga khalifah yang masyur sebagimana tersebut di atas. Ia memerintah dalam waktu yang panjang, yakni 20 Tahun. Ia dapat dikategorikan sebagai khalifah Umayyah yang terbaik karena kebersihan pribadinya, pemurah, gemar kepada keindahan, berakhlak mulia dan tergolong teliti terutama soal keuangan, disamping bertaqwa dan berbuat adil. Pada masa pemerintahannya terjadi gejolak yang dipelopori oleh kaum Syi’ah serta bersekutu dengan kaum Abbasiyyah. Mereka menjadi kuat karena kebijaksanaan yang diterapkan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang bertindak lemah lembut terhadap semua kelompok. Dalam diri keluarga Umayyah sendiri terjadi perselisihan tentang putra mahkota yang melemahkan posisi Umayyah.
Masih ada empat khalifah lagi yang setelah Hisyam yang memerintah hanya dalam waktu tujuh tahun, yakni:
11.  Al-Walid II bin Yazid (125-126H/742-743M)
12.  Yazid III bin Al-Walid (126H/743M)
13.  Ibrahim bin Al-Walid (126-127H/743-744M)
14.  Marwan bin Muhammad (127-132H/744-750M)
Dia adalah penguasa terakhir yang terkenal dengan julukan marwan al-himar (manusia keledai). Karena kebesarannya yang luar biasa dan kesanggupannya menahan perasaan. Sebenarnya ia adalah penguasa yang besar tapi sayang, ia muncul ketika daulat Bani Umayyah sedang merosot.
Dia wafat pada tahun 132 H/750 M terbunuh di Mesir oleh pasukan Bani Abbasiyyah.
Adapun khalifah-khalifah besar Bani Umayah adalah  Muawiyah I bin Abu Sufyan, Abdul-Malik bin Marwan, Al-Walid I bin Abdul-Malik, Umar II bin Abdul-Aziz, Hisyam bin Abdul-Malik. Puncak kejayaan Dinasti Bani Umayah ini pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz, setelah itu merupakan masa kemundurannya.[9]

C.     MASA KEMAJUAN BANI UMAYYAH
Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai era agresif, dimana perhatihan tertumpu pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang terhenti sejak zaman kedua Khulafa’ Arrasyidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90 tahun, banyak bangsa di empat penjuru mata angin beramai-ramai masuk ke dalam kekuasaan Islam, yang meliputi tanah Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria, Palestina, sebagian daerah Anatholia, Irak, Persia, Afganistan, India, dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Usbekistan, dan Kirgististan yang termasuk Soviet dan Rusia.
Menurut Prof. Ahmad Syalabi, Penaklukan militer di zaman Umayyah mencakup front tiga penting, yaitu sebagai berikut:
1.      Front melawan bangsa Romawi di Asia kecil dengan sasaran utama pengepungan ke Ibukota Konstantinopel, dan peneyrangan ke pulau-pulau di laut tengah.
2.      Front Afrika Utara. Selain menundukkan derah hitam Arfika, pasukan Muslim juga menyebrangi selat Gibraltar, lalu masuk ke Spanyol.
3.      Front timur menghadapi wilayah yang sangat luas, sehingga operasi ke jalur ini dibagi menjadi dua arah. Yang satu menuju utara ke daerah-daerah di seberang sungai Jihun (Amudarya). Sedangkan yang lainnya ke arah selatan menyusuri Syin, wilayah India bagian Barat.
Saat-saat yang paling mengesankan dalam ekspansi ini ialah terjadi pada paruh pertama dari seluruh masa Kekhalifahan Bani Umayyah, yaitu ketika kedaulatan dipegang oleh Muawiyyah bin Sofyan dan tahun-tahun terkahir dari zaman kekuasaan Abdul Malik. Diluar masa-masa tersebut, usaha-usaha penaklukan mengalami degradasi atau hanya mencapai kemenangan-kemenangan yang sangat tipis.
Pada masa pemerintahan Muawiyyah diraih dalam kemajuan besar dalam perluasan wilayah, meskipun pada beberapa tempat masih bersifat rintisan. Peristiwa paling mencolok ialah keberaniannya  mengepung kota Konstantinopel melalui suatu ekspedisi  yang di pusatkan di kota  pelabuhan Dardanela, setelah terlebih dahulu menduduki pulau pulau di Laut Tengah seperti Rodhes, Kreta, Cyprus, Sicilia dan sebuah pulau yang bernama Award, tidak jauh dari ibukota RomawiTimur itu. Di belahan timur, Muawiyyah berhasil menaklukkan Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afghanistan.
Ekspansi ke Timur yang telah dirintis oleh Muawiyyah, lalu disempurkan oleh Khalifah Abdul Malik. Dibawah komando gubernur Irak, Hajjaj bin Yusuf, tentara kaum Muslimin menyeberangi sungai Amudaria dan mmenundukan Balk, Bukhoro, Khawarizm, Fargana, Samarkhand, pasukan Islam juga melalui Makron masuk ke Balukhistan, Syin dan Punjab sampai ke Multan, Islam menginjakkan kakinya untuk pertama kalinya di bumu India.
Kumudian tiba masa kekuasaan Al Walid I yang disebut-sebut sebagai masa kemenangan yang luas. Pengepungan yang gagal atas kota Knstantinopel di zaman Muawiyyah, dihidupkan kembali denagn memberikan pukulan-pukulan yang cukup kuat. Walaupun cita-cita untuk menundukkan ibukota Romawi tetap saja belum berhasil, tetapi tindakan itu sedikit banyak berhasil menggeser kapal batas pertahanan Islam lebih jauh ke depan, dengan menguasai basis-basis militer kerajaan Romawi di Mar’asy dan ‘Amuriah.
            Prestasi yang lebih besar dicapai oleh Al-Walid I ialah di front Afrika Utara sekitarnya. Setelah segenap tanah Afrika bagian Utara diduduki, pasukan Muslim di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad menyebrangi selat Gibraltar masuk ke Spanyol. Lalu ibukotanya, Cordova segera dapat di rebut, menyusul kemudian kota-kota lain seperti Sevilla, Elvira dan Toledo. Gubernur Musa bin Nushair kemudian menyempurnakan penaklukan atas Tanah Eropa ini dengan menyisir kaki Pegunungan Pyrenia dan menyerang Carolingian Prancis.
Berikut kemajuan-kemajuan semasa Dinasti Umayyah berdasarkan bidangnya masing-masing:
1.      Bidang Kemiliteran
Setelah mengukuhkan kedudukannya didalam negri, Muawiyah menganut kebijakan luar negeri yang kuat. Perluasan kekuasaan muslim yang besar terjadi dibawah kepemimpinannya. Dia adalah organisator ulung bagi kemenangan-kemenangan. Menurut Prof. Hitty, pemerintah Muawiyah tidak hanya membuktikan konsolidasi, tetapi peluasan wilayah kekhalifahan. Pada masa kekhalifahan Muawiyah, kemajuan besar diperoleh di Timur. Orang-orang dari Heart memberontak, dan mereka ditindas pada tahun 661 M. Dua tahun kemudian Kabul juga diserbu. Operasi-operasi yang sama dilancarkan terhadap Ghazna, Balk, dan Kndahar serta benteng-benteng lainya. Pada tahun 667 M Bukhara direbut, dan dua tahun kemudian Samarkhand dan Tirmid diduduki. Di Timur jauh, tentara muslim hanya di bawah pimpinan Mahalib, anak Abu Sufra, maju sampai ketepi sungai Indus. Demkian Muawiyah menggabungkan seluruh wilayah Asia Tengah sampai ke daerah-daerah pinggiran Anak Benua Indo-Pakistan ke dalam kekuasaanya. Muawiyah tidak hanya menjadi bapak suatu dinasti, tetapi juga pendiri kedua setelah Umar.
Invasi pertama ke Afrika Utara di lakukan pada masa kekhalifahan Umar. Dibawah Usman, kekuasaan-kekuasaan Arab telah maju sampai ke Barce. Setelah kekalahan Gregorius, prefektus, Bizantium, dalam pertempuran yang patut dikenang tidak jauh dari Carthago kono, bangsa Romawi membayar upeti tahunan kepada bangsa Arab yang kemudian menarik diri dari negri itu dengan hanya meninggalkan Garnizun-garnizun kecil disana-sini.
Gubernur-gubernur Romawi menduduki kembali wilayah-wilayah yang ditinggalkan itu, tetapi penindasan-penindasan dan pemerasan-pemerasan mereka tidak tertahankan sehingga tidak lama kemudian para penduduk asli menyerbu bangsa Arab untuk membebaskan mereka dari penindasan orang-orang Bizantium. Muawiyah meluluskan seruan mereka itu, dan suatu pasukan dibawah pimpinan Uqbah yang terkenal, anak nafe, menyerang Ifrikia, mematahkan semua perlawanan, menundukkan negri itu menjadi jajahan Arab.[10]
2.      Sistem Sosial
Terdapat empat kelompok masyarakat, yakni Arab Muslim. Mawalli, non Muslim, dan kelompokm Arab-Muslim menduduki kelas sosial tertinggi di sebabkan karena mereka sebagai kelompok pendatang yang berkuasa, juga di karenakan sistem aristokrasi. Namun pada prinsipnya mereka semua mendapat perlindungan hak-hak secara penuh sehingga mereka dapat hidup dengan tenang dan damai. Perbedaan yang menonjol adalah dalam hal beban kewajiban pajak. Hampir di katakan tidak ada perselisihan antaragama. Yang muncul perselisihan antarsuku. Contohnya kelompok Mudariyah dengan kelompok Arab Himyariyah.
3.      Kemajuan Arsitektur
Penguasa Dinasti Umayyah pada umumnya mahir dalam seni arsitektur, mereka mencurahkan perhatiaanya demi kemajuan bidang ini hasilnya adalah ssejumlah bangunan megah, Masjid Baitul Maqdis di Yerussalem, yangn terkenal dengan kubah batunya (qubah al-sakhra) didirikan pada masa Abdul Malik pada tahun 691 M. Ia adalah masjid pertama yang di tutup kubah di atasnya. Dan juga masjid al Aqsa yang tidak kalah tinggi arsiteknya sebuah masjid terindah yang terdapat di Damaskus yang didirikan oleh Walid bin Abdul Aziz. Ia juga merehap masjid Madinah antara beberapa monument peninggalan Umayyah yang terkenal adalah istana Qusayr Amrah. Istana ini terbuat dari batu kapur yang berwarna kuning kemerah-merahan.
4.      Bidang Politik
Dalam bidang politik, Bani Muawiyyah menyusun tata pemerintahan yang sama sekali baru. Guna untuk memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan administrasi kenegaraan yang semakin kompleks. Selain mengangkat majelis penasehat sebagai pendamping, khalifah Bani Umayyah dibantu oleh beberapa orang Al Kuttab (sekretaris) untuk membantu dalam pelaksanaan tugas, yang meliputi:
a.       Kartib Ar-Rasail, yaitu sekertaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat menyurat dengan pembesar-pembesar setempat.
b.      Kattib al Kharraj, sekertaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan pemasukan dan penerimaan negara.
c.       Katib al Jundi, yaitu sekertaris yang bertugas menyelenggarakan hal-hal yang berkaitan dengan ketentaraan.
d.      Katib as-Syurtah, yaitu sekertaris yang bertugas menyelenggarakan pemeliharaan keamanan dan ketertiban.
e.       Katib al Qudat, yaitu sekertaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui badan-badan peradilan dan hakim setempat.

D.    MASA KEMUNDURAN BANI UMAYYAH
Meskipun kejayaan telah diraih oleh Bani Umayyah ternyata tidak bertahan lebih lama, dikarenakan kelemahan-kelemahan internal dan semakin kuatnya tekanan dri pihak luar.
Menurut Dr. Badri Yatim, ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Umayyah lemah dan membawanya pada kehancuran, yaitu sebagai berikut:
1.      Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah suatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebuh menentukan aspek senioritas, pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat dikalangan anggota keluarga istana.
2.      Latar belakang terbentuknya Dinasti Umayyah tidak dapat dipisahkan dari berbagai konflik politik yang terjadi di masa Ali bin Abi Thalib. Sisa-sisa Syi’ah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus terjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Dinasti Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3.      Pada masa kekuasaan Dinasti Umayyah, pertentangan etnis antara Suku Arabia Utara (Bani Qais) dan Arab Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam semakin runcing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Dinasti Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan Timur lainnya merasa tidak puas karena status Mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperhatikan pada masa Bani Umayyah.
4.      Lemahnya pemerintah daulah Dinasti Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Di samping itu, sebagian besar golongan awam kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
5.      Penyebab langsung runtuhnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas bin Abbas Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah, dan kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintah Dinasti Umayyah.
Beberapa penyebab tersebut muncul dan menumpuk menjadi satu, sehingga akhirnya mengakibatkan keruntuhan Dinasti Umayyah, disusul dengan berdirinya kekuasaan orang-orang Bani Abbasiyyah yang mengejar-ngejar dan membunuh setiap orang dari Dinasti Umayyah yang dijumpainya.
Demikianlah, Dinasti Umayyah pasca wafatnya Umar bin Abdul Aziz yang berangsur-angsur melemah. Kekhalifan sesudahnya dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang melemahkan dan akhirnya hancur. Dinasti Bani Umayyah diruntuhkan oleh Dinasti Bani Abbasiyyah pada masa khalifah Marwan bin Muhammad (Marwan II) pada tahun 127 H/744 M.[11]


BAB II
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Masa kekhalifahan Bani Umayyah yang hanya berumur 89 tahun yaitun di mulai pada masa Muawiyyah bin Abu Sofyan ini banyak mengalami kemajuan perkembangan yang cukup pesat.
Pada masa Muawiyyah bi Abu Sofyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib di lanjutkan kembali.
Ekspansi ke Barat secara besar-besaran di lanjutkan di zama Al-Walid bin Abdul Malik. Masa pemerintahan Al Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran, dan ketertiban.

B.     Kritik Dan Saran
Demikian makalah yang kami susun, semoga dapat memberikan manfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah kami.






DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Al-Usyairi, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX,
Jakarta Akbar, 2006
Dr. Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam.
Hasan Ibrahim Hasan, (1995), Sejarah dan Kebudayaan Islam, terjemah, Jahdan
Ibn Human (Yogyakarta; Kota Kembang)
Ma’ruf Misbah, (1994), Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang: CV. Wicaksana)
Maidir Harun dan Firdaus, (2002), Sejarah Peradaban Islam, (Padang: IAIN-IB
Press), jilid 1, Cet ke-2
Maidir Harun dan Firdaus, (2002), Sejarah Peradaban Islam, (Padang: IAIN-IB
Press), jilid 1, Cet ke-2,
Moh. Nurhakim, (2003), Sejarah & Peradaban Islam, (Malang: UMM Press)
Samsul Munir Amin, (2009), Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: AMZAH)
Samsul Munir Amin, (2010), Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah)
Syed Mahmudunnasir, Islam konsep dan Sejarahnya (Bandung: Rosda Karya)





[1] Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, (Padang: IAIN-IB Press, 2002), jilid 1, Cet ke-2, hlm. 83
[2] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, terjemahan, Jahdan Ibn Human, (Yogyakarta; Kota Kembang. 1995), hlm.62
[3] Ahmad Al-Usyairi, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Jakarta Akbar, 2006, hlm. 181.
[4] Dr. Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam. hlm. 69.
[5] Moh. Nurhakim, Sejarah & Peradaban Islam, (Malang: UMM Press, 2003), hlm. 53.
[6] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: AMZAH, 2009), hlm. 118.
[7] Ibid, 120.
[8] Ma’ruf Misbah, Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang: CV. Wicaksana, 1994) h. 20-21
[9] Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, (Padang: IAIN-IB Press, 2002), jilid 1, Cet ke-2, h. 84
[10] Syed Mahmudunnasir, Islam konsep dan Sejarahnya, (Bandung: Rosda Karya). hlm. 174
[11] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 118-136.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar