KEPEMIMPINAN DINASTI UMAYYAH
Dosen Pembimbing : Muhammad Soim, MA
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok Ilmu Kepemimpinan

OLEH KELOMPOK 11:
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
PRODI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2018/2019
KATA
PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat,
Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah Ilmu
Kependudukan dengan judul "Kepemimpinan Dinasti Umayyah" tepat pada
waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu
tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh
karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para
pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini
dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca
untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah
selanjutnya.
Pekanbaru, 29 Oktober 2019
Kelompok 11
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG................................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................................. 2
C. TUJUAN........................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................... 3
A.
SEJARAH BERDIRINYA SEJARAH BANI
UMAYYAH...................................... 3
B.
KHALIFAH-KHALIFAH BANI UMAYYAH.......................................................... 5
C.
MASA KEMAJUAN BANI UMAYYAH................................................................. 13
D. MASA KEMUNDURAN BANI UMAYYAH........................................................... 19
BAB III PENUTUP................................................................................................................. 22
A.
Kesimpulan.................................................................................................................. 22
B.
Kritik dan Saran......................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... iv
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Nama Dinasti
Bani Umayah diambil dari Umayah bin Abd Al-Syam, kakek Abu Sufyan. Umayah
segenerasi dengan Abdul Muthalib, kakek Nabi Muhammad Saw dan Ali bin Abi
Thalib. Dengan demikian, Ali bin Abi Thalib segenerasi pula dengan Mu’awiyah
bin Abi Sufyan. Ali bin Abi Thalib berasal dari keturunan Bani Hasyim sedangkan
Mu’awiyah berasal dari keturunan Bani Umayah. Kedua keturunan ini merupakan
orang-orang yang berpengaruh dalam suku Quraisy.[1]
Setting cikal
bakal dinasti ini bermula ketika Ali bin Abi Thalib dibaiat sebagai khalifah
menggantikan kedudukan khalifah Usman bin Affan, salah satu kebijakan awal dan
Ali adalah pengambil alihan tanah-tanah dan kekayaan negara yang telah
dibagi-bagikan oleh Usman kepada keluarganya dan memecat gubemur-gubemur dan
pejabat pemerintahan yang diangkat Usman untuk meletakkan jabatannya, namun
Muawiyyah Gubernur Syiria menolak pemecatan itu sekaligus tidak mau membaiat
Ali sebagai khalifah dan bahkan membentuk kelompok yang kuat dan menolak untuk
memenuhi perintah-perintah Ali. Dia berusaha membalas kematian khalifah Usman,
atau kalau tidak dia akan menyerang kedudukan khalifah bersama-sama dengan
tentara Syiria. Desakan Muawiyyah akhirnya tertumpah dalam perang
Shiffin.[2]
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
sejarah berdirinya sejarah Bani Umayyah?
2.
Siapa
sajakah khalifah-khalifah Bani Umayyah?
3.
Bagaimana
masa kemajuan Bani Umayyah?
4.
Bagaimana
masa kemunduran Bani Umayyah?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
sejarah berdirinya sejarah Bani Umayyah
2.
Mengetahui
siapa sajakah khalifah-khalifah Bani Umayyah
3.
Mengetahui
masa-masa kemajuan dari Bani Umayyah
4.
Mengetahui
masa-masa kemunduran dari Bani Umayyah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SEJARAH
BERDIRINYA SEJARAH BANI UMAYYAH
Bani
Umayyah adalah kekhalifahan islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang
memerintah dari 661 M sampai 750 M di Jazirah Arab dan sekitarnya. Diakhir masa
pemerintahan Ali bin Abi Thalib, umat islam mulai bergejolak sehingga muncul menjadi
tiga kekuatan politik yang dominan yaitu
Syiah, Muawiyah dan Khawarij. Posisi Ali semakin melemah sedangkan
posisi Muawiyah semakin kuat. Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah
bin Abd Syams bin Abdu Manaf. Ia adalah salah seorang tokoh penting di tengah
Quraisy pada masa jahiliyah. Ia dan pamannya Hasyim bin Abdu Manaf selalu
bertarung dalam memperebutkan kekuasaan dan kedudukan. Dinasti Umayyah
didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb. Muawiyah adalah gubernur yang
diangkat Khalifah Umar ibn Khattab untuk wilayah Jordania. Muawiyah dilahirkan
di kota Mekah sekitar 15 tahun sebelum Hijrah dari pasangan Abu Sufyan dan
Hindun. Muawiyah sendiri adalah seorang pemimpin yang berani, berpikiran kuat,
sangat jujur,serta ahli dalam bidang politik dan pemerintahan.[3]
Pada tahun 40 H Ali terbunuh oleh seorang anggota Khawarij. Setelah Ali bin Abi
Thalib wafat kemudian kekuasaannya diganti oleh sang putra yaitu Hasan tetapi
tetap posisi Muawiyah lah yang semakin kuat, maka Hasan membuat perjanjian
damai yang di dalamnya dapat mempersatukan umat islam kembali dalam satu
kepemimpinan politik, dibawah Muawiyah ibn Abi Sufyan. Di sisi lain perjanjian
tersebut menyebabkan Muawiyah menjadi penguasa absolute dalam islam. Tahun 41
H, tahun persatuan itu dikenal dalam sejarah sebagai tahun jamaah (am
jamaah). Jadi ‘Am jamaah adalah tahun
persatuan antara Hasan dan Muawiyah, artinya bahwa antara mereka tidak terjadi
perebutan kekuasaan dan mereka berdamai serta menjalankan pemerintahan dalam
satu kepemimpinan.[4]
Dengan
demikian berakhirlah apa yang disebut dengan masa al-Khulafaur ar-Rasyidin dan
dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik. Dinasti Umayyah
merupakan pemerintahan kaum muslimin yang berkembang setelah masa Khulafaur
Rasyidin yang dimulai pada tahun 41 H.[5]
Muawiyah selain sebagai pendiri juga sebagai Khalifah pertama Bani Umayyah.
Muawiyah di pandang sebagai pembangun Dinasti ini, oleh sebagian sejarawan
dipandang negative sebab keberhasilannya memperoleh legalitas atas kekuasaannya
dalam perang saudara di Shiffin. Terlepas dari itu, dalam diri Muawiyah
terkumpul sifat-sifat seorang penguasa, politikus dan administrator.[6]
Keberhasilan
Muawiyah mendirikan Dinasti Umayyah bukan hanya kemenangan diplomasi dalam
peran Shiffin dan terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, melainkan sejak semula
Muawiyah memiliki basis nasional yang solid sebagai landasan pembangunan masa
depan. Selain itu, ia mendapatkan dukungan yang kuat dari Suriah dan keluarga
Bani Umayyah, ia merupakan seorang administrator yang sangat bijaksana dalam menempatkan
para pejabat-pejabatnya serta memiliki kemampuan yang menonjol sebagai
negarawan sejati.[7]
B. KHALIFAH-KHALIFAH BANI UMAYYAH
Para
sejarawan umumnya sependapat bahwa khalifah terbesar dari daulah Umayyah ialah
Muawiyyah, Abdul Malik dan Umar bin Abdul aziz.
Masa
Kekuasaan Dinasti Umayyah hampir satu abad, tepatnya selama 90 tahun, dengan 14
orang khalifah. Adapun urutan khalifah umayyah adalah sebagai berikut:
1. Muawiyyah I bin Abi Sufyan (41-60 H/661-679M)
Muawiyyah bin Abi
sufyan adalah bapak pendiri Dinasti Bani Umayyah dialah tokoh pembangunan yang
besar. Muawiyyah mendapat kursi kekuasaan setelah Hasan bin Ali bin Abi Thalib
berdamai dengannya pada tahun 4 H, karena Hasan menyadari kelemahannya sehingga
ia berdamai dan menyerahkan kepemimpinan umat kepada Muawiyyah sehingga tahun
itu dinamakan ‘Amul Jama’ah, tahun persatuan. Muawiyyah dibaiat oleh
umat Islam di kufah. Diantara jasa-jasa Muawiyyah ialah mengadakan dinas pos
dengan menggunakan kuda-kuda yang selalu siap di tiap pos. Ia juga berjasa mendirikan kantor cap (percetakan mata uang), dan
lain-lain. Muawiyyah wafat pada tahun 60 H di Damaskus karena sakit dan digantikan
oleh anaknya Yazid.[8]
2.
Yazid I bin
Muawiyyah (60-64H/679-683M)
Yazid tidak
sekuat ayahnya dalam memerintah, banyak tantangan yang dihadapinya, antara lain
ialah membereskan pemberontakan kaum Syi’ah yang telah membaiat Husein
sepeninggal Muawiyyah. Terjadi perang di karbala yang menyebabkan terbunuhnya
Husain. Yazid menghadapi para pemberontak di Mekkah dan Madinah dengan keras.
Dinding ka’bah runtuh dikarenakan terkena lemparan manjaniq, peristiwa tersebut
merupakan aib besar terhadap masanya. Yazid wafat pada tahun 64 H setelah
memerintah 4 tahun dan digantikan oleh anaknya, Muawiyyah II
3.
Muawiyyah II
bin Yazid (64 H/683M)
Ia hanya
memerintahkan kurang lebih 40 hari, dan meletakkan jabatan sebagai khalifah
tiga bulan sebelum wafatnya. Ia mengalami tekanan jiwa berat karena tidak
sanggup memikul tanggung jawab jabatan khalifah yang sangat besar tersebut.
Dengan wafatnya, maka habislah keturunan Muawiyyah dalam melenggangkan
kekuasaan dan berganti ke Bani Marwan.
4.
Marwan I bin
Hakam (64-65 H/683-684M)
Ia adalah
gubernur Madinah di masa Muawiyyah dan penasihat Yazid di Damaskus di masa
pemerintahan putra pendiri daulah Umayyah itu. Ia di angkat menjadi khalifah
karena dianggap orang yang dapat mengendalikan kekuasaan karena pengalamannya.
Ia dapat menghadapi kesulitan satu demi satu dan dapat mengalahkan kabilah
Ad-Dahak bin Qais, kemudian menduduki mesir. Marwan menundukan palestina,
hijaz, dan irak. Namun ia cepat pergi
hanya memerintah 1 tahun, ia wafat pada tahun 65 H dan menunjuk anaknya Abdul
Malik dan Abdul Aziz sebagai pengganti sepeninggalannya secara berurutan.
5.
Khalifah
Abdul Malik (65-86H/684-705M)
Dia adalah
orang kedua yang terbesar dalam deretan para khalifah Bani Umayyah yang
disebut-sebut sebagai ‘pendiri kedua’ bagi kedaulatan Umayyah. Ia dikenal
sebagai seorang khalifah yang dalam ilmu agamanya, terutama di bidang fiqh. Ia telah berhasil mengembalikan sepenuhnya
integritas wilayah dan wibawa kekuasaan keluarga Umayyah dari segala pengacau
negara yang merajalela pada masa-masa sebelumnya. Mulai dari gerakan sparatis
Abdullah bin Zubair di Hijaz, pemberontakan kaum Syi’ah dan Khawarij, sampai
kepada aksi teror yang dilakuakn oleh Al-Mukhtar bin Ubaid As-Saqafy di wilayah
kufah, dan pemberontakan yang di pimpin oleh Mus’ab bin Zubair di Irak.
Ia juga
menundukan tentara Romawi yang sengaja membuat keguncangan sendi-sendi
pemerintahan Umayyah. Ia memerintahkan menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa
Administrasi di wilayah Umayyah, ia juga memerintahkan untuk mencetak uang
secara teratur, membangun beberapa gedung, dan masjid serta slauran-saluran
air, memajukan perdagangan, memperbaiki sistem ukuran timbang, takaran dan
keuangan dan menyempurnakan tulisan huruf Al-Qur’an dengan titik pada
huruf-huruf tertentu.
Khalifah
abdul Malik memerintah selam 21 tahun dan wafat 86 H dan di ganti oleh putranya
Al-Walid
6.
Al Walid I
bin Abdul Malik (86-96H/705-714M)
Memerintah
10 tahun lamanya. Pada masa pemerintahannya, kekayaan dan kemakmuran merintah
ruah. Kekuasaan Islam melangkah ke Spanyol di bawah pimpinan pasukan Thariq bin
Ziyad ketika afrika utara dipegang oleh gubernur Musa bin Nushair. Karena
kekayaan melimpah maka ia sempurnakan pembanguna gedung-gedung, pabrik-pabrik,
dan jalan-jalan yang dilengkapi dengan sumur untuk para khalifah yang berlalu
lalang di jalan tersebut. Ia membangun masjid Al-Amawi yang terkenal hingga
masa kini di Damaskus. Di samping itu,
ia menggunakan kekayaan negerinya untuk menyantuni para yatim piatu, fakir
miskin, dan penderita cacat seperti orang lumpuh, buta, dan sakit kusta.
Khalifah Walid bin Absul Malik wafat tahun 96 H dan digantikan oleh adiknya,
Sulaiman.
7.
Sulaiman bin
Abdul Malik (96-99H/714-117M)
Dia tidak
sebijak kakaknya, ia kurang bijaksana, suka harta sebagaimana yang
diperlihatkan ketika ia menginginkan harta rampasan perang (ghanimah) dari
Spanyol yang dibawa oleh Musa bin Nushair.
Khalifah
Sulaiman bin Abdul Malik dibenci oleh rakyatnya karena tabiatnya yang kurang bijaksana itu. Para
pejabatnya terpecah belah, demikian pula masyarakatnya. Orang-orang yang
berjasa di masa para pendahulunya disiksanya, seperti keluarga Hajjaj bin Yusuf
dan Muhammad bin Qasim yang menundukan India. Ia meninggal pada tahun 99 H dan
menunjuk Umar bin Abdul Aziz sebagai penggantinya.
8.
Umar bin
Abdul Aziz. (99-101H/717-719M)
Adapun
khalifah yang besar ialah Umar bin Abdul Aziz. Meskipun masa pemerintahannya
sangat singkat, nama Umar merupakan ‘lembaran putih’ Bani Umayyah dan sebuah
periode yang berdiri sendiri, mempunyai karakter yang tidak terpengaruh oleh
berbagai kebijaksanaan daulah Bani Umayyah yang banyak disesali. Ia merupakan
personifikasi seorang khalifah yang takwa dan bersih, suatu sikap yang jarang
sekali ditemukan pada sebagian besar pemimpin Bani Umayyah.
Khalifah
yang adil ini adalah putra Abdul Aziz, gubernur Mesir. Ia lahir di Hilwan dekat
Kairo, atau Madinah menurut sumber lain. Rupanya keadilannya
menurun dari Khalifah Umar bin Khatab yang menjadi kakeknya dari jalur ibunya.
Ia menghabiskan waktunya di Madinah untuk mendalami ilmu Agama Islam, khususnya
ilmu hadis dan ketika ia menjadi khalifah ia memerintahkan kaum Muslimin untuk
menuliskan hadis, dan inilah perintah resmi pertama dari penguasa Islam. Umar adalah orang yang rapi dalam berpakaian, memakai wewangian dengan
rambut yang panjang dan cara jalan yang tersendiri, sehingga mode Umar itu
ditiru orang pada masanya.
Ia
dikawinkan dengan Fatimah, putri Abdul Malik, khalifah Umayyah yang sekaligus
sebagi pamannya. Ia diangkat menjadi
gubernur Madinah oleh khalifah Al-Walid bin Abdul Malik, salah seorang sepupunya. Tetapi ia dipecat dari jabatannya itu karena masalah
putra mahkota. Berbekal pengalamannya sebagai pejabat,
kaya akan ilmu dan harta, serta sebagi bangsawan Arab yang mulia, ia diangkat
sebagai Khalifah menggantikan Sulaiman, adik al-Walid. Khalifah Umar bin Abdul Aziz berubah tingkah lakunya, ia menjadi
seorang zahid, sederhana, bekerja keras, dan berjuang tanpa henti sampai akhir
hayatnya memerintah kurang lebih dua tahun.
Khalifah
yang kaya itu menguasai tanah-tanah perkebunan di Hijaj, Syiria, Mesir, Yaman
dan Bahrain yang menghasilkan kekayaan 40.000 dinar tiap tahun. Namun setelah
menduduki jabatan barunya Khalifah Umar bin Abdul Azizi mengembalikan
tanah-tanah yang dihibahkan kepadanya dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan
lamanya serta menjual barang-barang mewahnya untuk diserahkan hasil
penjualannya ke baitul mal. Di samping itu ia mengadakan perdamaian antara
Amawiyah dan Syi’ah serta Khawarij, menghentikan peperangan serta caci maki
terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib dalam khutbah Jum’at dan diganti dengan
bacaan ayat berikut:
إِنَّ ٱللَّهَ
يَأۡمُرُ بِٱلۡعَدۡلِ وَٱلۡإِحۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَيَنۡهَىٰ
عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِ وَٱلۡبَغۡيِۚ يَعِظُكُمۡ لَعَلَّكُمۡ
تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengerjakan keadilan dan bijaksana,
serta memberi kaum kerabat, dan Dia melarang perbuatan keji, munkar dan aniaya. (QS An-Nahl: 90)
Khalifah
yang adil itu berusaha memperbaiki segala tatanan yang ada di masa kekhalifahannya seperti menaikan gaji para gubernurnya,
memeratakan kemakmuran dengan memberi santunan kepada fakir miskin, dan
memperbarui dinas pos. Ia juga menyamakan kedudukan orang-orang non-Arab sebagai warga negara kelas dua, dengan
orang-orang Arab. Ia mengurangi beban pajak dan menghentikan pembayaran jizyah
bagi orang Islam baru.
Khalifah
Umar meninggal tahun 101 H dan di ganti Oleh Yazid
II bin Abdul Malik.
9.
Yazid II bin
Abdul Malik (101-105H/719-723M)
Pada masa
pemerintahannya timbul lagi perselisihan antara kaum Mudariyah dan Yamaniyah.
Pemerintahan yang singkat itu mempercepat proses kemunduran Bani Umayyah. Kemudian diganti oleh Khalifah Hisyam bin Abdul Malik.
10. Hisyam bin Abdul Malik (105-125H/723-745M)
Meskipun
tidak secemerlang tiga khalifah yang masyur sebagimana tersebut di atas. Ia
memerintah dalam waktu yang panjang, yakni 20 Tahun. Ia dapat dikategorikan
sebagai khalifah Umayyah yang terbaik karena kebersihan pribadinya, pemurah,
gemar kepada keindahan, berakhlak mulia dan tergolong teliti terutama soal
keuangan, disamping bertaqwa dan berbuat adil. Pada masa pemerintahannya
terjadi gejolak yang dipelopori oleh kaum Syi’ah serta bersekutu dengan kaum
Abbasiyyah. Mereka menjadi kuat karena kebijaksanaan yang diterapkan oleh
Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang bertindak lemah lembut terhadap semua
kelompok. Dalam diri keluarga Umayyah sendiri terjadi perselisihan tentang
putra mahkota yang melemahkan posisi Umayyah.
Masih ada
empat khalifah lagi yang setelah Hisyam yang memerintah hanya dalam waktu tujuh
tahun, yakni:
11. Al-Walid II bin Yazid (125-126H/742-743M)
12. Yazid III bin Al-Walid (126H/743M)
13. Ibrahim bin Al-Walid (126-127H/743-744M)
14. Marwan bin Muhammad (127-132H/744-750M)
Dia adalah
penguasa terakhir yang terkenal dengan julukan marwan al-himar (manusia
keledai). Karena kebesarannya yang luar biasa dan kesanggupannya menahan
perasaan. Sebenarnya ia adalah penguasa yang besar tapi sayang, ia muncul ketika daulat Bani Umayyah sedang merosot.
Dia wafat
pada tahun 132 H/750 M terbunuh di Mesir oleh
pasukan Bani Abbasiyyah.
Adapun
khalifah-khalifah besar Bani Umayah adalah Muawiyah I bin Abu
Sufyan, Abdul-Malik bin Marwan, Al-Walid I bin Abdul-Malik, Umar II bin
Abdul-Aziz, Hisyam bin Abdul-Malik. Puncak kejayaan Dinasti Bani Umayah ini
pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz, setelah itu merupakan masa
kemundurannya.[9]
C.
MASA
KEMAJUAN BANI UMAYYAH
Masa
pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai era agresif, dimana perhatihan tertumpu pada usaha
perluasan wilayah dan penaklukan, yang terhenti sejak zaman kedua Khulafa’
Arrasyidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90 tahun, banyak bangsa di empat
penjuru mata angin beramai-ramai masuk ke dalam kekuasaan Islam, yang meliputi
tanah Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria, Palestina,
sebagian daerah Anatholia, Irak, Persia, Afganistan, India, dan negeri-negeri
yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Usbekistan, dan Kirgististan yang
termasuk Soviet dan Rusia.
Menurut Prof. Ahmad Syalabi, Penaklukan militer di zaman Umayyah mencakup front
tiga penting, yaitu sebagai berikut:
1.
Front melawan bangsa Romawi di Asia kecil dengan sasaran utama pengepungan
ke Ibukota Konstantinopel, dan peneyrangan ke pulau-pulau di laut tengah.
2.
Front Afrika Utara. Selain menundukkan derah hitam Arfika, pasukan Muslim juga
menyebrangi selat Gibraltar, lalu masuk ke Spanyol.
3.
Front timur menghadapi wilayah yang sangat luas, sehingga operasi ke jalur
ini dibagi menjadi dua arah. Yang satu
menuju utara ke daerah-daerah di seberang sungai Jihun (Amudarya). Sedangkan
yang lainnya ke arah selatan menyusuri Syin, wilayah India bagian Barat.
Saat-saat
yang paling mengesankan dalam ekspansi ini ialah terjadi pada paruh pertama
dari seluruh masa Kekhalifahan Bani Umayyah, yaitu ketika kedaulatan dipegang
oleh Muawiyyah bin Sofyan dan tahun-tahun terkahir dari zaman kekuasaan Abdul
Malik. Diluar masa-masa tersebut, usaha-usaha penaklukan mengalami degradasi atau
hanya mencapai kemenangan-kemenangan yang sangat tipis.
Pada masa
pemerintahan Muawiyyah diraih dalam kemajuan besar dalam perluasan wilayah,
meskipun pada beberapa tempat masih bersifat rintisan. Peristiwa
paling mencolok ialah keberaniannya mengepung kota Konstantinopel melalui
suatu ekspedisi yang di pusatkan di
kota pelabuhan Dardanela, setelah terlebih dahulu menduduki pulau pulau
di Laut Tengah seperti Rodhes, Kreta, Cyprus, Sicilia dan sebuah pulau yang
bernama Award, tidak jauh dari ibukota RomawiTimur itu. Di belahan timur, Muawiyyah berhasil menaklukkan Khurasan sampai ke sungai
Oxus dan Afghanistan.
Ekspansi ke
Timur yang telah dirintis oleh Muawiyyah, lalu disempurkan oleh Khalifah Abdul Malik. Dibawah komando gubernur Irak, Hajjaj bin Yusuf, tentara kaum
Muslimin menyeberangi sungai Amudaria dan mmenundukan Balk, Bukhoro, Khawarizm,
Fargana, Samarkhand, pasukan Islam juga melalui Makron masuk ke Balukhistan,
Syin dan Punjab sampai ke Multan, Islam menginjakkan kakinya untuk pertama
kalinya di bumu India.
Kumudian
tiba masa kekuasaan Al Walid I yang disebut-sebut sebagai masa kemenangan yang
luas. Pengepungan yang gagal atas kota Knstantinopel di zaman Muawiyyah,
dihidupkan kembali denagn memberikan pukulan-pukulan yang cukup kuat. Walaupun
cita-cita untuk menundukkan ibukota Romawi tetap saja belum berhasil, tetapi tindakan itu sedikit banyak berhasil menggeser kapal batas pertahanan
Islam lebih jauh ke depan, dengan menguasai basis-basis militer kerajaan Romawi
di Mar’asy dan ‘Amuriah.
Prestasi yang lebih besar dicapai oleh Al-Walid I ialah di front Afrika Utara sekitarnya. Setelah segenap tanah Afrika
bagian Utara diduduki, pasukan Muslim di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad
menyebrangi selat Gibraltar masuk ke Spanyol. Lalu ibukotanya, Cordova segera
dapat di rebut, menyusul kemudian kota-kota lain seperti Sevilla, Elvira dan
Toledo. Gubernur Musa bin Nushair kemudian menyempurnakan penaklukan atas Tanah
Eropa ini dengan menyisir kaki Pegunungan Pyrenia dan menyerang Carolingian
Prancis.
Berikut
kemajuan-kemajuan semasa Dinasti Umayyah berdasarkan bidangnya masing-masing:
1.
Bidang
Kemiliteran
Setelah
mengukuhkan kedudukannya didalam negri, Muawiyah menganut kebijakan luar negeri
yang kuat. Perluasan kekuasaan muslim yang besar terjadi dibawah
kepemimpinannya. Dia adalah organisator ulung bagi kemenangan-kemenangan.
Menurut Prof. Hitty, pemerintah Muawiyah tidak hanya membuktikan konsolidasi,
tetapi peluasan wilayah kekhalifahan. Pada masa kekhalifahan Muawiyah, kemajuan
besar diperoleh di Timur. Orang-orang dari Heart memberontak, dan mereka
ditindas pada tahun 661 M. Dua tahun kemudian Kabul juga diserbu.
Operasi-operasi yang sama dilancarkan terhadap Ghazna, Balk, dan Kndahar serta
benteng-benteng lainya. Pada tahun 667 M Bukhara direbut, dan dua tahun
kemudian Samarkhand dan Tirmid diduduki. Di Timur jauh, tentara muslim hanya di
bawah pimpinan Mahalib, anak Abu Sufra, maju sampai ketepi sungai Indus.
Demkian Muawiyah menggabungkan seluruh wilayah Asia Tengah sampai ke
daerah-daerah pinggiran Anak Benua Indo-Pakistan ke dalam kekuasaanya. Muawiyah
tidak hanya menjadi bapak suatu dinasti, tetapi juga pendiri kedua setelah
Umar.
Invasi
pertama ke Afrika Utara di lakukan pada masa kekhalifahan Umar. Dibawah Usman,
kekuasaan-kekuasaan Arab telah maju sampai ke Barce. Setelah kekalahan
Gregorius, prefektus, Bizantium, dalam pertempuran yang patut dikenang tidak
jauh dari Carthago kono, bangsa Romawi membayar upeti tahunan kepada bangsa
Arab yang kemudian menarik diri dari negri itu dengan hanya meninggalkan
Garnizun-garnizun kecil disana-sini.
Gubernur-gubernur
Romawi menduduki kembali wilayah-wilayah yang ditinggalkan itu, tetapi
penindasan-penindasan dan pemerasan-pemerasan mereka tidak tertahankan sehingga
tidak lama kemudian para penduduk asli menyerbu bangsa Arab untuk membebaskan
mereka dari penindasan orang-orang Bizantium. Muawiyah meluluskan seruan mereka
itu, dan suatu pasukan dibawah pimpinan Uqbah yang terkenal, anak nafe,
menyerang Ifrikia, mematahkan semua perlawanan, menundukkan negri itu menjadi
jajahan Arab.[10]
2.
Sistem
Sosial
Terdapat
empat kelompok masyarakat, yakni Arab Muslim. Mawalli, non Muslim, dan
kelompokm Arab-Muslim menduduki kelas sosial tertinggi di sebabkan karena
mereka sebagai kelompok pendatang yang berkuasa, juga di karenakan sistem
aristokrasi. Namun pada prinsipnya mereka semua mendapat perlindungan hak-hak
secara penuh sehingga mereka dapat hidup dengan tenang dan damai. Perbedaan
yang menonjol adalah dalam hal beban kewajiban pajak. Hampir di katakan tidak
ada perselisihan antaragama. Yang muncul perselisihan antarsuku. Contohnya
kelompok Mudariyah dengan kelompok Arab Himyariyah.
3.
Kemajuan
Arsitektur
Penguasa
Dinasti Umayyah pada umumnya mahir dalam seni arsitektur, mereka mencurahkan
perhatiaanya demi kemajuan bidang ini hasilnya adalah ssejumlah bangunan megah,
Masjid Baitul Maqdis di Yerussalem, yangn terkenal dengan kubah batunya (qubah
al-sakhra) didirikan pada masa Abdul Malik pada tahun 691 M. Ia adalah
masjid pertama yang di tutup kubah di atasnya. Dan juga masjid al Aqsa yang
tidak kalah tinggi arsiteknya sebuah masjid terindah yang terdapat di Damaskus
yang didirikan oleh Walid bin Abdul Aziz. Ia juga
merehap masjid Madinah antara beberapa monument peninggalan Umayyah yang
terkenal adalah istana Qusayr Amrah. Istana ini
terbuat dari batu kapur yang berwarna kuning kemerah-merahan.
4.
Bidang Politik
Dalam bidang
politik, Bani Muawiyyah menyusun tata pemerintahan yang sama sekali baru. Guna
untuk memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan administrasi kenegaraan yang
semakin kompleks. Selain mengangkat majelis penasehat sebagai pendamping,
khalifah Bani Umayyah dibantu oleh beberapa orang “Al Kuttab” (sekretaris) untuk membantu
dalam pelaksanaan tugas, yang meliputi:
a.
Kartib Ar-Rasail, yaitu sekertaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan
surat menyurat dengan pembesar-pembesar setempat.
b.
Kattib al
Kharraj, sekertaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan pemasukan dan
penerimaan negara.
c.
Katib al
Jundi, yaitu sekertaris yang bertugas menyelenggarakan hal-hal yang berkaitan
dengan ketentaraan.
d.
Katib
as-Syurtah, yaitu sekertaris yang bertugas menyelenggarakan pemeliharaan
keamanan dan ketertiban.
e.
Katib al
Qudat, yaitu sekertaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui
badan-badan peradilan dan hakim setempat.
D.
MASA
KEMUNDURAN BANI UMAYYAH
Meskipun kejayaan telah diraih oleh Bani
Umayyah ternyata tidak bertahan lebih lama, dikarenakan kelemahan-kelemahan
internal dan semakin kuatnya tekanan dri pihak luar.
Menurut Dr.
Badri Yatim, ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Umayyah lemah dan
membawanya pada kehancuran, yaitu sebagai berikut:
1.
Sistem
pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah suatu yang baru bagi tradisi
Arab yang lebuh menentukan aspek senioritas, pengaturannya tidak jelas.
Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan
yang tidak sehat dikalangan anggota keluarga istana.
2.
Latar
belakang terbentuknya Dinasti Umayyah tidak dapat dipisahkan dari berbagai
konflik politik yang terjadi di masa Ali bin Abi Thalib. Sisa-sisa Syi’ah (para
pengikut Ali) dan Khawarij terus terjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka
seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa
pertengahan kekuasaan Dinasti Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini
banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3.
Pada masa
kekuasaan Dinasti Umayyah, pertentangan etnis antara Suku Arabia Utara (Bani
Qais) dan Arab Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam
semakin runcing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Dinasti Umayyah
mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu,
sebagian besar golongan Timur lainnya merasa tidak puas karena status Mawali
itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab
yang diperhatikan pada masa Bani Umayyah.
4.
Lemahnya
pemerintah daulah Dinasti Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di
lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat
kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Di samping itu, sebagian besar
golongan awam kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama
sangat kurang.
5.
Penyebab
langsung runtuhnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah munculnya kekuatan baru
yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas bin Abbas Al-Muthalib. Gerakan ini
mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah, dan kaum Mawali
yang merasa dikelasduakan oleh pemerintah Dinasti Umayyah.
Beberapa
penyebab tersebut muncul dan menumpuk menjadi satu, sehingga akhirnya
mengakibatkan keruntuhan Dinasti Umayyah, disusul dengan berdirinya kekuasaan
orang-orang Bani Abbasiyyah yang mengejar-ngejar dan membunuh setiap orang dari
Dinasti Umayyah yang dijumpainya.
Demikianlah,
Dinasti Umayyah pasca wafatnya Umar bin Abdul Aziz yang berangsur-angsur
melemah. Kekhalifan sesudahnya dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang
melemahkan dan akhirnya hancur. Dinasti Bani Umayyah diruntuhkan oleh Dinasti
Bani Abbasiyyah pada masa khalifah Marwan bin Muhammad (Marwan II) pada tahun
127 H/744 M.[11]
BAB II
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Masa
kekhalifahan Bani Umayyah yang hanya berumur 89 tahun yaitun di mulai pada masa
Muawiyyah bin Abu Sofyan ini banyak mengalami kemajuan perkembangan yang cukup
pesat.
Pada masa
Muawiyyah bi Abu Sofyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah
Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib di lanjutkan kembali.
Ekspansi ke
Barat secara besar-besaran di lanjutkan di zama Al-Walid bin Abdul Malik. Masa
pemerintahan Al Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran, dan ketertiban.
B.
Kritik Dan
Saran
Demikian makalah yang kami susun,
semoga dapat memberikan manfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca
umumnya. Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah
kami.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Al-Usyairi, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad
XX,
Jakarta Akbar, 2006
Dr. Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam.
Hasan Ibrahim Hasan, (1995), Sejarah
dan Kebudayaan Islam, terjemah, Jahdan
Ibn Human (Yogyakarta; Kota Kembang)
Ma’ruf Misbah, (1994), Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang: CV.
Wicaksana)
Maidir Harun dan
Firdaus, (2002), Sejarah Peradaban Islam, (Padang: IAIN-IB
Press), jilid 1, Cet ke-2
Maidir Harun dan
Firdaus, (2002), Sejarah Peradaban Islam, (Padang: IAIN-IB
Press), jilid 1, Cet ke-2,
Moh. Nurhakim, (2003), Sejarah & Peradaban Islam,
(Malang: UMM Press)
Samsul Munir Amin, (2010), Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah)
Syed Mahmudunnasir, Islam konsep
dan Sejarahnya (Bandung: Rosda Karya)
[1] Maidir
Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, (Padang: IAIN-IB
Press, 2002), jilid 1, Cet ke-2, hlm. 83
[2] Hasan
Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, terjemahan, Jahdan Ibn
Human, (Yogyakarta; Kota Kembang. 1995), hlm.62
[3] Ahmad Al-Usyairi, Sejarah
Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Jakarta Akbar, 2006, hlm. 181.
[4] Dr. Fatah Syukur, Sejarah
Peradaban Islam. hlm. 69.
[5] Moh. Nurhakim, Sejarah
& Peradaban Islam, (Malang: UMM Press, 2003), hlm. 53.
[6] Samsul Munir Amin, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta: AMZAH, 2009), hlm. 118.
[7] Ibid, 120.
[9] Maidir Harun
dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, (Padang: IAIN-IB Press,
2002), jilid 1, Cet ke-2, h. 84
Tidak ada komentar:
Posting Komentar