Rabu, 25 Maret 2020

Makalah Realitas Kepemimpinan di Negara Muslim


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
        Dalam banyak pandangan, terutama bagi setiap Muslim bahwa Islam adalah agama yang kaffah. Kaffah yang dalam definisi sederhana berarti menyeluruh atau meliputi semua hal tentang kehidupan manusia. Dalam hal ini Islam berarti agama yang meenyediakan berbagai aturan hidup bagi seluruh umat manusia, tanpa terkecuali. Islam dengan demikian bukan hanya dipandang sebagai konsep semata, yang berhenti pada tataran pemikiran selayaknya agama sebagai penjaga moralitas dan etika (akherat), namun juga memiliki keluasan kontekstual, termasuk meliputi urusan keduniawian.
        Muslim-muslim sub-benua India, dan selebihnya, bangga dengan asosiasinya dengan Islam. Saran bahwa negara-negara mereka harus diperintah oleh Islam tidaklah jarang dan sangat natural. Dalam konteks sub-benua itu, banyak yang kehilangan nyawanya dalam perjuangan penciptaan tanah air Muslim dan mereka semua yang membuat visi   itu menjadi mungkin dikenang sebagai para pahlawan. Mereka mendukung khilafah di hari-hari terakhirnya dan banyak suara-suara mendukung itu menjadi para pendiri Pakistan itu sendiri. Frustasi terhadap berbagai partai Muslim selama ber-dekade tidak pernah terhadap Islam, tapi terhadap penyalahgunaan dan pencurangan Islam untuk tujuan politis oleh kelompok-kelompok tertentu.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Kepemimpinan Islam ?
2. Bagaimana realita Kepemimpian Islam di Indonesia ?


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepemimpinan Islam
       Dalam Islam istilah kepemimpinan dikenal dengan istilah khilafah, imamah, dan ulil amri juga ada istilah ra’in. Kata khalifah mengandung makna ganda. Di satu pihak khalifah diartikan diartikan sebagai kepala negara dalam pemerintahan dan kerajaan islam di masa lalu, yang dalam konteks kerajaan pengertiannnya sama dengan sulthan. Selain itu dikenal pula istilah khalifatur Rasul atau khalifatun nubuwwah yaitu pengganti Nabi sebagai pembawa risalah atau syariat, memberantas kedhaliman dan menegakkan keadilan. Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 30 berikut :
2:30
Artinya : Dan (ingatlah) tatkala Tuhan engkau berkata kepada Malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah. Berkata mereka : Apakah Engkau hendak menjadikan padanya orang yang merusak di dalam nya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau ? Dia berkata : Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.
       Dari firman Allah SWT tersebut dijelaskan bahwasanya tidak sekedar menunjuk pada para khalifah pengganti Rasulullah, tetapi adalah penciptaan manusia yang diberi tugas untuk memakmurkan bumi. Tugasnya adalah menyeru dan menyuruh orang lain berbuat amar ma’ruf nahi munkar. Dalam surat Yunus ayat 4 dijelaskan bahwa perbuatan manusia yang disebut kepemimpinan tidak pernah lepas dari perhatian dan penilaian Allah. Oleh karena itu    secara spiritual kepemimpinan harus diartikan sebagai kemampuan melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah baik secara bersama-sama maupun perseorangan. Kepemimpinan dalam arti spiritual tiada lain daripada ketaatan atau kemampuan mentaati perintah dan larangan Allah dan RasulNya dalam semua aspek Kehidupan.
       Dalam pengertian spiritual ini kita dapat menyimpulkan bahwa kepemimpinan Islam secara mutlak adalah bersumber dari Allah yang telah menjadikan manusia sebagi khalifah di bumi sehingga dimensi control tidak terbatas pada interaksi      antara yang memimpin dengan yang dipimpin, tetapi baik antara pemimpin dan yang dipimpin harus sama-sama mempertanggung jawabkan amanah yang diembannya sebagai seorang khalifah di bumi. Secara empiris kepemimpinan merupakan proses, yang berisi rangkaian kegiatan     yang saling mempengaruhi, berkesinambungan dan terarah pada satu tujuan. Rangkaian     kegiatan itu berwujud kemampuan, mempengaruhi, dan mengarahkan perasaan dan pikiran orang lain agar bersedia melakukan sesuatu yang diinginkan pemimpin dan teraah pada tujuan yang telah disepakati bersama.

B. Realita Kepemimpinan Islam di Indonesia
      Dahulu, Rasulullah SAW pernah diberikan tiga tawaran oleh musuh-musuhya agar Beliau beralih ke pihak mereka. Tawaran yang pertama adalah harta yang melimpah yang kemudian tawaran ini Beliau tolak. Disusul dengan tawaran kedua yakni wanita yang cantik, ini tak sedikitpun menggetarkan keteguhan hati Beliau. Dan yang ketiga yang akan menjadi sorotan ialah tawaran untuk menjadi raja atau pemimpin kaum. Saat itu raja adalah seseorang yang memiliki kekuatan dan kekuasaan penuh.
      Rasulullah SAW menyadari saat itu yang ada ialah sistem yang jahil, sehingga tidak ada gunanya menjadi pemimpin saat itu, kalaupun syariat islam diterapkan, maka sistem yang ada akan menolak, bukannya kemaslahatan yang akan didapat melainkan mudharat. Sehingga Beliau memulai membangun dari dasar, membina para sahabat-sahabatnya, dari masa dakwah yang sembunyi-sembunyi, hingga akhirnya terang-terangan dan melakukan ekspansi.
       Kisah lain adalah Khalifah Umar bin Khatab. Ketika Beliau diangkat menjadi khalifah menggantikan Abu Bakar, pertama yang Beliau ucapkan adalah Istighfar dengan kelopak yang dipenuhi air mata, karena mengingat pemimpin adalah sebuah amanat besar yang mesti diemban. Pernah suatu malam Khalifah Umar bin Khaththab r.a. berjalan menyusuri lorong-lorong kota Madinah. Bersama seorang pembantunya, Umar hendak melihat keadaan rakyatnya. Mereka mendapati seorang wanita dan anak-anaknya yang masih kecil duduk mengitari periuk besar di atas tungku api. Anak-anak itu terlihat menangis. Umar lalu mendekat dan bertanya, “Apa yang sedang terjadi?”. “Kami sudah dua hari tidak makan. Kami kedinginan dan kelaparan,” jawab wanita itu. Ia tidak tahu kalau yang ada di hadapannya itu adalah Khalifah Umar. “Lalu apa yang ada di dalam periuk itu?”, tanya Umar. “Air, agar mereka diam dan tertidur”, jawab wanita itu. “Apa kau tidak memberi tahu pada Khalifah Umar?”. “Seharusnya dialah yang harus tahu keadaan kami. Dia punya kuda, juga ribuan pegawai dan tentara. Dia seharusnya tidak boleh tidur nyenyak di rumahnya, sementara ada rakyatnya seperti kami yang kedinginan dan kelaparan”, tegas wanita itu.
      Hati Umar tergetar dan sangat pedih. Umar bergegas pergi mengajak pembantunya menuju ke gudang penyimpanan gandum. Umar mengambil sekarung gandum dan hendak memanggulnya. Sang pembantu mencegah, “Jangan, Tuan, biarlah saya saja yang memanggulnya.” Umar malah marah dan menghardik, “Apakah kamu juga akan memanggul dosaku di Hari Kiamat kelak!” Pembantu itu diam seribu bahasa. Ia lalu membantu Umar menaikkan sekarung gandum itu ke pundaknya. Umar juga menenteng beberapa liter minyak samin. Kemudian Umar berjalan tergesa menuju rumah wanita tadi, tidak peduli dengan beratnya beban dan dinginnya malam.
      Bencana krisis kepemimpinan sedang melanda di negeri ini, yang ada sekarang pemimpin cenderung dijadikan sebagai jabatan prestise yang dicari banyak orang bahkan kecenderungan ini merambah ke kalangan artis. Jika dahulu Rasulullah ditawari menjadi seorang raja akan tetapi beliau tolak karena sistem yang ada saat itu adalah sistem jahil, maka Beliau membangun kepemimpinan mulai dari pondasi dasar.  Namun sekarang para pemimpin muncul dipermukaan hanya menjelang momentum pemilihan umum dan cenderung instan, banyak yang mengabaikan untuk membangun dari awal. Jabatan dijadikannya sebuah pekerjaan yang menghasilkan uang, jika modal yang dahulu dikeluarkan untuk menjadi pemimpin menghabiskan banyak uang, maka bukan menjadi hal yang mustahil lagi untuk mengembalikan modal saat periode jabatan. Sehingga yang mucul adalah korupsi merambah diberbagai penjuru negeri ini.
       Menurut hasil survey dari lembaga Kemitran Partnership 2010 di 27 provinsi. Survei menyebutkan 78 persen responden mempersepsikan DPR sebagai lembaga terkorup, lembaga hukum 70 persen, dan pemerintah 32 persen. Jika dahulu Umar bin Khatab pernah menangis melihat Rasulullah tidur hanya beralaskan tikar hingga membekas dipunggung Beliau, maka bisa dilihat Wakil Rakyat dinegeri ini semakin menjadi-jadi untuk memanjakan dan memperkaya diri mereka sendiri.
       Peran warga negara terhadap keberlangsungan pemerintahan memang sangat dominan, karena Indonesia adalah negara yang demokratis, sehingga warga negara mayoritas tersebut memungkinkan menjadi cara untuk mengembangkan konsep islam dalam pemerintahan dengan memilih pemimpin yang beragama islam. Dan kenyataannya semua presiden Indonesia beragama islam, walaupun tidak sepenuhnya menerapkan konsep islam dalam  pemerintahannya. Kepemimpinan Islam di Indonesia kian lama semakin berkembang, dengan adanya  organisasi  yang berideologikan islam, organisasi tersebut menunjukkan konsep islam dalam berpolitik. Tujuan salah satu organisasi Islam adalah terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, sejahtera lahir batin, dan demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila di  bawah rida Allah SWT. Tujuan tersebut yang memang memperlihatkan konsep kepemimpinan islam.
       Organisasi yang ada pada saat ini memang bukan organisasi yang berideologikan islam kebanyakan, tetapi orang-orang yang tergabung dalam organisasi tersebut mayoritas beragama  islam, walaupun bukan berlandaskan islam kepemimpinan organisasi tersebut, secara tersirat mengadopsi konsep-konsep islam yang dibawakan oleh orang yang menjalankan kepemimpinannya dipartai tersebut. Akan tetapi konsep islam seakan-akan hilang dengan  banyaknya kasus-kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang dialami para pelaksana  pemerintahan yang notabennya beragama islam.
       Hal ini membuat kepemimpinan islam mengalami keterpurukan. Untuk itu perlu dipertanyakan tentang pemahaman konsep islam kepada setiap pemimpin di Indonesia. Mungkin didalam sebuah pemerintahan juga terdapat orang-orang yang memang mengerti konsep islam, sehingga terdapat beberapa substansi  pemerintahan yang dapat berjalan dengan konsep islami walaupun tidak secara tertulis. Realita yang terjadi saat ini pada partai Islam sungguh amat memprihatinkan. Bahkan dalam beberapa survey, partai Islam diperkirakan akan hilang seiring perkembangan zaman karena ketidakmampuan partai Islam menangkap cepat aspirasi ummat, disinyalir menjadi salah satu titik kemunduran partai Islam pada Pemilu ke depan. Partai Islam dipandang hanya menampilkan jargon dan slogan, tanpa implementasi ideologi perjuangan. Pemimpin dan kepemimpinannya merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat manusia dan berperan sentral dalam menjalankan roda organisasi. Bahkan, pemimpin dengan kepemimpinannya menentukan maju atau mundurnya suatu organisasi, dan dalam lingkup lebih luas menentukan jatuh dan bangunnya suatu bangsa dan negara.














BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
      Dengan modal keyakinan bahwa Tuhan itu ada, bersifat kasih sayang, yang menguasai seluruh hidup dan kehidupan, pemberi kekuasaan dan kekuatan serta pelindung seluruh mahluk-Nya dan sifat-sifat lainnya yang ada pada Tuhan Yang Maha Esa, maka kalbu dan hati seorang pemimpin menjadi bersih dan suci lahir dan bathin dan ia akan menjadi heneng, hening, heling dan waspada. Heneng artinya seorang pemimpin bersifat teduh dan tenang, dia selalu imbang tenang, tidak pernah gentar, tidak mudah gugup dalam menghadapi masalah. Hening artinya bening, bersih, suci, sejati, ceria, jernih dan murni.
       Pemimpin itu harus memiliki keheningan bathin, yaitu ketulusan, kelurusan dan keikhlasan, dia selalu jujur terhadap dirinya dan terhadap para pengikutnya, tanpa memilikin pamrih kecuali mengabdi dan melayani kepada masyarakatnya. Heling artinya ingat, sadar, dan insyaf. Yaitu menyadari hakikat alam dengan segala hukum-hukumnya, juga selalu ingat pada perilaku yang luhur, baik dan jujur, serta ingat bahwa keserakahan, kemunapikan dan kejahatan akan selalu menyebarkan malapetaka dan kesedihan, baik pada diri sendiri maupun bagi orang banyak.
B. Saran
Dalam makalah ini penulis berkeinginan memberikan saran kepada pembaca agar dapat memahami lebih jauh lagi teori perilaku produsen sesuai dengan tuntutan islam dari berbagai narasumber dan referensi lainnya karena dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan – kekurangan baik dari bentuk maupun isinya.
DAFTAR PUSTAKA
Mubarak, J. 2000. Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya).
Imam Moedjiono. 2002. Kepemimpinan dan Keorganisasian. (UII Press Yogyakarta:
        Yogyakarta).





Tidak ada komentar:

Posting Komentar