KEPEMIMPINAN KHULAFAUR RASYIDIN
Dosen
Pembimbing : Muhammad Soim, MA
Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok
Ilmu Kepemimpinan
OLEH:
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
PRODI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2019/2020
KATA
PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,
yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat
merampungkan penyusunan makalah Ilmu Kepemimpinan dengan judul "Kepemimpinan
Khulafaur Rasyidin" tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami
upayakan dan didukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam
penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami dalam merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan
bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada kami membuka
selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik
demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan
semoga dari makalah sederhana ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan
kami dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang
relevan pada makalah-makalah selanjutnya.
Pekanbaru, 29 Oktober 2019
Kelompok 10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. Latar
Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah..................................................................................... 2
C. Tujuan......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 3
A.
PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM PADA
MASA KHULAFAUR RASYIDIN.......................................................... 3
B.
TIPE KEPEMIMPINAN KHALIFAH.................................................. 12
C.
KONTRIBUSI KHALIFAH DALAM PERADABAN ISLAM........... 17
BAB III PENUTUP.............................................................................................. 23
A.
Kesimpulan............................................................................................... 23
B.
Kritik dan Saran...................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ iv
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setelah wafatnya Nabi
Muhammad Saw pada tahun 632 M di Madinah, munculah pengganti Nabi yang diberi
gelar Khalifah artinya secara harfiah adalah orang yang mengikuti, pengganti.
Khalifah tersebut terdiri dari Abu Bakar (632-634M), Umar bin Khattab
(634-644M), Utsman bin Affan (644-656M), dan Ali ibn Abi Thalib (656-661M).
Mereka merupakan para sahabat Nabi, yang semuanya dekat hubungannya dengan
beliau, baik melalui darah ataupun melalui perkawinan. Abu Bakar adalah ayah
istri Nabi Muhammad yang bernama Aisyah, dan juga salah seorang pendukungya
yang paling tua dan terpercaya. Abu Bakar lah yang menancapkan otoritas Madinah
ke seluruh pelosok Jazirah Arabia setelah suku-suku Badui membatalkan Bai’at
(sumpah setia) pribadi mereka kepada Muhammad (Peperangan Ridda). Begitulah
pula dengan Umar mempunyai putri yang juga menikah dengan Nabi. Di bawah umar
yang perkasa, energi pemberani orang-orang Arab gurun diarahkan untuk
menaklukan wilayah-wilayah Byzantium.
Utsman adalah menantu
Nabi, Ia dipilih menjadi Khalifah setelah terbunuhnya Umar oleh dewan kecil
yang beranggotakan sejumlah tokoh kaum muslim. Pemerintahan Utsman berakhir
karena adanya pemberontakan oleh kelompok-kelompok yang merasa tidak puas yang
mengakibatkan kematiannya sendiri pada tahun 656M. Kemudian digantilah Ali. Ali
merupakan saudara sepupu, saudara angkat, dan menantunya. Periode empat
Khalifah pertama dipandang sebagai zaman emas, suatu zaman ketika
kebajikan-kebajikan Islam yang murni berkembang pesat, dan karena itulah zaman
Khalifah diberi gelar bimbingan di jalan lurus. Untuk lebih mengetahui
bagaimana Pembentukan Kekhalifahan dan Sistemnya, Tipe Kepemimpinan Khalifah
serta Kontribusi Khalifah dalam Peradaban Islam maka akan dibahas dimakalah ini
lebih lanjut.
B.
Rumusan Masalah
Dalam penulisan Makalah ini ada beberapa rumusan masalah, yaitu:
1)
Jelaskan Perkembangan Peradaban Islam pada Masa Khulafaur Rasyidin!
2)
Bagaimana Tipe Kepemimpinan Khalifah?
3) Bagaimana Kontribusi Khalifah dalam Peradaban Islam ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dalam makalah ditujukan untuk mencari tujuan dari
dibahasnya pembahasan atas rumusan masalah dalam makalah ini. Adapun tujuan
penulisan makalah, sebagai berikut :
1) Mengetahui Perkembangan Peradaban Islam pada masa ke 4
Khulafaur Rasyidin yaitu : Abu Bakar, Umar Bin Khathab, Utsman Bin
Affan, dan Ali Bin Abi Thalib.
2) Memahami Tipe Kepemimpinan Khulafaur Rasyidin.
3) Mengenal Kontribusi Khalifah dalam Peradaban Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN
Menurut bahasa,
Khalifah merupakan mashdar
dari fi’il madhi khalafa,
yang berarti :
menggantikan atau menempati
tempatnya. Menurut istilah
adalah gelar yang diberikan
untuk pemimpin umat
Islam setelah wafatnya
Nabi Muhammad SAW (570–632M). Kata "Khalifah" sendiri
dapat diterjemahkan sebagai
"Pengganti" atau
"Perwakilan". Dalam
Al-Qur'an, manusia secara
umum merupakan khalifah
Allah di muka bumi
untuk merawat dan
memberdayakan bumi beserta
isinya. Sedangkan khalifah secara khusus
maksudnya adalah pengganti
Nabi Muhammad saw
sebagai Imam umatnya, dan
secara kondisional juga
menggantikannya sebagai penguasa
sebuah identitas kedaulatan
Islam (Negara). Sebagaimana
diketahui bahwa Muhammad saw selain sebagai
Nabi dan Rasul
juga sebagai Imam,
Penguasa, Panglima Perang,
dan lain sebagainya.[1]
Khulafaur Rasyidin
merupakan pemimpin umat
Islam dari kalangan
sahabat pasca Nabi wafat. Mereka merupakan pemimpin yang dipilih langsung
oleh para sahabat melalui mekanisme
yang demokratis. Siapa
yang terpilih, maka
sahabat yang lain memberikan bai’at
(sumpah setia) pada
calon yang terpilih
tersebut. Ada dua
cara dalam pemilihan
khalifah ini, yaitu :
pertama, secara musyawarah
oleh para sahabat
Nabi. Kedua, berdasarkan atas
penunjukan khalifah sebelumnya.
a) Abu Bakar Ash-Shidiq
(632-634 M)
Abu Bakar nama
lengkapnya ialah Abdullah bin Abi Quhafa At-Tammi. Di zaman pra Islam
bernama Abdul Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi menjadi Abdullah. Ia termasuk
salah seorang sahabat yang utama (orang yang paling awal) masuk Islam.
Gelar Ash-Shiddiq diperolehnya karena ia dengan segera membenarkan
nabi dalam berbagai pristiwa, terutama Isra’ dan Mi’raj.[2] Abu
Bakar adalah salah seorang dari para pemimpin Quraisy dan anggota majelis
permusyawaratan. Abu Bakar terkenal dalam
setiap keadaan sebagai seorang ksatriadan berpendirian teguh dalam melangkah.[3]
Periode Abu Bakar
sangat singkat (632-634 M), hanya dua tahun lebih ia mampu mengamankan Negara
baru Islam dari perpecahan dan kehancuran, baik di kalangan sahabat mengenai
persoalan penggant Nabi maupun tekanan-tekan dari luar dan dalam. Sperti
ekspedisi keluar negeri dengan mengirim kembali Usamah bin Zaid ke Syam,
menghadapi para pembangkang terhadap negara dengan tidak mau membayar zakat,
dan penumpasan nabi-nabi palsu. Khalifah membagi negerinya dengan 12 wilayah
dengan 12 bataliyon juga yang massing-masing dikepalai oleh jenderal. Pengiriman tentara secara serentak untuk
menghadapi para pembangkang di daerah-daerah Jazirah Arab.[4]
Wafatnya Nabi mengakibatkan beberapa masalah bagi masyarakat muslim. Beberapa orang
arab yang lemah imannya justru menyatakan murtad yaitu keluar dari islam.
Mereka melepaskan kesetiaan dengan menolak memberikan bai’at kepada khalifah yang baru dan bahkan
menentang agama Islam, karena mereka menganggap bahwa perjanjian-perjanjian yang dibuat
bersama Muhammad dengan sendirinya batal disebabkan kematian Nabi. Mereka melakukan gerakan Riddah, yaitu gerakan pengingkaran terhadap Islam. Riddah berarti murtad, beralih agama
dari islam ke kepercayaan semula, secara politis merupakan pembangkangan
terhadap lembaga khalifah. Sikap mereka adalah perbuatan maker melawan agama dan pemerintah sekaligus.
Oleh karena itu khalifah dengan tegas melancarkan operasi pembersihan terhadap
mereka.
Sesudah memulihkan
ketertiban didalam negeri, Abu Bakar lalu mengalihkan perhatiannya untuk
memperkuat perbatasandengan wilayah Persia dan Bizantium, yang akhirnya
menjurus kepada serangkaian peperangan melawan kedua kekaisaran itu. Tentara
islam dibawah pimpinan Musanna dan Khalid Bin Walid, sedangkan ke Syiria suatu
Negara Arab yang dikuasai Romawi timur (Bizantium) Abu bakar mengutus 4 orang
panglima yaitu Abu Ubaidah, Yazid Bin Abi Sufyan, Amr bin ash dan Surahbil.
Kemudian umat Islam meraih beberapa kemenangan tersebut.[5]
Pada saat pertempuran
di Ajnadain negeri Syam berlangsung, khalifah Abu Bakar menderita sakit.
sebelum wafat, beliau telah berwasiat kepada para sahabatnya, bahwa khalifah
pengganti setelah dirinya adalah Umar bin Khattab. Hal ini dilakukan guna
menghindari perpecahan diantara kaum muslimin. Beberapa saat setelah Abu Bakar
wafat, para sahabat langsung mengadakan musyawarah untuk menentukan khalifah
selanjutnya. Telah disepakati dengan bulat oleh umat Islam bahwa Umar bin
Khattab yang menjabat sebagai khalifah kedua setelah Abu Bakar.
Piagam penetapan itu
ditulis sendiri oleh Abu Bakar sebelum wafat. Setelah pemerintahan 2 tahun 3
bulan 10 hari (632 – 634 M), khalifah Abu Bakar wafat pada tanggal 21 Jumadil
Akhir tahun 13 H / 22 Agustus 634 Masehi.[6]
b)
Umar Bin Khattab (13-23 H/ 634-644 M)
Umar bin Khattab nama
lengkapnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail keturunan Abdul Uzza Al-Quraisi
dari suku Adi, salah satu suku terpandang mulia. Umar dilahirkan di Mekah empat tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad
SAW. Ia adalah seorang berbudi luhur, fasih dan adil serta pemberani. Beberapa keunggulan yang dimiliki Umar, membuat kedudukannya semakin
dihormati dikalangan masyarakat Arab, sehingga kaum Qurais memberi gelar “Singa padang pasir”,
dan karena kecerdasan dan kecepatan dalam berfikirnya, ia dijuluki “Abu
Faiz”. Itulah sebabnya pada saat-saat awal penyiaran Islam, Rasulullah SAW
bedoa kepada Allah, ”Allahumma Aizzul Islam bi Umaraini” artinya: ”Ya Allah,
kuatkanlah Agama Islam dengan salah satu dari dua Umar” yang dimaksud dua Umar
oleh Rasulullah SAW adalah Umar bin Khattab dan Amru bin Hisyam (nama asli Abu
Jahal).
Di jaman pemerintahan
Umar pusat kekuasaan Islam di Madinah mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Khalifah Umar telah berhasil membuat dasar-dasar bagi suatu pemerintahaan yang
handal untuk melayani tuntunan
masyarakat baru yang terus
perkembang. Umar mendirikan beberapa dewan yaitu : membangun Baitul Mal,
Mencetak Mata Uang, membentuk kesatuan tentara untuk melindungi daerah tapal
batas, mengatur gaji, mengangkat para hakim dan menyelenggarakan “Hisbah”. Khalifah Umar juga meletakkan
prinsip-prinsip demokrasi dalam pemerintahannya dengan membangun jaringan
pemerintahan sipil yang sempurna. Kekuasaan Umar menjamin hak yang sama bagi
setiap warga negara. Kekuasaan bagi Umar tidak memberikan hak istimewa
tertentu sehingga tidak ada perbedaan antara pengusa dan rakyat, dan mereka setiap waktu
dapat dihubungi oleh rakyat.
Khalifah Umar dikenal
bukan saja pandai menciptakan peraturan-peraturan baru, ia juga memperbaiki dan
mengkaji ulang terhadap kebijaksanaan yang telah ada jika itu diperlukan demi
tercapainnya kemaslahatan umat Islam. Khalifah Umar memerintah selama 10
tahun lebih 6 bulan 4hari. Kematiannya sangt tragis, seorang budak Persia
bernama Fairuz atau Abu Lu’lu’ah secara tiba-tiba menyerang dengan tikaman
pisau tajam ke arah khalifah yang akan menunaikan shalat subuh yang telah di
tunggu oleh jama’ahnya di masjid Nabawi di pagi buta itu. Khalifah Umar wafat
tiga hari setelah pristiwa penikaman atas dirinya, yakni 1 Muharam 23H/644M.[7]
Atas persetujuan Siti
Aisyah istri Rasulullah Jenazah beliau dimakamkan berjajar dengan makam
Rasulullah dan makam Abu Bakar. Demikianlah riwayat seorang khalifah yang
bijaksana itu dengan meninggalkan jasa-jasa besar yang wajib kita lanjutkan.[8]
c)
Khalifah Utsman Bin Affan (644-656 M)
Khalifah ketiga adalah Utsman bin Affan. Nama lengkapnya ialah
Utsman bin Affan bin Abil Ash bin Umyyah dari suku Quraisy. Ia memeluk Islam
karena ajakan Abu Bakar, dan menjadi salah seorang sahabat dekat Nabi Muhammmad
SAW. Ia sangat kaya tetapi berlaku sederhana dan sebagian kekayaannya digunakan
untuk kepentingan Islam. Ia mendapat julukan zun nurain, artinya yang memiliki dua cahaya,
karena menikahi dua putri Nabi Muhammmad SAW secara berurutan setelah yang satu
meninggal. Ia meriwayatkan hadist kurang lebih 150 Hadist. Seperti halnya Umar,
Utsman diangkat menjadi khalifah melalui proses pemilihan. Yaitu melewati badan
Syura yang dibentuk oleh Umar menjelang wafatnya.
Masa pemerintahannya
adalah yang terpanjang dari semua khalifah di zaman para Khalifah Rasyidah,
yaitu 12 tahun, tetapi sejarah mencatat tidak seluruh masa kekuasannya menjadi
saat yang baik dan sukses baginya. Para penulis sejarah membagi zamn
pemerintahannya menjadi dua periode, yaitu enam tahun pertama merupakan masa
kejayaan pemerintahannya dan tahun terakhir merupakan masa pemerintahan yang
buruk.
Pada masa-masa awal
pemerintahannya, Utsman melanjutkan sukses para pendahulunya, terutama dalam
perlusan wilayah kekuasaan Islam. Daerah-daerah sterategis yang sudah dikuasai
Islam seperti Mesir dan Irak. Karya monumental Utsman yang dipersembahkan
kepada umat Islam ialah penyusunan kitab suci Al-Qur’an. Penyusunan Al-Qur’an,
yaitu Zaid bin Tsabit, sedangkan yang mengumpulkan tulisan-tulisan Al-Qur’an
antara lain Adalah dari Hafsah, salah seorang Istri Nabi SAW. Kemudian dewan
itu membuat beberapa salinan naskah Al-Qur’an untuk dikirimkan ke berbagai
wilayah kegubernuran sebagai pedoman yang benar untuk masa selanjutnya.
Di awal kekhalifahannya,
umur Utsman R.A. Relatif tua. Akan tetapi, di saat umur khalifah melebihi 70
tahun, beliau masih sanggup memberangkatkan pasukan perang. Bentuk manajemen
yang ditetapkan dalam pemerintahaan Umar R.A. tercermin dalam pengumpulan
mushaf Al-Qur’an menjadi satu di kenal dengan Mushaf Utsmani. Pada masa
kekhalifahan Utsman R.A. terdapat indikasi praktik nepotisme. Hal ini yang
membuat sekelompok sahabat mencela kepemimpinan Utsman R.A. karena telah
memilih keluarga kerabat sebagai pejabat pemerintahaan.
Pemerintahan Utsman
berlangsung selama 12 tahun. Pada paroh trakhir masa kekhalifahannya, muncul
perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan
Utsman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Pada tahun 35H/656M,
Usman di bunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang kecewa itu.
Mereka mengepung rumah khalifah, dan membunuhnya ketika sedang membaca Al-Qur’an. Menurut Lewis, pusat oposisi sebenarnya
adalah di Madinah sendiri. Di
sini Thalhah, Zubair, dan ‘Amr membuat perlawanan rahasia melawan khalifah,
dengan memanfaatkan para pemberontak yang datang ke Madinah untuk melampiaskan
rasa dendamnya yang meluap-luap itu.[9] Pembunuhan usman merupakan malapetaka besar
yang menimpa ummat Islam. Dikalangan ummat Islam yang diturunkan melalui
Muhammad yang berbahasa Arab (sehingga perwujudan islam pada masa awalnya
bercorak Arab) dengan alam pemikiran yang dipengaruhi kebudayaan Helinesia dan
persi.
d)
Ali bin Abi Thalib (656-661
M)
Ali bin Abi Thalib
memerintah dari tahun 656-661 M. Sejak kecil ia dididik dan diasuh oleh Nabi
Muhammad Saw. Ali sering kali ditunjuk oleh Nabi menggantikan beliau
menyelesaikan masalah-masalah penting. Semasa pemerintahanny Ali tidak banyak
dapat berbuat untuk mengembangkan hukum Islam, karena keadaan Negara tidak
stabil.
Ali bin Abi Thalib
diangkat sebagai khalifah bukan karena hasil keputusan musyawarah umat Islam,
tapi ia diangkat oleh para pemberontak. Ia adalah orang yang keras dan
disiplin, hampir seperti Umar bin Khattab. Begitu menjadi khalifah para
gubernur yang diangkat oleh Utsman diganti dan tanah-tanah yang dibagikan
diambil kembali. Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga
orang khalifah pendahulunya. Ia dibai’at ditengah-tengah kematian Utsman,
pertentangan dan kekacauan dan kebingungan umat Islam Madinah. Sebab kaum
pemberontak yang membunuh Utsman mendaulat Ali supaya bersedia dibai’at menjadi
khalifah.
Dalam pidatonya Khalifah Ali menggambarkan dan
memerintahkan agar umat islam:
1) Tetap berpegang teguh kepada al-Qur’an dan Sunnah
Rasul.
2) Taat dan bertaqwa kepada Allah serta mengabdi kepada
negara dan sesama manusia.
3) Saling memelihara kehormatan di antara sesama muslim
dan umat lain.
4) Terpanggil untuk berbuat kebajikan bagi kepentingan
umum, dan
5) Taat dan patuh kepada pemerintah.
Tidak lama setelah itu,
Ali ibn Abi Thalib menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah alasan
mereka Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman, dan mereka menuntut bela
terhadap darah Utsman yang telah ditumpahkan secara zhalim. Ali sebenarnya
ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair
agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun
ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar.
Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah dalam pertempuran itu menunggang unta, Akhirya
Zubair dan Thalhah terbunuh, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke
Madinah.[10]
Dengan demikian masa
pemerintahan Ali melalui masa-masa paling kritis karena pertentangan antar
kelompok yang berpangkal dari pembunuhan Usman. Namun, Amir Ali menyatakan ia
berhasil memecat sebagian besar gubernur yang korupsi dan mengembalikan
kebijaksanaan Umar pada setiap kesempatan yang memungkinkan. Ia membenahi dan
menyusun arsip Negara untuk mengamankan dan menyelamatkan dokumen-dokumen
khalifah dan kantor sahib-ushsurtah, serta mengordinir polisi dan menetapkan
tugas-tugas mereka.
B. TIPE KEPEMIMPINAN KHALIFAH
1. Tipe Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
(632-634M)
Abu Bakar Ash-Shiddiq
adalah seorang pedagang yang selalu memelihara kehormatan dan harga dirinya. la
seorang yang kaya, mempunyai pengaruh yang besar, dan memiliki akhlak mulia Abu
Bakar adalah ahli hukum yang tinggi mutunya. Dalam masalah pengambilan
keputusan, Abu Bakar mengikuti jejak Nabi Muhammad Saw., yakni ia sendirilah
yang memutuskan hukum di antara umat Islam di Madinah. Sedangkan para
gebernurnya memutuskan hukum di antara manusia di daerah masing-masing di luar
Madinah. Adapun sumber hukum pada Abu Bakar adalah Al-Qur’an, Sunnah, dan
Ijtihad pengkajian dan musyawarah dengan para sahabat.[11]
Dijelaskan dalam buku Abdul Wahab Najjar yang di kutip oleh Alaiddin Koto bahwa
pada masa pemerintahan Abu Bakar ada tiga kekuatan, pertama Quawwat Al-Syari’ah
(Legislatif). Kedua, Quawwat Al-Qadhaiyyah (Yudikatif di dalamnya termasuk
peradilan) dan ketiga, Quawwat Al-Tanfiziyya (Eksekutif).[12] Adapun,
langkah-langkah yang dilakukan Abu Bakar dalam istinbath Al-Ahkam pada
kepemimipinanya yakni sebagai berikut:
a) Mencari ketentuan hukum dalam Al-Qur’an. Apabila ada,
ia putuskan berdasarkan ketetapan yang ada dalam Al-Qur’an.
b) Apabila tidak menemukanya dalam Al-Qur’an, ia mencari
ketentuan hukum dalam Sunnah, bila ada ia putuskan berdasarkan ketetapan yang
ada dalam Sunnah.
c) Apabila tidak menemukanya dalam Sunnah, ia bertanya
kepada sahabat lain apakah Rasulullah Saw. telah memutuskan persoalan yang sama
pada zamanya. Jika ada yang tahu, ia menyelesaikannya berdasarkan keterangan
dari yang menjawab setelah memenuhi beberapa syarat.
d) Jika tidak ada sahabat yang memberikan keterangan, ia
mengumpulkan para pembesar sahabat dan bermusyawarah untuk menyelesaikan
persoalan yang dihadapi. Jika ada kesepakatan diantara mereka, ia menjadikan
kesepakatan itu sebagai keputusan.[13]
2. Tipe Kepemimpinan Khalifah Umar
bin Khattab (634-644 M)
Umar bin Khattab
merupakan salah satu sosok pemimpin yang tegas, jujur dan adil dalam Islam.
Dalam mengambil keputusan hukum khalifah Umar bin Khattab sama dengan Abu
Bakar. Sebelum mengumpulkan sahabat untuk bermusyawarah, ia bertanya kepada
sahabat lain: “Apakah kalian mengetahui bahwa Abu Bakar telah memutuskan kasus
yang sama?” Jika pernah, ia mengikuti keputusan itu. Jika tidak ada,ia
mengumpulkan sahabat dan bermusyawarah untuk menyelesaikannya. Sebagaimana yang
dikutip dari (Umar Sulaiman Al-Asyqar, 1991:75) kemudian dikutip lagi oleh
Alaidin Koto dijelaskan salh satu wasiat Umar ra. Kepada seorang qadhi (hakim)
pada zamanya, yaitu syuraih. Wasiat tersebut adalah:
a) Berpeganglah kepada Al-Qur’an dalam menyelesaikan
kasus
b) Apabila tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, hendaklah
engkau berpegang kepada Sunnah.
c) Apabila tidak didapatkan ketentuannya dalam sunnah,
berijtihadlah.[14]
3.
Tipe Kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan (644-656 M)
Sifat-sifat
kepemimpinan Utsman diantaranya, Menjalankan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Teguh
pendirian, dermawan, lemah lembut dan sopan santun, bahkan terhadap lawannya
bertanggung jawab, bersikap adil, berani mengambil keputusan. Pandai memilih
bawahannya yang kompeten. Aspiratif terhadap pendapat rakyatnya.
Kepemimpinan pada masa
Utsman sama seperti kemimpinan di masa dua sahabat sesudahnya. Utsman mengutus
petugas-petugas sebagai pengambilan pajak dan penjaga batas-batas wilayah untuk
menyeru Amar Ma’ruf Nahi Munkar, dan terhadap masyarakat yang bukan Muslim (ahli
dzimamah) berlaku kasih sayang dan
lemah lembut serta berlaku adil terhadap mereka. Ustman memberikan hukuman
cambuk terhadap orang yang biasa minum arak, dan mengancam setiap orang yang
berbuat bid’ah dikeluarkan dari kota Madinah, dengan demikian keadaan
masyarakat selalu dalam kebenaran.
4.
Tipe Kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib (656-661 M)
Karakter kepemimpinan
Ali bin Abi Thalib, seperti yang diungkapkan Dhirar bin Dhamrah kepada
Muawiyyah bin Abu Sufyan yakni Berpandangan jauh ke depan (visioner), Sangat
kuat (fisik), Berbicara dengan sangat ringkas dan tepat, Menghukum dengan adil,
Ilmu pengetahuan menyemburat dari seluruh sisinya (perbuatan dan perkataannya),
Berbicara dengan penuh hikmah (bijaksana) dari segala segi, Menyepi dari dunia
dan segala perhiasannya, Berteman dengan ibadah pada malam dan kegelapan,
Banyak menangis karena takut kepada Allah, Banyak bertafakur setelah berusaha.
Selalu menghitung-hitung kesalahan dirinya (muhasabah), Menyukai pakaian kasar,
makanan orang fakir, Selalu mengawali ucapan salam apabila bertemu, Memenuhi
panggilan apabila dipanggil, Bawahannya tidak takut berbicara, dan mendahulukan
orang lain dalam berpendapat jika tersenyum, giginya terlihat seperti mutiara
dan tersusun rapi, Menghormati ahli agama dan mencintai kaum fakir miskin, Di
hadapannya orang-orang yang kuat tidak akan berani berbuat batil, Di
hadapannya, orang-orang yang lemah tidak akan berputus asa dari keadilannya. Di
tempat ibadah dia menangis seperti orang yang sedang bersedih.
Kepemimpinannya telah
teruji. Ia berani menghadapi kaum musyrikin dalam perang Khandak yang berjumlah
24.000 prajurit. Pasukan berkuda yang dipimpin oleh Amru Bin Wudd hendak
menikamnya. Namun, Ali berhasil membunuhnya. Tidak heran jika akhirnya ia
mendapat sebutan sebagai orang yang tidak dapat dikalahkan oleh lawan. Belum
lagi segudang kehebatan dan keberanian yang lainnya.
Khulafaur Rasyidin terdiri dari empat sahabat Nabi
Muhammad , mereka mempunyai karakter yang berbeda-beda.
1) Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq, mempunyai karakter yang lemah lembut dan tegas. Dalam suasana yang kacau
pemimpin yang berkarakter seperti Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq sangat
diperlukan. Dengan kelembutannya, dapat menginsafkan orang-orang terbujuk
berbuat makart. Sementara orang-orang yang bersikap merongrong dihadapi secara
tegas oleh Abu Bakar Ash- Shidiq.
2) Khalifah Umar bin Khattab, mempunyai karakter : Cerdas, tegas dan mengutamakan kepentingan rakyat.
Kecerdasannya Umar bin Khattab sangat diperlukan untuk membangun dasar-dasar
kemasyarakatan yang islami.
3) Khalifah Utsman
bin Affan, Masa Utsman bin Affan situasi sudah aman. Kemakmuran
sudah tercapai di segenap lapisan masyarakat. Dalam kondisi seperti itu,
karakter pemimpin yang shaleh, penyantun dan sabar sangat diperlukan. Dengan
karakter seperti Khalifah Utsman bin Affan kemakmuran rakyat
tercapai, baik jasmani maupun rohani.
4) Khalifah Ali bin Abi Thalib, Sebagai masa peralihan dari Khalifah Utsman bin Affan ke Khalifah Ali bin
Abi Thalib , kekacauan kembali terjadi. Dalam kondisi negara seperti itu,
karakter pemimpin yang tegas dan mengutamakan kebenaran sangat diperlukan.
Khalifah Ali bin Abi Thalib mempunyai karakter yang tepat. Ketegasan Khalifah
Ali bin Abi Thalib dalam membela kebenaran mirip dengan Khalifah Umar bin
Khattab.
C. KONTRIBUSI KHALIFAH DALAM
PERADABAN ISLAM
1.
Kontribusi Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
Masa pemerintahanya sangatlah singkat. Namun dalam
kontribusi membangun peradaban Islam cukuplah banyak. Diantaranya[15] :
a) Pemberangkatan Pasukan Usamah bin Zaid sesuai dengan
Pesan Rasulullah
Hal ini dilakukan Abu Bakar sebagai usaha untuk
menampakan kepada semua pihak bahwa kekuatan Islam masih tetap kokoh dan sulit
dilakukan baik secara material maupun spiritual. Pada akhirnya pasukan ini
memetik kemenangan yang mengakibatkan banyak orang kokoh berpegang pada agama
Islam.
b) Perang Melawan orang-orang murtad
Setelah Rasulullah wafat, seluruh Jazirah Arab murtad
dari agama Islam kecuali Makkah, Madinah, dan Thaif. Sebagian orang murtad ini
kembali kepada kekufuran lamanya dan mengikuti orang-orang yang mengaku sebagai
nabi, sebagian yang lain hanya tidak mau membayar zakat.
c) Perang Yamamah (11 H/632 M)
Perang ini terjadi di Bani Hanifah, Yamamah. Ditempat itu ada seorang yang
mengaku bahwa dirinya adalah seorang nabi, dia adalah Musailamah Al-Kadzdzab.
Terjadi sebuah pertempuran sangat sengit yang akhirnya dimenangkan oleh kaum
muslim dan musailamah terbunuh. Akhirnya, penduduk di tempat itu bertobat dan
kembali ke dalam pengakuan Islam. Pada perang ini sejumlah sahabat menemui mati
syahid. Diantaranya adalah para penghafal Al-Qur’an. Inilah yang membuat Abu
Bakar mengambil inisiatif untuk menghimpun Al-Qur’an dalam satu mushaf.
d) Penaklukan Islam
Penaklukan Islam yang dilakukan Abu Bakar yakni di wilayah timur (Persia)
yang meliputi Irak, bagian barat Syam, dan bagian utara Jazirah Arab serta di
wilayah barat (Romawi). Di wilayah timur (Persia) Abu Bakar mengangkat Khalid
bin Walid dan Mutsanna bin Haritsah sebagai panglima. Mereka mampu memenangkan
peperangan dan membuka hirah serta beberapa kota di Irak.
e) Permulaan Perang Yarmuk (13 H/634 M)
Perang Yarmuk terjadi di sebuah pinggiran sungai Yordania yang disebut
Yarmuk. Pada saat perang sedang berkecamuk dengan sengitnya, datang kabar bahwa
khalifah Abu Bakar meninggal dunia dan Umar menjadi penggantinya. Khalid
diturunkan dari posisinya sebagai panglima dan segera diganti oleh Abu Ubaidah
ibnul-Jarrah.
f) Penghimpunan Al-Qur’an
Satu kerja besar yang dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah
penghimpunan Al-Qur’an. Abu Bakar memerintahkan kepada Zaid bin tsabit untuk
menghimpun Al-Qur’an dari pelepah kurma, kulit binatang dan dari hafalan kaum
muslimin. Hal ini dilakukan untuk menjaga kelestarian Al-Qur’an setelah
Syahidnya beberapa penghafalan Al-Qur’an pada perang yamamah. Umarlah yang
mengusulkan pertama kali penghimpunan Al-Qur’an. Sejak itulah Al-Qur’an
dikumpulkan dalam satu mushaf.
2.
Kontribusi Khalifah Umar ibn Khattab
1) Umar turut aktif menyiarkan agama Islam. Ia
melanjutkan usaha Abu Bakar meluaskan daerah Islam sampai ke Palestina, syiria,
Irak, dan Persia di sebelah Utara serta ke Mesir di Barat Daya.
2) Menetapkan tahun Islam yang terkenal dengan tahun
Hijriah berdasarkan peredaran bulan (qamariyah), dibandingkan dengan tahun
Masehi (miladiyah) yang didasarkan pada peredaran matahari.
3) Sikap toleransinya terhadap pemeluk agama lain. Hal
ini terbukti ketika beliau hendak mendirikan masjid Jerussalem (Palestina).
Beliau minta izin kepada pemuka agama lain di sana, padahal beliau adalah
pemimpin dunia waktu itu.[16]
3.
Kontribusi Khalifah Ustman ibn Affan
Meskipun masa
pemerintahan usman diwarnai dengan tuduhan-tuduhan yang cukup banyak, namun
dalam masa pemerintahannya, beliau banyak memberikan kontribusi untuk peradaban
Islam. Di dalam buku Syed Mahmudunnasir
terjemahan Adang affandi yang dikutip oleh Fitri Oviyanti dijelaskan kontribusi
khalifah usman yaitu:[17]
1) Memperluas wilayah Islam
2) Membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang
besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota.
3) Khalifah yang pertama kali memperluas masjid Nabawi
sebagai respon terhadap keinginan rasulullah saat masjid itu sudah semakin
terasa sempit.
4) Penghimpunan Al-Qur’an dalam satu mushaf.
5) Terjadi perbedaan cara membaca (Qiraat) di beberapa
Negara Islam. Maka, Ustman menyatukanya dalam satu mushaf dengan bacaan tadi
dan memerintahkan untuk membakar mushaf-mushaf dengan bacaan tadi dan
memerintahkan untuk membakar mushaf-mushaf yang lain. Rasm Utsmani merupakan
bacaan kaum muslimin hingga masa kini.
4.
Kontribusi Khalifah Ali bin Abi Thalib
Kebijaksanaan-kebijaksanaan
Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para gubernur di Damaskus,
Mu'awiyah yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa
kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan
Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan
sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu'awiyah di Shiffin.
Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan nama perang shiffin. Perang ini
diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan
masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, al-Khawarij, orang-orang
yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi
Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu'awiyah,
Syi'ah (pengikut Abdullah bin Saba’ al-yahudi) yang menyusup pada barisan
tentara Ali, dan al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali).
Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok al-khawarij menyebabkan
tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu'awiyah semakin kuat. Pada tanggal
20 ramadhan 40 H (660 M), Ali Ra terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij
yaitu Abdullah bin Muljam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepemimpinan dari para
sahabat rasul ini disebut periode khulafa’ al- rasyidun (para pengganti yang
mendapatkan bimbingan kejalan yang lurus). Empat khalifah tersebut adalah:
1) Abu Bakar As-Shidiq (632-634 M)
2) Umar bin khattab (634-644
M)
3) Utsman bin Affan (644-656
M)
4) Ali bin Abi Thalib (656-661 M)
Dari keempat Khulafaur
Rasyidin tersebut berbeda –beda dalam pengangkatan padaa masa kekhalifahannya .
pengangkatan Ali bin Abi Thalib berbeda dengan khalifah sebelumnya.Abu Bakar
diangkat melalui musyawarah terbuka di Tsaqifah bani Saidah,Umar bin Khattab
melalui penunjuan pendahulnya,,sedangkanUsman bin Affan melalui Majlis al-Syura. Ali bin Abi
Thalib diangkat menjadi khalifah dalam suasana yang kacau dan tidak banyak
melibatkan sahabat senior.
Sistem pemerintahan kehidupan
politik pada masa Khulafaur Rasyidin sudah sangat baik. Karena khalifah dari masa jabatan ke
masa jabatan memiliki karakteristik dan tetap berpegang teguh kepada
al-Quran dan sunah Rasul serta tetap
menjalankan musyawarah dalam setiap pengambilan keputusan. Walaupun masih
adanya pemberontakan-pemberontakan pada masanya.
B. Kritik dan Saran
Dalam makalah
ini penulis sadar bahwa
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, diperlukan kritik dan saran dari pembaca
sekalian agar makalah ini dapat lebih baik lagi dan bermanfaat bagi kita semua.
diharapkan juga adanya makalah lain yang menyempurnakan makalah ini sehingga
dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Karim. Sejarah Pemikiran dan Peradaban islam. Yogyakarta: Bagaskara,
2011.
Ahmad
Al-Usiry, Sejarah Islam Sejak Nabi Adam Hingga Abad XX. Jakarta: Akbar
Media, 2010.
Ahmad
Jamil, Sejarah Kebudayaan Dinamika Islam.
Gresik:Putra Kembar
Jaya, 2011.
Alaiddin
Koto, Sejarah Peradilan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.
Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindopersada, 2008.
Fitri
Oviyanti, Metodologi Studi Islam, Palembang: IAIN Raden Fatah Press,
2007.
Hasan
Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan
Islam. Jakarta : Kalam Mulia,
2009.
Jaih
Mubarok, Sejarah dan perkembangan Hukum Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2003.
K.Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pramodern). Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada,
2003.
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006.
Samir Aliyah, alih bahasa Asmuni Solihan Zamakhasyari, Sistem
Pemerintahan, peradilan dan Adat dalam Islam. Jakarta: Khalifah,2004.
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: AMZAH,
2010.
[1] Ahmad Jamil, Sejarah Kebudayaan Dinamika Islam.
(Gresik: Putra Kembar Jaya,2011),
hlm. 2.
[2] Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: AMZAH, 2010 ), hlm. 93.
[3] Hasan
Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam.
(Jakarta : Kalam Mulia, 2009), hlm. 399
[4] Abdul Karim.Sejarah Pemikiran dan Peradaban islam.(Yogyakarta: Bagaskara, 2011),
hlm.79
[5] Samsul Munir
Amin, Op. Cit, hlm. 97.
[6] K. Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pramodern).
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 133.
[7] Samsul Munir
Amin, Loc. Cit, hlm. 97.
[8] K. Ali. Op.Cit, hlm. 160.
[10] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja
Grafindopersada, 2008), hlm. 39-40.
[11] Samir
Aliyah,alih bahasa Asmuni Solihan Zamakhasyari, Sistem Pemerintahan,
Peradilan dan Adat dalam Islam ( Jakarta: Khalifah, 2004), hlm. 302.
[12] Alaiddin Koto,
Sejarah Peradilan Islam ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hlm.
60.
[13] Jaih Mubarok, Sejarah
dan perkembangan Hukum Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003) cet. III,
hlm. 37.
[14] Alaiddin Koto,
op. cit., hlm. 64.
[15] Ahmad Al-Usiry,
Sejarah Islam Sejak Nabi Adam Hingga Abad XX (Jakarta: Akbar Media, 2010),
hlm. 145-151.
[16] Muhammad Daud
Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 170.
[17] Fitri
Oviyanti, Metodologi Studi Islam, (Palembang: IAIN Raden Fatah Press,
2007), hlm. 127-128.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar