Rabu, 25 Maret 2020

Perkembangan Islam di Fhilipina - Makalah SIAT


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Secara Geografis wilayah Filipina terbagi dalam dua wilayah Kepulauan besar, yaitu gugusan kepulauan, Luzon di sebelah Utara dan gugusan kepulauan Mindanao di sebelah Selatan. Minoritas Muslim Filipina atau lebih dikenal Muslim Moro atau bangsa Moro adalah komunitas Muslim yang mendiami Kepulauan Mindanao suku serta gugugsannya di Filipina Selatan. Islam di Filipina pada awalnya tidak mendapatkan tantangan dan hambatan, namun setelah Spanyol masuk dan mendirikan kekuasaannya di Filipina diiringi oleh Amerika dan Jepang. Islampun mengalami tantangan dan hambatan yang sama beratnya.
            Proses masuknya Islam di Filipina menghadapi jalan yang tidak mulus, berliku dan harus menghadapi rintangan dan hambatan dari dalam maupun luar negeri. Imbasnya, pada awal tahun 1970-an islam di Filipina merupakan komunitas minoritas dan tinggal di beberapa daerah dan pulau khusus. Dengan suatu konsekuensi bagi kaum minoritas Islam berseberangan dengan kepentingan pemerintah, hingga timbullah konflik yang berkepanjangan antara pemerintah dan komunitas Muslim.

B.     Rumusan Masalah
  1. Bagaimana Sejarah Masuknya Islam di Filipina ?
  2. Bagaimana Perkembangan Masyarakat Islam di Filipina ?








BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Masuknya Islam di Filipina
            Islam di asia menurut Hamid A. Rabie dalam Islam sebagai kekuatan Internasional mempunyai tiga bentuk penyebaran :
1.         Penyebaran Islam melahirkan mayoritas penduduk
2.         Kelompok minoritas Islam
3.         Kelompok negara Islam tertindas.
            Selebihnya Hamid mencantumkan bahwa Islam di Filipina merupakan salah satu kelompok minoritas di antara negara lain. Statistik demografi pada tahun 1977 menyebutkan masyarakat Filipina berjumlah 44.300.000 jiwa, sedangkan jumlah masyarakat Muslim 2.348.000 jiwa dengan persentase 5,3% dengan unsur dominan komunitas Mindanao dan Mongondinao. Hal itu pastinya tidak lepas dari sejarah latar belakang Islam di negeri Filipina. Bahkan, bukan hanya penjajahan, melainkan juga konflik internal yang masih berlanjut sampai saat ini.[1]
            Negara Filipina wilayahnya dibagi menjadi tiga kelompok pulau yaitu : Luzon, Visayas dan Mindanao. Kemudian dibagi menjadi 17 Region, 80 provinsi,  120 kota, 1.511 Munisi palitas dan 42.008 distrik. Seluruh 80-an provinsi itu dikelompokkan pula menjadi 17 wilayah (Region) untuk kemudahan administratif. Kebanyakan kantor pemerintahan memiliki kantor regional untuk melayani provinsi-provinsi di dalamnya. Wilayah ini tidak memiliki pemerintah lokal yang terpisah, kecuali Mindanao Muslim dan wilayah Administratif Cordillera, yang memiliki otonomi sendiri. Sejak masuknya Spanyol ke Filipina pada tanggal 16 maret 1521, penduduk pribumi Muslim telah mencium adanya maksud lain di balik ekspedisi ilmiah Ferdinand de Magelhans ketika kolonial Spanyol menaklukkan wilayah Utara dengan mudah dan tanpa perlawanan berarti tidak demikian halnya dengan wilayah Selatan, Sulu, Min danao, Cotabato, dan Lanao Selatan. Mereka menemukan penduduk wilayah Selatan melakukan perlawanan sangat gigih, berani dan pantang menyerah. Tentara kolonial Spanyol harus bertempur mati-matian untuk mencapai Mindanao, Sulu (Kesultanan Sulu takluk dengan Spanyol tahun 1876 M) mereka juga menghabiskan lebih dari 375 tahun masa kolonialisme dengan perang berkelanjutan melawan kaum muslim. Walaupun demikian, kaum muslim tidak pernah dapat ditundukkan secara total. Minimal semangat juang, kultur dan agama mereka. Masa kolonial Spanyol menerapkan politik devide and rule (pecah belah dan kuasai) serta mision sacre (misi kristenisasi) terhadap orang-orang Islam. Bahkan orang-orang Islam di distikmatisasi (diberi julukan yang berkonotasi buruk) yaitu sebagai "moor" (Moro), artinya orang yang buta huruf, jahat tidak bertuhan dan tukang bunuh. Padahal perlawanan bangsa Moro melawan penjajah itu dalam kerangka jihad fisabilillah. Perjuangan menentang kolonialisme adalah perlawanan untuk melindungi integritas teritorial dan independensi (dar al-Islam) di mana Mindanao dan Sulu adalah wilayah kekuasaan Melayu Muslim. Sejak saat itu julukan Moro melekat pada orang-orang Islam.[2]
            Sejarah masuknya Islam di Filipina tidak dapat dilepaskan  dari kondisi Sosio Cultural wilayah tersebut sebelum kedatangan Islam, Filipina adalah sebuah  wilayah yang dikuasai oleh kerajaan-kerajaan.  Islam dapat masuk dan diterima dengan baik oleh  penduduk  setempat setidaknya karena ajaran Islam dapat mengakomodasi berbagai tradisi yang telah mendarah daging di hati mereka.  Para ahli sejarah menemukan bukti abad ke-16 dan abad ke-17 dari sumber-sumber Spanyol tentang keyakinan agama penduduk Asia Tenggara termasuk Luzon,  yang merupakan bagian dari negara Filipina saat ini, sebelum kedatangan Islam.  Sumber-sumber tersebut memberikan penjelasan bahwa sistem keyakinan agama yang sangat dominan ketika Islam datang pada abad ke-14 sarat dengan berbagai upacara dan pemujaan untuk orang yang sudah meninggal.  Hal ini jelas sekali tidak sejalan dengan ajaran Islam yang menentang keras penyembahan berhala dan polietisme. Namun tampaknya Islam dapat memperlihatkan mereka bahwa agama ini memiliki  cara tersendiri yang menjamin arwah orang yang meninggal dunia berada dalam keadaan tenang,  yang ternyata dapat mereka terima.[3]
            Islam masuk ke wilayah Filipina Selatan, khususnya kepulauan Sulu dan Mindanao pada tahun 1380. Orang pertama yang memperkenalkan Islam ke Sulu adalah Tuan Mashaika yang diduga telah sampai di Sulu pada abad ke-13. Keturunannya kemudian menjadi inti komunitas Muslim di Sulu. Berikutnya yang datang menyebarkan Islam di Sulu adalah ulama Arab bernama Karimul Makhdum pada abad ke-14.  Ia diterima dengan baik oleh komunitas Muslim Buansa. Aktivitas keagamaan yang digunakannya memperkuat pertumbuhan komunitas Islam yang dibentuk oleh pendahulunya Tuan Mashaika.
            Pada awal abad ke-15 penyebaran Islam lainnya datang ke Sulu, yaitu Raja baginda menurut catatan sejarah Raja baginda adalah seorang pangeran dari minangkabau menurut cerita ketika ia baru tiba di kepulauan Sulu masyarakat setempat bermaksud mengharamkan kapalnya, namun sikap mereka secara dramatis berubah ketika mereka tahu bahwa baginda seorang muslim di sini menjadi patut dicatat bahwa proses Islamisasi sudah mencapai tahap di mana menjadi muslim utama menjadi paspor untuk dapat diterima dalam sebuah komunitas. Sumber lain menyebutkan bahwa raja baginda tiba di kepulauan Sulu 10 tahun setelah berhasil menyebarkan Islam di kepulauan Zamboanga dan Barsilan. Atas asal kerja kerasnya Kabungsu wan Mangindanao, raja terkenal dari Mangindanao, memeluk Islam. Islam kemudian tersebar ke pulau Lanao dan bagian utara Zamboanga serta daerah pantai lainnya. Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina semuanya berada di bawah kekuasaan pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar Datu atau Raja. Dari sinilah awal peradaban Islam di wilayah ini mulai dirintis. Pada masa itu sudah dikenal sistem pemerintahan dan kodifikasi hukum yaitu Manguindanauo Code of Law atau luaran yang didasarkan atas Minhaj dan Fath al-Qarrib al-Intifa dan Mirat al-Thullab. Satu hal yang patut dicatat adalah bahwa raja baginda yang mengembara bersama dengan pengikutnya berhasil memperkenalkan unsur politik ke dalam proses islamisasi. Ia bahkan menunjuk menantunya Syarief Abu Bakar, seorang ulama Arab untuk melanjutkan misinya dalam penyebaran islam.
            Syarif Abu Bakar merupakan orang Arab kedua yang datang menyebarkan Islam ke Sulu pada tahun 1450. Ia mencapai Sulu melalui Palembang dan Brunei. Ia diangkat oleh Raja Baginda sebagai Kadi dan Imam. Syarief Abu Bakar memperkuat kekuasaan politik dengan memperkenalkan sistem politik kesultanan, di mana ia sendiri bertindak selaku sultan pertama di kesultanan itu. Pada 30 tahun pertama pemerintahannya ia berhasil membangun sejumlah masjid dan madrasah. Ia juga berhasil mengIslamkan orang Buranun, satu suku masyarakat pegunungan di Sulu.
            Penyebaran islam di Mangindanao dan Lanao pada umumnya dikaitkan dengan Syarif Kabung suwan. Ia diduga sampai di Mindanao pada awal abad ke-16.  Sama halnya dengan Raja Baginda, ia juga seorang pangeran yang datang bersama para pengawal dan pengikutnya. Ketika ia berlabuh di sungai pulangi, ia sudah menemukan komunitas Muslim di wilayah ini mereka kemudian membangun kota Cotabato dan Manguindanao (Silangan). Ekspansi Islam ke Lanao tak dapat dipisahkan dari upaya bersama yang dilakukan oleh Raja Kabungsuwan dan sejumlah keluarga penguasa daerah itu, termasuk keluarga kerajaan Sulu, Borneo dan Ternate. Sementara itu, Islam di Luzon datang melalui Brunei. Dilaporkan bahwa salah seorang keluarga bangsawan Brunei menikah dengan anak bangsawan Luzon.
            Jadi kesimpulan pemakalah, dengan demikian, setakat ini terlihat bahwa proses Islamisasi dilakukan oleh para ulama dan pedagang yang menikah dengan wanita lokal, melahirkan generasi Muslim yang pada gilirannya membentuk komunitas Muslim. Sosok pemimpin politik Muslim datang belakangan dan memperkenalkan sistem politik Islam, pendidikan, hukum dan institusi Islam. Karena itu, proses Islamisasi tidak hanya terbatas pada aspek ideologi dan hukum semata tetapi sekaligus meliputi bidang pendidikan dan politik. Juga terlihat adanya aliansi antara keluarga kerajaan Sulu, Manguindanao, Lanao, Borneo dan Maluku dalam memperkuat syiar dan kesadaran Islam dalam masyarakat Filipina Selatan.[4]

B.       Proses Berkembanganya Islam di Filipina
            Secara umum, gambaran masuknya Islam di Filipina melalui beberapa fase, dari penjajahan sampai masa modern yaitu sebagai berikut :
1.    Masa Kolonial Spanyol
       Filipina pernah dijajah oleh Spanyol dan Amerika Islam sudah berkembang di Filipina ketika kolonial Spanyol datang menjajah Filipina pada 16 Maret 1521. Kesultanan Sulu yang berdiri tahun 1456, saat itu telah berusia 71 tahun. Ketika Legafzi sampai di tahun 1565, kesultanan ini sudah berumur 115 tahun. Jelas aja Islam menjadi sandaran dan acuan, sekaligus menjadi identitas mereka dalam melawan pihak kolonial.
       Pasukan Spanyol masuk ke Filipina dan menyerang dari arah selatan akibatnya kesultanan Manila jatuh ke tangan Spanyol pada tahun 1570, sedangkan kesultanan Muslim lainnya di Mindanao dan Sulu dapat mempertahankan wilayahnya. Muslim Mindanao dan Sulu berbeda dengan wilayah utara yang mudah ditaklukkan tanpa perlawanan berarti melakukan perlawanan sangat gigih terhadap Spanyol. Tentara kolonial Spanyol harus bertempur mati-matian kilometer demi kilometer untuk mencapai Mindanao-Sulu (Kesultanan Sulu takluk tahun 1876). Mereka juga menghabiskan lebih dari 375 tahun masa kolonialisme dengan perang berkelanjutan melawan kaum Muslim. Walaupun demikian, kaum Muslim tidak pernah dapat ditundukkan secara total.[5]
2.    Masa Hegemoni Amerika Serikat
       Sekalipun gagal menundukkan mindanao dan Sulu, Spanyol tetap menganggap kedua wilayah itu sebagai bagian dari teritorialnya, secara sepihak, Spanyol menjual Filipina kepada Amerika Serikat seharga US$ 20 juta pada tahun 1858 M melalui Traktat Paris. Amerika datang ke Mindanao dengan menampilkan diri sebagai seorang sahabat yang baik dan dapat dipercaya. Inilah karakter Amerika sebenarnya pada abad ini. Hal ini dibuktikan dengan ditandatangani nya Traktat Bates 20 agustus 1898 M yang menjanjikan kebebasan beragama, kebebasan mengungkapkan pendapat, kebebasan mendapat pendidikan bagi bangsa Moro. Padahal, traktat tersebut hanya taktik mengambil hati orang-orang Islam agar tidak memberontak. Hal ini karena, pada saat yang sama Amerika tengah disibukkan dengan pemberontakan kaum revolusioner Filipina utara pimpinan Emilio Aguinaldo.
3.    Masa Peralihan
       Pada tahun 1935, ketika pemerintahan persemakmuran Filipina terbentuk sebagai hasil kesepakatan perjanjian antara Amerika Serikat dan perjanjian nasionalis Filipina Manuel Quezon (presiden terpilih 1935-1944), menyatakan pada masyarakat Moro bahwa mereka para Sultan dan Datu tidak lagi memiliki tempat pada pemerintahan baru ini dan hukum nasional akan diberlakukan pada setiap warga negara tanpa melihat agamanya.
       Pernyataan Quezon itu menimbulkan reaksi keras di masyarakat Moro yang selalu menganggap diri mereka sebagai bangsa yang sendiri terlepas dari Filipina. Kemudian sekitar 100 lebih datuk dari suku Mindano mengirim surat kepada Presiden Amerika Serikat Franklin Delano Rooseveli mereka menyatakan ingin dipisahkan dari pemerintahan persemakmuran tersebut dan lebih memilih dibawah perlindungan Amerika Serikat sampai mereka mampu membentuk pemerintah sendiri. Namun hingga Filipina memperoleh kemerdekaan pada tanggal 4 juli 1946 tuntutan bangsa Moro tersebut tidak terwujud. Bahkan sikap pemerintah Filipina yang men diskriminasi kan bangsa Moro semakin nyata.[6]
4.    Masa Pasca Kemerdekaan hingga Sekarang
       Kemerdekaan yang didapatkan Filipina (1946) dari Amerika Serikat ternyata tidak memiliki arti khusus bagi bangsa Moro. Hengkangnya A.S dari Filipina ternyata memunculkan penjajah lainnya (pemerintah Filipina) terkenal semakin terasa hebat dan murah ketika Ferdinand Marcos berkuasa (1956-1986). Dibandingkan dengan masa pemerintahan semua presiden Filipina dari Jose Rizal sampai Fidel Ramos maka masa pemerintahan Ferdinand Marcos merupakan masa pemerintahan paling refresif bagi bangsa Moro. Pembentukan Muslim Independent Movement (MIM) pada 1968 dan Moro Liberation Front (MLF) pada 1971 tak bisa dilepaskan dari sikap politik Marcos yang lebih dikenal dengan Presidential Proclamation No. 1081 itu. Namun patut dicatat, pada masa ini perjuangan bangsa Moro memasuki babak baru dengan dibentuknya front perlawanan yang lebih terorganisir dan maju, seperti MIM, Anshar-el-islam, MNLF, MILF, MNLF-Reformis, BMIF. Namun pada saat yang sama juga sebagai masa terpecahnya kekuatan bangsa Moro menjadi faksi-faksi yang melemahkan perjuangan mereka secara keseluruhan.
       Kebijakan umum pemerintah Filipina terhadap kaum Muslim pada dasarnya tidak berubah, hanya berbeda intensitasnya dari satu presiden ke presiden lainnya. Pemerintah Manila mempunyai empat titik pandang terhadap kaum Muslim. Pertama, pemerintah masih memegang pandangan kolonial yaitu "Moro yang baik" adalah Moro yang mati. Kedua, kaum Muslim adalah warga kelas dua di Filipina. Ketiga, kaum Muslim adalah penghambat pembangunan. Keempat, masalah Moro adalah masalah integrasi yaitu bagaimana mengintegrasikan mereka dalam arus utama (main stream) tubuh politik nasional. Oleh karena itu strategi umum pemerintah terhadap kaum Muslim adalah mengintegrasikan kaum Muslim, ke dalam proses demokrasi nasional. Semua program pembangunan pemerintah yang ditujukan kepada kaum Muslim pada dasarnya dikaitkan dengan falsafah integrasi dan asimilasi kaum Muslim pada budaya nasional (Kristen Katholik).[7]
5.    Para Da'i Pertama yang menyebarkan Islam di Filipina
       Berikut ini terdapat 6 orang dari pertama yang mempunyai peranan paling besar dalam penyebaran Islam di Filipina dan sekitarnya :
a.    Syarif Auliya, Syarif Auliya dipandang sebagai salah satu dari Islam pertama yang datang ke Mangindanao dan daerah lainnya di mana ia menyebarkan Islam dan menikah di sana. Dari istrinya yang merupakan seorang putri yang diberi gelar "Paraisuli". Kemudian ia kembali ke tempat dimana ia datang dari Melayu.
b.    Syarif Maraja (Mahraj), Beliau datang setelah berangkatnya Syarief Auliya dan menikah dengan putrinya Paraisuli dan darinya mendapatkan dua orang putra yaitu Tabunawi dan Mamalo yang keduanya dijumpai oleh Syarif Muhammad bin Ali Zainal Abidin.
c.    Syarif Makhdum Ishaq, Yang bergelar "Uluwwul Islam" bin Ibrahim Asmoro dianggap sebagai salah satu dari 6 Da'i pertama yang menyebarkan Islam di Filipina dan juga dianggap sebagai salah satu dari Wali Songo yang menyebarkan Islam di Jawa.
d.    Syarif Zainal Abidin, Syarif Ahmad bin Ali Zainal Abidin diumumkan sebagai penguasa Mangindanao berdasarkan kesepakatan, kesenangan, dan keputusan yang tetap dari penduduknya.
e.    Syarif Muhammad bin Ali (Kabungsuwan), adalah seorang Arab Melayu yang menyebarkan agama Islam di Filipina selatan dan mendirikan Kesultanan Maguindanao pada tahun 1515. Menurut tradisi Maguindanao, Muhammad Kabungsuwan adalah anak dari Syarif Zainal Abidin, seorang keturunan Arab yang menetap di Johor, dengan salah seorang putri dari Sultan Johor.Mereka memiliki tiga orang anak: Ahmad yang berdakwah ke Brunei, Alawi yang berdakwah ke Sulu, serta yang termuda Muhammad Kabungsuwan.
f.       Syarif Abu Bakar, Syarif Abu Bakar termasuk salah satu dari Da'i besar. Ia pergi ke Mekah untuk memperoleh ilmu-ilmu keislaman di sana. Setelah kembali ia mulai menyebarkan Islam sebagaimana yang dipelajari nya dari Makhdum Ishaq.[8]
6.    Kebangkitan Islam di Filipina
       Setelah Islam terpojok dalam kancah berpolitik bangsa Filipina di tengah jajahan bangsa lain, maka akhirnya perkembangan pemikiran umat Islam Filipina mampu bangkit dengan 2 interpretasi :
       Pertama, karena pandangan logika yang dipegang oleh anggota MLNF yang merupakan minoritas Muslim Filipina MNLF menyerukan pentingnya menegakkan apa yang mereka sebut dengan negara atau bangsa Moro.
       Kedua, karena pandangannya dipegang oleh bangsa Muslim yang ingin memperkasai berbagai perubahan dalam masyarakat Muslim lebih luas. Adapun faktor lain yang turut menyumbang dalam kebangkitan Islam Filipina adalah karena didirikan beberapa Universitas Swasta dan Negeri, pemberontakan masyarakat muslim Moro itu sendiri sehingga mampu membangkitkan kesadaran dan kewaspadaan muslim, dan bertumbuhnya  kumpulan dan organisasi Islam, dan banyak umat Islam yang menunaikan Haji dan pulangnya membangkitkan kesadaran Islam mereka.[9]
Proses Islamisasi di Filipina dihentikan oleh kedatangan Spanyol pada tahun 1567. Akibatnya Islam tidak mempunyai kesempatan untuk berkembang secara penuh di Filipina kecuali di Filipina Selatan. Kebangkitan Islam di Filipina Selatan ditandai dengan dua interprestasi :
1.        Pandangan yang radikal, dipegang oleh anggota MNLF yang merupakan minoritas dari Muslim di Filipina. MNLF menyerukan pentingnya mengakkan apa yang mereka sebut dengan Negara atau Bangsa Moro.
2.        Pandangan yang moderat, yang dipegang oleh warga Muslim yang ingin memprakarsai berbagai perubahan dalam masyarakat Muslim secara lebih luas.
Adapun faktor-faktor penyumbang kebangkitan Islam adalah:
1.        Dibayarkannya tunggakan perang Dunia II kepada beberapa Muslim yang memungkinkan mereka naik haji dan kemudian membangkitkan kesadaran Islam mereka.
2.        Bertambahnya perkumpulan dan organisasi Islam yang didukung oleh warga lokal maupun luar negeri.
3.        Didirikannya sekolah-sekolah tinggi di Universitas Swasta dan negeri di Negara ini yang memberikan kelas dan kuliah dalam studi Islam.
4.        Pemberontakan Moro yang telah mengakibatkan peningkatan kesadaran dan kewaspadaan di kalangan Muslim.
Diantara hal penting dalam kebangkitan muslim Filipina adalah pemberontakan logis dan pemberlakuan undang-undang darurat. Pemerintah Filipina memutuskan untuk mengambil tindakan penyelesaian konflik. Dalam menghadapi upaya pemisahan diri umat Islam, pemerintah nasional mengambil pendekatan bercabang 2 yakni konsolidasi meliputi dialog terbuka dengan semua kelompok yang terlibat dalam pemberontakan untuk membahas berbagai persoalan, diantaranya adalah :
1.        Pemerintah regional dan otonom, dua pemerintahan ini diciptakan sebagai hasil dari Tripoli Agreement yang di tandatangani oleh perwakilan perintah Filipina dengan MNLF pada tahun 1976.
2.        Kementrian urusan agama Islam,  dengan bidang tugas menerapkan kebijakan yang menjamin penyatuan Filipina Muslim kedalam masyarakat Filipina secara keseluruhan dengan tetap menghormati keyakinan, adat istiadat , tradisi dan lembaga mereka sejalan dengan tujuan aspirasi nasional.
3.        Badan pengelola perjalanan Haji di Filipina, dalam Dekrit Presiden No. 1302 dan di tandatangani pada tahun 1978, badan ini memiliki kekuasaan untuk memprakarsai dan mengelola semua segi program yang relevan bagi pelaksanaan Haji tahunan.
4.        Institut Studi Islam Universitas Filipina. Dengan demikian Agama Islam di daerah Filipina ini dapat dibagi dua kategori yang sebagian banyak menganut Islam, namun disebagian lain banyak yang menganut Agama Kristen. Daerah yang paling banyak menganut Agama Islam ialah Filipina Selatan dan Moro.
Islam pernah berjaya di Filipina selama beberap dekade, bahkan sempat menjadi Agama mayoritas, hingga akhirnya kini hanya tersisa sekitar 5,1 juta Muslim berdasarkan sensus 2010, atau 11 persen dari total keseluruhan populasi negara tersebut.
Islam sudah hadir di Filipina sebelum kedatangan penjajah Spanyol dan Katolik Roma. Pada abad ke-14, pedagang Muslim di Filipina memperkenalkan Islam di bagian selatan hingga menyebar ke utara hingga Manila. Berabad-abad kemudian, Islam tetap menjadi bagian integral dari sejarah dan budaya negara tersebut sampai penjajah Eropa menduduki wilayah ini.
Pernah menjadi negara mayoritas Islam, Manila, Ibu Kota Filipina, memiliki beberapa peninggalan bersejarah Islam. Saat ini, Filipina merupakan negara sekuler, dengan gaya hidup sebagian besar masyarakatnya yang menjiplak seratus persen pada gaya hidup Amerika Serikat, walaupun penduduk Kristen Filipina tetap menggunakan nama-nama Spanyol. Berikut sejumlah jejak kejayaah Islam yang masih bertahan hingga kini di Filipina:
1.        Masjid Syekh Karim al-Makdum
Masjid yang terletak di Tubig Indangan, Simunul, ini didaulat sebagai masjid tertua di Filipina. Masjid yang berdiri pada 1380 M ini dibangun oleh Syekh Karim al-Makdum, saudagar Arab yang datang dan berdakwah di daerah tersebut.








































BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Asia Tenggara adalah sebutan untuk wilayah daratan Asia bagian timur yang terdiri dari Jazirah Indo-Cina dan kepulauan yang ada dilingkupi oleh Negara Indonesia dan Filipina. Islam masuk ke Filipina sebelum penjelajah Spanyol menginjakkan kaki di tanah negeri ini. Itu dibuktikan dengan adanya laporan seorang pengembara Cina pada zaman Dinasti Yuan pada 1280-1368. Muslim di Filipina biasa dikenali dengan sebutan Moro. Mereka umumnya berdiam di Pulau Mindanao, kepulauan Sulu, Palawan, Basilan, dan pulau-pulau sekitarnya. Secara geografi gugusan pulau-pulau ini berada di selatan Filipina, sedangkan bagian Utara adalah gugusan Kepulauan Luzon. Islam masuk di Filipina tidak lama setelah Islam berkmbang di dunia Melayu. Islam masuk ke wilayah Filipina khususnya kepulauan Sulu dan Mindanao pada 1380 M yang di bawa oleh seorang tabib dan ulama Arab bernama Karimul al Makhadum dan Raja Baguinda seorang pangeran dari Minagkabau. Perkembangan Islam di Filipina awalnya tidak mengalami hambatan, namun setelah bangsa Spanyol, Amerika memasuki Filipina dan menguasainya barulah Islam mengalami hambatan karena pada saat itu Spanyol dan Amerika imgin memperoleh koloni baru dan menyebarkan agama Kristen Katolik.

B.     Saran
            Adapun dari pembahasan makalah ini kami memperhatikan beberapa hal yang menjadi pokok pembahasan kami di mana hal itu telah dibahas dalam makalah ini nomor ada hal lain yang belum kamu jelaskan dalam makalah ini yaitu tentang bagaimana cara para dai menyebarkan islam ke wilayah Filipina selain dari jalur perdagangan dan perkawinan di mana telah disebutkan adanya 6 mendaki pertama yang menyebarkan Islam membaca dapat membalas lebih rinci lagi bagaimana cara mereka menyebarkan islam di wilayah Filipina.





DAFTAR PUSTAKA

Drs. Asep Ahmad Hidayat, M. Ag, Samsuddin, M. Ag, Dadan Rusmana, M. Ag, dan Ajid Hakim, M. Ag. 2013. Studi Islam Di Asia Tenggara. Bandung: PUSTAKA SETIA.
H. Abd. Ghofur, M. Ag. 2019. Handout Mata Kuliah Sejarah Islam Asia Tenggara. Riau: Fakultas Ushuluddin Uin Suska Riau.
Antony Ried. 2004. Sejarah Modern Awal Asia Tenggara. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.
Dr. Hj. Helmiati, M. Ag. 2011. Sejarah Islam Asia Tenggara. Pekanbaru: ZANAFA PUBLISHING.
Drs. H. Suhaimi, M.Ag. 2018. Perkembangan dan Respons Pemerintah terhadap Islam di Asia Tenggara. Pekanbaru: CV Riau Creative Multimedia.
Dr. Hj. Helmiati, M.Ag. 2014. SEJARAH ISLAM ASIA TENGGARA. Pekanbaru: LP2M UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU.
Hasan Al-Aydrus, Muhammad. 1997. PENYEBARAN ISLAM DI ASIA TENGGARA Asyraf Hadramaut dan Peranannya (kumpulan makalah SIAT PMT5I). Jakarta: PT. LENTERA BASRITAMA.
Suhaimi. 2016. CAHAYA ISLAM DI UFUK ASIA TENGGARA (kumpulan makalah SIAT PMT5I). Pekanbaru: Suska Press UIN SUSKA RIAU






[1] Drs. Asep Ahmad Hidayat, M. Ag, Samsuddin, M. Ag, Dadan Rusmana, M. Ag, dan Ajid Hakim, M. Ag. Studi Islam Di Asia Tenggara. (Bandung: PUSTAKA SETIA, 2013), hlm, 70.
[2] H. Abd. Ghofur, M. Ag. Handout Mata Kuliah Sejarah Islam Asia Tenggara. (Riau: Uin Suska Riau, 2019), hlm, 42.
[3] Antony Ried. Sejarah Modern Awal Islam Asia Tenggara. (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2004), hlm, 25.
[4] Dr. Hj. Helmiati, M. Ag. Sejarah Islam Asia Tenggara. (Pekanbaru: ZANAFA PUBLISHING, 2011), hlm, 259.
[5] Ibid, hlm, 260.
[6] Drs. H. Suhaimi, M. Ag. Perkembangan dan Respons Pemerintah terhadap Islam di Asia Tenggara. (Pekanbaru: CV Riau Creative Multimedia, 2018), hlm, 82.
[7] Dr. Hj. Helmiati, M. Ag. SEJARAH ISLAM ASIA TENGGARA. (Pekanbaru: LP2M UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU, 2014), hlm, 257
[8] Hasan Al-Aydrus, Muhammad. PENYEBARAN ISLAM DI ASIA TENGGARA Asyraf Hadramaut dan Peranannya (kumpulan makalah SIAT PMT5I). (Jakarta: PT. LENTERA BASRITAMA, 1997), hlm, 11.
[9] Suhaimi. CAHAYA ISLAM DI UFUK ASIA TENGGARA (kumpulan makalah SIAT PMT5I). (Pekanbaru: Suska Press UIN Suska Riau, 2016), hlm, 12.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar