BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Secara Geografis wilayah Filipina
terbagi dalam dua wilayah Kepulauan besar, yaitu gugusan kepulauan, Luzon di
sebelah Utara dan gugusan kepulauan Mindanao di sebelah Selatan. Minoritas Muslim
Filipina atau lebih dikenal Muslim Moro atau bangsa Moro adalah komunitas Muslim
yang mendiami Kepulauan Mindanao suku serta gugugsannya di Filipina Selatan.
Islam di Filipina pada awalnya tidak mendapatkan tantangan dan hambatan, namun
setelah Spanyol masuk dan mendirikan kekuasaannya di Filipina diiringi oleh
Amerika dan Jepang. Islampun mengalami tantangan dan hambatan yang sama
beratnya.
Proses
masuknya Islam di Filipina menghadapi jalan yang tidak mulus, berliku dan harus
menghadapi rintangan dan hambatan dari dalam maupun luar negeri. Imbasnya, pada
awal tahun 1970-an islam di Filipina merupakan komunitas minoritas dan tinggal
di beberapa daerah dan pulau khusus. Dengan suatu konsekuensi bagi kaum
minoritas Islam berseberangan dengan kepentingan pemerintah, hingga timbullah
konflik yang berkepanjangan antara pemerintah dan komunitas Muslim.
B.
Rumusan
Masalah
- Bagaimana
Sejarah Masuknya Islam di Filipina ?
- Bagaimana
Perkembangan Masyarakat Islam di Filipina ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Masuknya Islam di Filipina
Islam di asia menurut Hamid A. Rabie
dalam Islam sebagai kekuatan Internasional mempunyai tiga bentuk penyebaran :
1.
Penyebaran Islam
melahirkan mayoritas penduduk
2.
Kelompok minoritas
Islam
3.
Kelompok negara
Islam tertindas.
Selebihnya
Hamid mencantumkan bahwa Islam di Filipina merupakan salah satu kelompok
minoritas di antara negara lain. Statistik demografi pada tahun 1977
menyebutkan masyarakat Filipina berjumlah 44.300.000 jiwa, sedangkan jumlah
masyarakat Muslim 2.348.000 jiwa dengan persentase 5,3% dengan unsur dominan
komunitas Mindanao dan Mongondinao. Hal itu pastinya tidak lepas dari sejarah
latar belakang Islam di negeri Filipina. Bahkan, bukan hanya penjajahan,
melainkan juga konflik internal yang masih berlanjut sampai saat ini.[1]
Negara
Filipina wilayahnya dibagi menjadi tiga kelompok pulau yaitu : Luzon, Visayas
dan Mindanao. Kemudian dibagi menjadi 17 Region, 80 provinsi, 120 kota, 1.511 Munisi palitas dan 42.008
distrik. Seluruh 80-an provinsi itu dikelompokkan pula menjadi 17 wilayah
(Region) untuk kemudahan administratif. Kebanyakan kantor pemerintahan memiliki
kantor regional untuk melayani provinsi-provinsi di dalamnya. Wilayah ini tidak
memiliki pemerintah lokal yang terpisah, kecuali Mindanao Muslim dan wilayah
Administratif Cordillera, yang memiliki otonomi sendiri. Sejak masuknya Spanyol
ke Filipina pada tanggal 16 maret 1521, penduduk pribumi Muslim telah
mencium adanya maksud lain di balik ekspedisi ilmiah Ferdinand de Magelhans
ketika kolonial Spanyol menaklukkan wilayah Utara dengan mudah dan tanpa
perlawanan berarti tidak demikian halnya dengan wilayah Selatan, Sulu, Min
danao, Cotabato, dan Lanao Selatan. Mereka menemukan penduduk wilayah Selatan
melakukan perlawanan sangat gigih, berani dan pantang menyerah. Tentara
kolonial Spanyol harus bertempur mati-matian untuk mencapai Mindanao, Sulu
(Kesultanan Sulu takluk dengan Spanyol tahun 1876 M) mereka juga menghabiskan
lebih dari 375 tahun masa kolonialisme dengan perang berkelanjutan melawan kaum
muslim. Walaupun demikian, kaum muslim tidak pernah dapat ditundukkan secara
total. Minimal semangat juang, kultur dan agama mereka. Masa kolonial Spanyol
menerapkan politik devide and rule (pecah
belah dan kuasai) serta mision sacre (misi kristenisasi) terhadap orang-orang
Islam. Bahkan orang-orang Islam di distikmatisasi
(diberi julukan yang berkonotasi buruk) yaitu sebagai "moor" (Moro),
artinya orang yang buta huruf, jahat tidak bertuhan dan tukang bunuh. Padahal
perlawanan bangsa Moro melawan penjajah itu dalam kerangka jihad fisabilillah.
Perjuangan menentang kolonialisme adalah perlawanan untuk melindungi integritas
teritorial dan independensi (dar al-Islam) di mana Mindanao dan Sulu adalah
wilayah kekuasaan Melayu Muslim. Sejak saat itu julukan Moro melekat pada
orang-orang Islam.[2]
Sejarah
masuknya Islam di Filipina tidak dapat dilepaskan dari kondisi Sosio Cultural wilayah
tersebut sebelum kedatangan Islam, Filipina adalah sebuah wilayah yang dikuasai oleh
kerajaan-kerajaan. Islam dapat masuk dan
diterima dengan baik oleh penduduk setempat setidaknya karena ajaran Islam dapat
mengakomodasi berbagai tradisi yang telah mendarah daging di hati mereka. Para ahli sejarah menemukan bukti abad ke-16
dan abad ke-17 dari sumber-sumber Spanyol tentang keyakinan agama penduduk Asia
Tenggara termasuk Luzon, yang merupakan
bagian dari negara Filipina saat ini, sebelum kedatangan Islam. Sumber-sumber tersebut memberikan penjelasan
bahwa sistem keyakinan agama yang sangat dominan ketika Islam datang pada abad
ke-14 sarat dengan berbagai upacara dan pemujaan untuk orang yang sudah
meninggal. Hal ini jelas sekali tidak
sejalan dengan ajaran Islam yang menentang keras penyembahan berhala dan
polietisme. Namun tampaknya Islam dapat memperlihatkan mereka bahwa agama ini
memiliki cara tersendiri yang menjamin
arwah orang yang meninggal dunia berada dalam keadaan tenang, yang ternyata dapat mereka terima.[3]
Islam
masuk ke wilayah Filipina Selatan, khususnya kepulauan Sulu dan Mindanao pada
tahun 1380. Orang pertama yang memperkenalkan Islam ke Sulu adalah Tuan
Mashaika yang diduga telah sampai di Sulu pada abad ke-13. Keturunannya
kemudian menjadi inti komunitas Muslim di Sulu. Berikutnya yang datang
menyebarkan Islam di Sulu adalah ulama Arab bernama Karimul Makhdum pada abad
ke-14. Ia diterima dengan baik oleh
komunitas Muslim Buansa. Aktivitas keagamaan yang digunakannya memperkuat
pertumbuhan komunitas Islam yang dibentuk oleh pendahulunya Tuan Mashaika.
Pada
awal abad ke-15 penyebaran Islam lainnya datang ke Sulu, yaitu Raja baginda
menurut catatan sejarah Raja baginda adalah seorang pangeran dari minangkabau
menurut cerita ketika ia baru tiba di kepulauan Sulu masyarakat setempat
bermaksud mengharamkan kapalnya, namun sikap mereka secara dramatis berubah
ketika mereka tahu bahwa baginda seorang muslim di sini menjadi patut dicatat
bahwa proses Islamisasi sudah mencapai tahap di mana menjadi muslim utama
menjadi paspor untuk dapat diterima dalam sebuah komunitas. Sumber lain
menyebutkan bahwa raja baginda tiba di kepulauan Sulu 10 tahun setelah berhasil
menyebarkan Islam di kepulauan Zamboanga dan Barsilan. Atas asal kerja kerasnya
Kabungsu wan Mangindanao, raja terkenal dari Mangindanao, memeluk Islam. Islam
kemudian tersebar ke pulau Lanao dan bagian utara Zamboanga serta daerah pantai
lainnya. Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina semuanya berada di bawah
kekuasaan pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar Datu atau Raja. Dari sinilah
awal peradaban Islam di wilayah ini mulai dirintis. Pada masa itu sudah dikenal
sistem pemerintahan dan kodifikasi hukum yaitu Manguindanauo Code of Law atau
luaran yang didasarkan atas Minhaj dan Fath al-Qarrib al-Intifa dan Mirat
al-Thullab. Satu hal yang patut dicatat adalah bahwa raja baginda yang
mengembara bersama dengan pengikutnya berhasil memperkenalkan unsur politik ke
dalam proses islamisasi. Ia bahkan menunjuk menantunya Syarief Abu Bakar,
seorang ulama Arab untuk melanjutkan misinya dalam penyebaran islam.
Syarif
Abu Bakar merupakan orang Arab kedua yang datang menyebarkan Islam ke Sulu pada
tahun 1450. Ia mencapai Sulu melalui Palembang dan Brunei. Ia diangkat oleh
Raja Baginda sebagai Kadi dan Imam. Syarief Abu Bakar memperkuat kekuasaan
politik dengan memperkenalkan sistem politik kesultanan, di mana ia sendiri
bertindak selaku sultan pertama di kesultanan itu. Pada 30 tahun pertama
pemerintahannya ia berhasil membangun sejumlah masjid dan madrasah. Ia juga
berhasil mengIslamkan orang Buranun, satu suku masyarakat pegunungan di Sulu.
Penyebaran
islam di Mangindanao dan Lanao pada umumnya dikaitkan dengan Syarif Kabung
suwan. Ia diduga sampai di Mindanao pada awal abad ke-16. Sama halnya dengan Raja Baginda, ia juga
seorang pangeran yang datang bersama para pengawal dan pengikutnya. Ketika ia
berlabuh di sungai pulangi, ia sudah menemukan komunitas Muslim di wilayah ini
mereka kemudian membangun kota Cotabato dan Manguindanao (Silangan). Ekspansi
Islam ke Lanao tak dapat dipisahkan dari upaya bersama yang dilakukan oleh Raja
Kabungsuwan dan sejumlah keluarga penguasa daerah itu, termasuk keluarga
kerajaan Sulu, Borneo dan Ternate. Sementara itu, Islam di Luzon datang melalui
Brunei. Dilaporkan bahwa salah seorang keluarga bangsawan Brunei menikah dengan
anak bangsawan Luzon.
Jadi
kesimpulan pemakalah, dengan demikian, setakat ini terlihat bahwa proses Islamisasi
dilakukan oleh para ulama dan pedagang yang menikah dengan wanita lokal,
melahirkan generasi Muslim yang pada gilirannya membentuk komunitas Muslim.
Sosok pemimpin politik Muslim datang belakangan dan memperkenalkan sistem
politik Islam, pendidikan, hukum dan institusi Islam. Karena itu, proses Islamisasi
tidak hanya terbatas pada aspek ideologi dan hukum semata tetapi sekaligus
meliputi bidang pendidikan dan politik. Juga terlihat adanya aliansi antara
keluarga kerajaan Sulu, Manguindanao, Lanao, Borneo dan Maluku dalam memperkuat
syiar dan kesadaran Islam dalam masyarakat Filipina Selatan.[4]
B. Proses
Berkembanganya Islam di Filipina
Secara
umum, gambaran masuknya Islam di Filipina melalui beberapa fase, dari
penjajahan sampai masa modern yaitu sebagai berikut :
1. Masa
Kolonial Spanyol
Filipina
pernah dijajah oleh Spanyol dan Amerika Islam sudah berkembang di Filipina
ketika kolonial Spanyol datang menjajah Filipina pada 16 Maret 1521. Kesultanan
Sulu yang berdiri tahun 1456, saat itu telah berusia 71 tahun. Ketika Legafzi
sampai di tahun 1565, kesultanan ini sudah berumur 115 tahun. Jelas aja Islam
menjadi sandaran dan acuan, sekaligus menjadi identitas mereka dalam melawan
pihak kolonial.
Pasukan
Spanyol masuk ke Filipina dan menyerang dari arah selatan akibatnya kesultanan
Manila jatuh ke tangan Spanyol pada tahun 1570, sedangkan kesultanan Muslim
lainnya di Mindanao dan Sulu dapat mempertahankan wilayahnya. Muslim Mindanao
dan Sulu berbeda dengan wilayah utara yang mudah ditaklukkan tanpa perlawanan
berarti melakukan perlawanan sangat gigih terhadap Spanyol. Tentara kolonial
Spanyol harus bertempur mati-matian kilometer demi kilometer untuk mencapai
Mindanao-Sulu (Kesultanan Sulu takluk tahun 1876). Mereka juga menghabiskan
lebih dari 375 tahun masa kolonialisme dengan perang berkelanjutan melawan kaum
Muslim. Walaupun demikian, kaum Muslim tidak pernah dapat ditundukkan secara
total.[5]
2. Masa
Hegemoni Amerika Serikat
Sekalipun
gagal menundukkan mindanao dan Sulu, Spanyol tetap menganggap kedua wilayah itu
sebagai bagian dari teritorialnya, secara sepihak, Spanyol menjual Filipina
kepada Amerika Serikat seharga US$ 20 juta pada tahun 1858 M melalui Traktat
Paris. Amerika datang ke Mindanao dengan menampilkan diri sebagai seorang
sahabat yang baik dan dapat dipercaya. Inilah karakter Amerika sebenarnya pada
abad ini. Hal ini dibuktikan dengan ditandatangani nya Traktat Bates 20 agustus
1898 M yang menjanjikan kebebasan beragama, kebebasan mengungkapkan pendapat,
kebebasan mendapat pendidikan bagi bangsa Moro. Padahal, traktat tersebut hanya
taktik mengambil hati orang-orang Islam agar tidak memberontak. Hal ini karena,
pada saat yang sama Amerika tengah disibukkan dengan pemberontakan kaum
revolusioner Filipina utara pimpinan Emilio Aguinaldo.
3. Masa
Peralihan
Pada
tahun 1935, ketika pemerintahan persemakmuran Filipina terbentuk sebagai hasil
kesepakatan perjanjian antara Amerika Serikat dan perjanjian nasionalis
Filipina Manuel Quezon (presiden terpilih 1935-1944), menyatakan pada
masyarakat Moro bahwa mereka para Sultan dan Datu tidak lagi memiliki tempat
pada pemerintahan baru ini dan hukum nasional akan diberlakukan pada setiap
warga negara tanpa melihat agamanya.
Pernyataan
Quezon itu menimbulkan reaksi keras di masyarakat Moro yang selalu menganggap
diri mereka sebagai bangsa yang sendiri terlepas dari Filipina. Kemudian
sekitar 100 lebih datuk dari suku Mindano mengirim surat kepada Presiden
Amerika Serikat Franklin Delano Rooseveli mereka menyatakan ingin dipisahkan
dari pemerintahan persemakmuran tersebut dan lebih memilih dibawah perlindungan
Amerika Serikat sampai mereka mampu membentuk pemerintah sendiri. Namun hingga
Filipina memperoleh kemerdekaan pada tanggal 4 juli 1946 tuntutan bangsa Moro
tersebut tidak terwujud. Bahkan sikap pemerintah Filipina yang men diskriminasi
kan bangsa Moro semakin nyata.[6]
4.
Masa Pasca
Kemerdekaan hingga Sekarang
Kemerdekaan
yang didapatkan Filipina (1946) dari Amerika Serikat ternyata tidak memiliki
arti khusus bagi bangsa Moro. Hengkangnya A.S dari Filipina ternyata memunculkan
penjajah lainnya (pemerintah Filipina) terkenal semakin terasa hebat dan murah
ketika Ferdinand Marcos berkuasa (1956-1986). Dibandingkan dengan masa
pemerintahan semua presiden Filipina dari Jose Rizal sampai Fidel Ramos maka
masa pemerintahan Ferdinand Marcos merupakan masa pemerintahan paling refresif
bagi bangsa Moro. Pembentukan Muslim Independent Movement (MIM) pada 1968 dan
Moro Liberation Front (MLF) pada 1971 tak bisa dilepaskan dari sikap politik
Marcos yang lebih dikenal dengan Presidential Proclamation No. 1081 itu. Namun
patut dicatat, pada masa ini perjuangan bangsa Moro memasuki babak baru dengan
dibentuknya front perlawanan yang lebih terorganisir dan maju, seperti MIM,
Anshar-el-islam, MNLF, MILF, MNLF-Reformis, BMIF. Namun pada saat yang sama
juga sebagai masa terpecahnya kekuatan bangsa Moro menjadi faksi-faksi yang
melemahkan perjuangan mereka secara keseluruhan.
Kebijakan
umum pemerintah Filipina terhadap kaum Muslim pada dasarnya tidak berubah,
hanya berbeda intensitasnya dari satu presiden ke presiden lainnya. Pemerintah
Manila mempunyai empat titik pandang terhadap kaum Muslim. Pertama, pemerintah
masih memegang pandangan kolonial yaitu "Moro yang baik" adalah Moro
yang mati. Kedua, kaum Muslim adalah warga kelas dua di Filipina. Ketiga, kaum
Muslim adalah penghambat pembangunan. Keempat, masalah Moro adalah masalah
integrasi yaitu bagaimana mengintegrasikan mereka dalam arus utama (main
stream) tubuh politik nasional. Oleh karena itu strategi umum pemerintah
terhadap kaum Muslim adalah mengintegrasikan kaum Muslim, ke dalam proses
demokrasi nasional. Semua program pembangunan pemerintah yang ditujukan kepada
kaum Muslim pada dasarnya dikaitkan dengan falsafah integrasi dan asimilasi
kaum Muslim pada budaya nasional (Kristen Katholik).[7]
5. Para
Da'i Pertama yang menyebarkan Islam di Filipina
Berikut
ini terdapat 6 orang dari pertama yang mempunyai peranan paling besar dalam penyebaran
Islam di Filipina dan sekitarnya :
a.
Syarif Auliya, Syarif
Auliya dipandang sebagai salah satu dari Islam pertama yang datang ke
Mangindanao dan daerah lainnya di mana ia menyebarkan Islam dan menikah di
sana. Dari istrinya yang merupakan seorang putri yang diberi gelar
"Paraisuli". Kemudian ia kembali ke tempat dimana ia datang dari
Melayu.
b.
Syarif Maraja (Mahraj),
Beliau datang setelah berangkatnya Syarief Auliya dan menikah dengan putrinya
Paraisuli dan darinya mendapatkan dua orang putra yaitu Tabunawi dan Mamalo
yang keduanya dijumpai oleh Syarif Muhammad bin Ali Zainal Abidin.
c.
Syarif Makhdum
Ishaq, Yang bergelar "Uluwwul Islam" bin Ibrahim Asmoro dianggap
sebagai salah satu dari 6 Da'i pertama yang menyebarkan Islam di Filipina dan
juga dianggap sebagai salah satu dari Wali Songo yang menyebarkan Islam di
Jawa.
d.
Syarif Zainal
Abidin, Syarif Ahmad bin Ali Zainal Abidin diumumkan sebagai penguasa
Mangindanao berdasarkan kesepakatan, kesenangan, dan keputusan yang tetap dari
penduduknya.
e.
Syarif Muhammad
bin Ali (Kabungsuwan), adalah
seorang Arab Melayu yang menyebarkan agama Islam di Filipina selatan dan mendirikan Kesultanan
Maguindanao pada
tahun 1515. Menurut tradisi Maguindanao, Muhammad Kabungsuwan
adalah anak dari Syarif Zainal Abidin, seorang keturunan Arab yang menetap di
Johor, dengan salah seorang putri dari Sultan Johor.Mereka memiliki tiga orang
anak: Ahmad yang berdakwah ke Brunei,
Alawi yang berdakwah ke Sulu, serta yang termuda Muhammad Kabungsuwan.
f.
Syarif Abu Bakar, Syarif Abu Bakar termasuk
salah satu dari Da'i besar. Ia pergi ke Mekah untuk memperoleh ilmu-ilmu
keislaman di sana. Setelah kembali ia mulai menyebarkan Islam sebagaimana yang
dipelajari nya dari Makhdum Ishaq.[8]
6. Kebangkitan
Islam di Filipina
Setelah
Islam terpojok dalam kancah berpolitik bangsa Filipina di tengah jajahan bangsa
lain, maka akhirnya perkembangan pemikiran umat Islam Filipina mampu bangkit
dengan 2 interpretasi :
Pertama,
karena pandangan logika yang dipegang oleh anggota MLNF yang merupakan
minoritas Muslim Filipina MNLF menyerukan pentingnya menegakkan apa yang mereka
sebut dengan negara atau bangsa Moro.
Kedua,
karena pandangannya dipegang oleh bangsa Muslim yang ingin memperkasai berbagai
perubahan dalam masyarakat Muslim lebih luas. Adapun faktor lain yang turut
menyumbang dalam kebangkitan Islam Filipina adalah karena didirikan beberapa
Universitas Swasta dan Negeri, pemberontakan masyarakat muslim Moro itu sendiri
sehingga mampu membangkitkan kesadaran dan kewaspadaan muslim, dan bertumbuhnya
kumpulan dan organisasi Islam, dan
banyak umat Islam yang menunaikan Haji dan pulangnya membangkitkan kesadaran
Islam mereka.[9]
Proses Islamisasi di Filipina
dihentikan oleh kedatangan Spanyol pada tahun 1567. Akibatnya Islam tidak
mempunyai kesempatan untuk berkembang secara penuh di Filipina kecuali di Filipina
Selatan. Kebangkitan Islam di Filipina Selatan ditandai dengan dua
interprestasi :
1.
Pandangan yang
radikal, dipegang oleh anggota MNLF yang merupakan minoritas dari Muslim di
Filipina. MNLF menyerukan pentingnya mengakkan apa yang mereka sebut dengan Negara
atau Bangsa Moro.
2.
Pandangan yang
moderat, yang dipegang oleh warga Muslim yang ingin memprakarsai berbagai
perubahan dalam masyarakat Muslim secara lebih luas.
Adapun faktor-faktor penyumbang
kebangkitan Islam adalah:
1.
Dibayarkannya
tunggakan perang Dunia II kepada beberapa Muslim yang memungkinkan mereka naik
haji dan kemudian membangkitkan kesadaran Islam mereka.
2.
Bertambahnya
perkumpulan dan organisasi Islam yang didukung oleh warga lokal maupun luar
negeri.
3.
Didirikannya
sekolah-sekolah tinggi di Universitas Swasta dan negeri di Negara ini yang
memberikan kelas dan kuliah dalam studi Islam.
4.
Pemberontakan Moro
yang telah mengakibatkan peningkatan kesadaran dan kewaspadaan di kalangan Muslim.
Diantara hal penting dalam
kebangkitan muslim Filipina adalah pemberontakan logis dan pemberlakuan
undang-undang darurat. Pemerintah Filipina memutuskan untuk mengambil tindakan
penyelesaian konflik. Dalam menghadapi upaya pemisahan diri umat Islam,
pemerintah nasional mengambil pendekatan bercabang 2 yakni konsolidasi meliputi
dialog terbuka dengan semua kelompok yang terlibat dalam pemberontakan untuk
membahas berbagai persoalan, diantaranya adalah :
1.
Pemerintah
regional dan otonom, dua pemerintahan ini diciptakan sebagai hasil dari Tripoli
Agreement yang di tandatangani oleh perwakilan perintah Filipina dengan MNLF
pada tahun 1976.
2.
Kementrian urusan
agama Islam, dengan bidang tugas
menerapkan kebijakan yang menjamin penyatuan Filipina Muslim kedalam masyarakat
Filipina secara keseluruhan dengan tetap menghormati keyakinan, adat istiadat ,
tradisi dan lembaga mereka sejalan dengan tujuan aspirasi nasional.
3.
Badan pengelola
perjalanan Haji di Filipina, dalam Dekrit Presiden No. 1302 dan di tandatangani
pada tahun 1978, badan ini memiliki kekuasaan untuk memprakarsai dan mengelola
semua segi program yang relevan bagi pelaksanaan Haji tahunan.
4.
Institut Studi
Islam Universitas Filipina. Dengan demikian Agama Islam di daerah Filipina ini
dapat dibagi dua kategori yang sebagian banyak menganut Islam, namun disebagian
lain banyak yang menganut Agama Kristen. Daerah yang paling banyak menganut Agama
Islam ialah Filipina Selatan dan Moro.
Islam pernah berjaya di Filipina
selama beberap dekade, bahkan sempat menjadi Agama mayoritas, hingga akhirnya
kini hanya tersisa sekitar 5,1 juta Muslim berdasarkan sensus 2010, atau 11
persen dari total keseluruhan populasi negara tersebut.
Islam sudah hadir di Filipina sebelum
kedatangan penjajah Spanyol dan Katolik Roma. Pada abad ke-14, pedagang Muslim
di Filipina memperkenalkan Islam di bagian selatan hingga menyebar ke utara
hingga Manila. Berabad-abad kemudian, Islam tetap menjadi bagian integral dari
sejarah dan budaya negara tersebut sampai penjajah Eropa menduduki wilayah ini.
Pernah menjadi negara mayoritas
Islam, Manila, Ibu Kota Filipina, memiliki beberapa peninggalan bersejarah
Islam. Saat ini, Filipina merupakan negara sekuler, dengan gaya hidup sebagian
besar masyarakatnya yang menjiplak seratus persen pada gaya hidup Amerika
Serikat, walaupun penduduk Kristen Filipina tetap menggunakan nama-nama
Spanyol. Berikut sejumlah jejak kejayaah Islam yang masih bertahan hingga kini
di Filipina:
1.
Masjid Syekh Karim
al-Makdum
Masjid yang terletak di Tubig
Indangan, Simunul, ini didaulat sebagai masjid tertua di Filipina. Masjid yang
berdiri pada 1380 M ini dibangun oleh Syekh Karim al-Makdum, saudagar Arab yang
datang dan berdakwah di daerah tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Asia Tenggara adalah sebutan untuk
wilayah daratan Asia bagian timur yang terdiri dari Jazirah Indo-Cina dan
kepulauan yang ada dilingkupi oleh Negara Indonesia dan Filipina. Islam masuk
ke Filipina sebelum penjelajah Spanyol menginjakkan kaki di tanah negeri ini.
Itu dibuktikan dengan adanya laporan seorang pengembara Cina pada zaman Dinasti
Yuan pada 1280-1368. Muslim di Filipina biasa dikenali dengan sebutan Moro.
Mereka umumnya berdiam di Pulau Mindanao, kepulauan Sulu, Palawan, Basilan, dan
pulau-pulau sekitarnya. Secara geografi gugusan pulau-pulau ini berada di
selatan Filipina, sedangkan bagian Utara adalah gugusan Kepulauan Luzon. Islam
masuk di Filipina tidak lama setelah Islam berkmbang di dunia Melayu. Islam
masuk ke wilayah Filipina khususnya kepulauan Sulu dan Mindanao pada 1380 M
yang di bawa oleh seorang tabib dan ulama Arab bernama Karimul al Makhadum dan
Raja Baguinda seorang pangeran dari Minagkabau. Perkembangan Islam di Filipina
awalnya tidak mengalami hambatan, namun setelah bangsa Spanyol, Amerika
memasuki Filipina dan menguasainya barulah Islam mengalami hambatan karena pada
saat itu Spanyol dan Amerika imgin memperoleh koloni baru dan menyebarkan agama
Kristen Katolik.
B. Saran
Adapun
dari pembahasan makalah ini kami memperhatikan beberapa hal yang menjadi pokok
pembahasan kami di mana hal itu telah dibahas dalam makalah ini nomor ada hal
lain yang belum kamu jelaskan dalam makalah ini yaitu tentang bagaimana cara
para dai menyebarkan islam ke wilayah Filipina selain dari jalur perdagangan
dan perkawinan di mana telah disebutkan adanya 6 mendaki pertama yang menyebarkan
Islam membaca dapat membalas lebih rinci lagi bagaimana cara mereka menyebarkan
islam di wilayah Filipina.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Asep Ahmad
Hidayat, M. Ag, Samsuddin, M. Ag, Dadan Rusmana, M. Ag, dan Ajid Hakim, M. Ag.
2013. Studi Islam Di Asia Tenggara.
Bandung: PUSTAKA SETIA.
H. Abd. Ghofur, M.
Ag. 2019. Handout Mata Kuliah Sejarah
Islam Asia Tenggara. Riau: Fakultas Ushuluddin Uin Suska Riau.
Antony Ried. 2004.
Sejarah Modern Awal Asia Tenggara.
Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.
Dr. Hj. Helmiati,
M. Ag. 2011. Sejarah Islam Asia Tenggara.
Pekanbaru: ZANAFA PUBLISHING.
Drs. H. Suhaimi,
M.Ag. 2018. Perkembangan dan Respons
Pemerintah terhadap Islam di Asia Tenggara. Pekanbaru: CV Riau Creative
Multimedia.
Dr. Hj. Helmiati,
M.Ag. 2014. SEJARAH ISLAM ASIA TENGGARA.
Pekanbaru: LP2M UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU.
Hasan Al-Aydrus,
Muhammad. 1997. PENYEBARAN ISLAM DI ASIA
TENGGARA Asyraf Hadramaut dan Peranannya (kumpulan makalah SIAT PMT5I).
Jakarta: PT. LENTERA BASRITAMA.
Suhaimi. 2016. CAHAYA ISLAM DI UFUK ASIA TENGGARA (kumpulan
makalah SIAT PMT5I). Pekanbaru: Suska Press UIN SUSKA RIAU
[1] Drs. Asep Ahmad Hidayat, M. Ag,
Samsuddin, M. Ag, Dadan Rusmana, M. Ag, dan Ajid Hakim, M. Ag. Studi Islam Di Asia Tenggara. (Bandung:
PUSTAKA SETIA, 2013), hlm, 70.
[2] H. Abd. Ghofur, M. Ag. Handout Mata Kuliah Sejarah Islam Asia
Tenggara. (Riau: Uin Suska Riau, 2019), hlm, 42.
[3] Antony Ried. Sejarah Modern Awal Islam Asia Tenggara. (Jakarta: Pustaka LP3ES
Indonesia, 2004), hlm, 25.
[4] Dr. Hj. Helmiati, M. Ag. Sejarah Islam Asia Tenggara. (Pekanbaru:
ZANAFA PUBLISHING, 2011), hlm, 259.
[6] Drs. H. Suhaimi, M. Ag. Perkembangan dan Respons Pemerintah terhadap
Islam di Asia Tenggara. (Pekanbaru: CV Riau Creative Multimedia, 2018),
hlm, 82.
[7] Dr. Hj. Helmiati, M. Ag. SEJARAH ISLAM ASIA TENGGARA. (Pekanbaru:
LP2M UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU, 2014), hlm, 257
[8] Hasan Al-Aydrus, Muhammad. PENYEBARAN ISLAM DI ASIA TENGGARA Asyraf
Hadramaut dan Peranannya (kumpulan makalah SIAT PMT5I). (Jakarta: PT.
LENTERA BASRITAMA, 1997), hlm, 11.
[9] Suhaimi. CAHAYA ISLAM DI UFUK ASIA TENGGARA (kumpulan makalah SIAT PMT5I).
(Pekanbaru: Suska Press UIN Suska Riau, 2016), hlm, 12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar