KEPEMIMPINAN
DINASTI ABASIYYAH
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama
Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya
sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah Ilmu Kepemimpinan dengan
judul "Kepemimpinan Dinasti Abasiyyah" tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan
didukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam
penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami dalam merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan
bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca
yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat
diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca
untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah
selanjutnya.
Pekanbaru, 29 Oktober 2019
Kelompok 12
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. Latar
Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah..................................................................................... 1
C. Tujuan......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 3
A.
SEJARAH BERDIRINYA BANI ABBASIYAH.................................... 3
B. MASA KEKUASAAN BANI ABBASIYAH........................................... 6
C. MASA KEJAYAAN PERADABAN BANI
ABBASIYAH..................... 9
D. SISTEM
PEMERINTAHAN DAN POLITIK
PADA BANI ABBASIYAH..................................................................... 17
E. MODEL PEMERINTAHAN BANI ABASIYYAH.............................. 19
F. BIRO-BIRO PEMERINTAHAN PADA
MASA BANI ABASIYYAH.................................................................... 20
G.
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN
KEMUNDURAN BANI ABBASIYAH.................................................. 22
BAB III PENUTUP.............................................................................................. 25
A. Kesimpulan............................................................................................... 25
B.
Kritik dan Saran...................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah telah mengukir bahwa pada
masa Dinasti Abasiyyah, umat Islam benar-benar berada dipuncak kejayaan dan
memimpin peradaban dunia saat itu. Masa pemerintahan ini m erupakan golden
age dalam perjalanan peradaban Islam terutama pada masa Khalifah
Al-Makmun.[1]
Hal ini dikarenakan sistem pemerintahan dan politik yang lebih tertata dengan
bagus. Sistem pemerintahan yang belum ada pada masa Umayyah, kini mulai
dibentuk dan dijalankan oleh kekhalifahan dinasti Bani Abasiyyah sehingga
sebagai hasilnya dapat dilihat dengan adanya kemajuan baik dalam aspek ilmu
pengetahuan, ketata negaraan dan lain sebagainya.
B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana sejarah
berdirinya Bani Abbasiyah?
2) Bagaimana masa kekuasaan Bani Abbasiyah?
3) Bagaimana masa kejayaan peradaban Bani Abbasiyah?
4)
Bagaimana sistem pemerintahan dan politik pada
Bani Abbasiyah?
5)
Bagaimana model pemerintahan Bani Abasiyyah?
6)
Bagaimana biro-biro
pemerintahan pada masa Bani Abasiyyah?
7)
Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan
kemunduran pada Bani Abasiyyah?
C. Tujuan
1) Mengetahui sejarah
berdirinya Bani Abbasiyah.
2) Mengetahui masa
kekuasaan Bani Abbasiyah.
3) Mengetahui masa kejayaan peradaban Bani Abbasiyah.
4) Mengetahui sistem
pemerintahan dan politik pada Bani Abbasiyah.
5) Memahami model pemerintahan Bani Abasiyyah.
6) Memahami biro-biro pemerintahan pada masa Bani Abasiyyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH
BERDIRINYA BANI ABBASIYAH
Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132
H/750 M oleh Abul Abbas Ash-shaffah, dan sekaligus sebagai khalifah pertama. Kekuasaan
Bani Abbas melewati rentang waktu yang sangat panjang, yaitu lima abad dimulai
dari tahun 132-656 H/750-1258 M. Berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai
kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh bani Hasyim (alawiyun )
setelah meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak berkuasa
adalah keturunan Rasulullah dan anak-anaknya.[2]
Kelahiran
bani Abbasiyah erat kaitannya dengan gerakan oposisi yang di lancarkan oleh
golongan syi’ah terhadap pemerintahan Bani Umayyah. Golongan Syi’ah selama
pemerintahan Bani Umayyah merasa tertekan dan tersingkir karena
kebijakan-kebijakan yang di ambil pemerintah. Hal ini bergejolak sejak
pembunuhan terhadap Husein Bin Ali dan pengikutnya di Karbela.
Gerakan
oposisi terhadap Bani Umayyah dikalangan orang syi’ah dipimpin oleh Muhammad
Bin Ali, ia telah di bai’ah oleh orang-orang syi’ah sebagai imam. Tujuan utama
dari perjuangan Muhammad Bin Ali untuk merebut kekuasaan dan jabatan khalifah
dari tangan Bani Umayyah, karena menurut keyakinan orang syi’ah keturunan Bani
Umayyah tidak berhak menjadi imam atau khalifah, yang berhak adalah keturunan
dari Ali Bin Abi Thalib, sedangkan bani umayyah bukan berasal dari keturunan
Ali Bin Abi Thalib. Pada awalnya golongan ini memakai nama Bani Hasyim, belum
menonjolkan nama Syi’ah atau Bani Abbas, tujuannya adalah untuk mencari
dukungnan masyarakat. Bani Hasyim yang tergabung dalam gerakan ini adalah
keturunan Ali Bin Abi Thalib dan Abbas Bin Abdul Muthalib. Keturunan ini
bekerjasama untuk menghancurkan Bani Umayyah.[3]
Strategi yang digunakan untuk menggulingkan Bani Umayyah ada dua tahap :
Ø Gerakan secara
rahasia
Propoganda Abbasiyah dilaksakan dengan
strategi yang cukup matang sebagai gerakan rahasia, akan tetapi Imam Ibrahim
pemimpin abbasiyah yang berkeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya
diketahui oleh khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan dinasti umayyah dan
dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya di eksekusi. Ia mewasiatkan kepada
adiknya Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika ia telah mengetahui
bahwa ia akan di eksekusi dan memerintahkan untuk pindah ke kuffah.
Ø Tahap terang-terangan dan terbuka secara umum
Tahap ini dimulai setelah terungkap surat rahasia Ibrahim bin Muhammad yang ditujukan kepada Abu Musa Al-Khurasani Agar membunuh setiap orang yang berbahasa Arab di Khurasan. Setelah khalifah Marwan bin Muhammad mengetahi isi surat rahasia tersebut ia menangkap Ibrahim bin Muhammad dan membunuhnya. Setelah itu pimpinan gerakan oposisi dipegang oleh Abul Abbas Abdullah bin Muhammad as-saffah, saudara Ibrahim bin Muhammad.
Tahap ini dimulai setelah terungkap surat rahasia Ibrahim bin Muhammad yang ditujukan kepada Abu Musa Al-Khurasani Agar membunuh setiap orang yang berbahasa Arab di Khurasan. Setelah khalifah Marwan bin Muhammad mengetahi isi surat rahasia tersebut ia menangkap Ibrahim bin Muhammad dan membunuhnya. Setelah itu pimpinan gerakan oposisi dipegang oleh Abul Abbas Abdullah bin Muhammad as-saffah, saudara Ibrahim bin Muhammad.
Abul Abbas sangat beruntung, karena pada masanya pemerintahan
Marwan bin Muhammad telah mulai lemah dan sebaliknya gerakan oposisi semakin
mendapat dukungan dari rakyat dan bertambah luas pengaruhnya. Keadaan ini
tambah mendorong semangat Abul Abbas untuk menggulingkan khalifah Marwan bin
Muhammad dari jabatannya. Untuk maksud tersebut Abul Abbas mengutus pamannya
Abdullah bin Ali untuk menumpas pasukan Marwan bin Muhammad. Pertempuran
terjadi antara pasukan yang dipimpin oleh khalifah Marwan bin Muhammad dengan
pasukan Abdullah bin Ali di tepi sungai Al-Zab Al-Shagirdi, Iran. Marwan bin
Muhammad terdesak dan melarikan diri ke Mosul, kemudian ke palestina, Yordania
dan terakhir di Mesir. Abdullah bin Ali terus mengejar pasukan Marwan bin
Muhammad sampai ke Mesir dan akhirnya terjadi pertempuran disana. Marwan bin
Muhammad pun akhirnya tewas karena pasukannya sudah sangat lemah yaitu pada
tanggal 27 Zulhijjah 132 H/750 M. Pada tahun 132 H/ 750 M Abul Abbas Abdullah
bin Muhammad diangkat dan di bai’ah menjadi khalifah, dalam pidato pembiatan tersebut,
ia antara lain mengatakan “Saya berharap
semoga pemerintahan kami (Bani Abbas) akan mendatangkan kebaikan dan kedamaian
pada kalian. Wahai penduduk koufah, bukan intimidasi, kezaliman, malapetaka dan
sebagainya. Keberhasilan kami beserta ahlul Bait adalah berkat pertolongan
Allah SWT. Hai penduduk koufah, kalian adalah tumpuan kasih sayang kami, kalian
tidak pernah berubah dalam pandangan kami, walaupun penguasa yang zalim (Bani
Umayyah) telah menekan dan menganiaya kalian. Kalian telah dipertemukan oleh
Allah dengan Bani Abbas, maka jadilah kalian orang-orang yang berbahagia dan
yang paling kami muliakan, ketahuilah, hai penduduk koufah,
saya adalah al-saffah”.
Setelah Abul Abbas resmi menjadi khalifah ia tidak lagi mengambil
Damaskus sebagai pusat pemerintahan tetapi ia memilih Koufah sebagai pusat
pemerintahannya, dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1)
Para
pendukung Bani Umayyah masih banyak yang tinggal di Damaskus.
2)
Kota
Koufah jauh dari Persia, walaupun orang-orang Persia merupakan tulang punggung
Bani Abbas dalam menggulingkan Bani Umayyah.
3)
Kota
Damaskus terlalu dekat dengan wilayah kerajaan Bizantium yang merupakan ancaman
bagi pemerintahannnya, akan tetapi pada masa pemerintahan khalifah Al-Mansur
(754-775 M) dibangun kota Baghdad sebagai ibu kota Dinasti Bani Abbas yang
baru.[4]
B.
MASA
KEKUASAAN BANI ABBASIYAH
Selama
dinasti Bani Abbasiyah berdiri pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda
sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan pola pemerinthan
itu, para sejarawan biasanya membagi kekuasaan Bani Abbasiyah pada empat
periode:
Ø Masa Abbasiyah I, yaitu semenjak lahirnya dinasti Abbasiyah tahun
132 H/750 M sampai meninggalnya khalifah Al-Watsiq 232 H/847 M.
Ø Masa Abbasiayah II, yaitu mulai khalifah Al-Mutawakkil pada tahun
232 H/847 M sampai berdirinya Daulah Buwaihiyah di Baghdad tahun 334 H/946 M.
Ø Masa Abbasiyah III, yaitu dari berdirinya Daulah Buwaihiyah tahun
334 H/946 M sampai masuknya kaum Saljuk ke Baghdad Tahun 447 H/1055 M
Ø Masa Abbasiyah IV, yaitu masuknya kaum saljuk di Baghdad tahun 447
H/1055 M sampai jatuhnya Baghdad ketangan bangsa Mongol dibawah pimpinan Hulagu
Khan pada tahun 656 H/1258 M.[5]
1)
Masa
Abbasiyah I ( 132 H/750 M-232 H/847 M )
Masa ini diawali sejak Abul Abbas menjadi khalifah dan berlangsung selama satu abad hingga meninggalnya khalifah Al-Watsiq. Periode ini dianggap sebagai zaman keemasan Bani Abbasiyah. Hal ini disebabkan karena keberhasilannya memperluas wilayah kekuasaan.
Masa ini diawali sejak Abul Abbas menjadi khalifah dan berlangsung selama satu abad hingga meninggalnya khalifah Al-Watsiq. Periode ini dianggap sebagai zaman keemasan Bani Abbasiyah. Hal ini disebabkan karena keberhasilannya memperluas wilayah kekuasaan.
Wilayah kekuasaannya membentang dari laut Atlantik hingga sungai
Indus dan dari laut Kaspia hingga ke sungai Nil. Pada masa ini ada sepuluh
orang khalifah yang cukup berprestasi dalam penyebaran Islam mereka adalah
khalifah Abul Abbas ash-shaffah (750-754 M), Al-Mansyur (754-775 M), Al-Mahdi (775-785 M), Al-Hadi
(785-786 M), Harun Al-Rasyid (786-809 M), Al-Amin (809 M), Al-Ma’mun (813-833
M), Ibrahim (817 M), Al-Mu’tasim (833-842 M), dan Al-Wasiq (842-847 M).
2)
Masa
Abbasiyah II ( 232 H/847 M-334 H/946 M)
Periode ini diawali dengan meninggalnya khalifah Al-Wasiq dan berakhir ketika keluarga Buwaihiyah bangkit memerintah. Sepeninggal Al-Wasiq, Al-Mutawakkil naik tahta menjadi khalifah, masa ini ditandai dengan bangkitnya pengaruh Turki.
Periode ini diawali dengan meninggalnya khalifah Al-Wasiq dan berakhir ketika keluarga Buwaihiyah bangkit memerintah. Sepeninggal Al-Wasiq, Al-Mutawakkil naik tahta menjadi khalifah, masa ini ditandai dengan bangkitnya pengaruh Turki.
Setelah Al-Mutawakkil meninggal dunia, para jendral yang berasal
dari Turki berhasil mengontrol pemerintahan. Ada empat khalifah yang dianggap
hanya sebagai simbol pemerintahan dari pada pemerintahan yang efektif, keempat
pemerintahan itu adalah Al-Muntasir (861-862 M ), Al-Musta’in (862-866 M),
Al-Mu’taz (866-896 M), dan Al-Muhtadi (869-870 M). Masa pemerintahan ini
dinamakan masa disintegrasi, dan akhirnya menjalar keseluruh wilayah sehinngga
banyak wilayah yang memisahkan diri dari wilayah Bani Abbas dan menjadi wilayah
merdeka seperti Spanyol, Persia, dan Afrika Utara.
3)
Masa
Abbasiyah III (334 H/946 M -447 H/1055 M)
Masa ini ditandai dengan berdirinya Dinasti Buwaihiyah, yaitu Pada masa ini jatuhnya Khalifah Al-Muktafi (946 M) sampai dengan khalifah Al-Qaim (1075 M). Kekuasaaan Buwaihiyah sampai ke Iraq dan Persia barat, sementara itu Persia timur, Transoxania, dan Afganistan yang semula dibawah kekuasaan Dinasti Samaniah beralih kepada Dinasti Gaznawi. Kemudian sejak tahun 869 M, dinasti Fatimiyah berdiri di Mesir.
Kekhalifahan Baghdad jatuh sepenuhnya pada suku bangsa Turki. Untuk keselamatan, khalifah meminta bantuan kepada Bani Buwaihiyah. Dinasti Buwaihiyah cukup kuat dan berkuasa karena mereka masih menguasai Baghdad yang merupakan pusat dunia islam dan menjadi kediaman Khalifah
Pada akhir Abad kesepuluh, kedaulaulatan Bani Abbasiyah telah begitu lemah hingga tidak memiliki kekuasaan diluar kota Baghdad. Kekuasaan Bani Abbasiyah berhasil dipecah menjadi dinasti Buwaihiyah di Persia (932-1055 M), dinasti Samaniyah di Khurasan (874-965 M), dinasti Hamdaniayah di Suriah (924-1003 M), dinasti Umayyah di Spanyol (756-1030 M), dinasti Fatimiyah di Mesir (969-1171 M), dan dinasti Gaznawi di Afganistan (962-1187 M).
Masa ini ditandai dengan berdirinya Dinasti Buwaihiyah, yaitu Pada masa ini jatuhnya Khalifah Al-Muktafi (946 M) sampai dengan khalifah Al-Qaim (1075 M). Kekuasaaan Buwaihiyah sampai ke Iraq dan Persia barat, sementara itu Persia timur, Transoxania, dan Afganistan yang semula dibawah kekuasaan Dinasti Samaniah beralih kepada Dinasti Gaznawi. Kemudian sejak tahun 869 M, dinasti Fatimiyah berdiri di Mesir.
Kekhalifahan Baghdad jatuh sepenuhnya pada suku bangsa Turki. Untuk keselamatan, khalifah meminta bantuan kepada Bani Buwaihiyah. Dinasti Buwaihiyah cukup kuat dan berkuasa karena mereka masih menguasai Baghdad yang merupakan pusat dunia islam dan menjadi kediaman Khalifah
Pada akhir Abad kesepuluh, kedaulaulatan Bani Abbasiyah telah begitu lemah hingga tidak memiliki kekuasaan diluar kota Baghdad. Kekuasaan Bani Abbasiyah berhasil dipecah menjadi dinasti Buwaihiyah di Persia (932-1055 M), dinasti Samaniyah di Khurasan (874-965 M), dinasti Hamdaniayah di Suriah (924-1003 M), dinasti Umayyah di Spanyol (756-1030 M), dinasti Fatimiyah di Mesir (969-1171 M), dan dinasti Gaznawi di Afganistan (962-1187 M).
4)
Masa
Abbasiyah IV (447 H/1055 M -656 H/1258 M )
Masa ini ditandai dengan ketika kaum Seljuk menguasai dan mengambil alih pemerintahan Abbasiyah. Masa seljuk berakhir pada tahun 656 H/1258 M, yaitu ketika tentara mongol menyerang serta menaklukkan Baghdad dan hampir seluruh dunia Islam terutama bagian timur.[6]
Masa ini ditandai dengan ketika kaum Seljuk menguasai dan mengambil alih pemerintahan Abbasiyah. Masa seljuk berakhir pada tahun 656 H/1258 M, yaitu ketika tentara mongol menyerang serta menaklukkan Baghdad dan hampir seluruh dunia Islam terutama bagian timur.[6]
C.
MASA
KEJAYAAN PERADABAN BANI ABBASIYAH
Pada
periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasan, secara
politis para khalifah memang orang-orang yang kuat dan merupakan pusat
kekuasaan politik sekaligus Agama. Disisi lain kemakmuran masyarakat mencapai
tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi
perkembangan Filsafat dan ilmu pengetahan dalam Islam.
Peradaban
dan kebudayyan Islam berkembang dan tumbuh mencapai kejayaan pada masa Bani
Abbasiyah. Hal tersebut dikarenakan pada masa ini Abbasiyah lebih menekankan
pada perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan wilayah.
Disinilah letak perbedaan pokok dinasti Abbasiyah dengan dinasti Umayyah.
Puncak
kejayaan dinasti Abbasiyah terjadi pada masa khalifah Harun Al- Rasyid (786-809
M) dan anaknya Al-Makmun (813-833 M). Ketika Al-Rasyid memerintah, negara dalam
keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin walaupun ada juga
pemberontakan dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara sampai ke India.
Lembaga
pendidikan pada masa Bani Abbasiyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang
sangat pesat, hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik
sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak Bani Umayyah, maupun
sebagai bahasa pengetahuan, selain itu juga ada dua hal yang tidak terlepas
dari kemajuan ilmu pengetahuan yaitu:
a)
Terjadinya
asimilasi antara bahasa Arab dengan bahasa bangsa lain yang telah lebih dulu
mengalami kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa Bani Abbas,
bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlangsung secara
efektif dan bernilai guna. Bangsa-bagssa itu memberi saham tertentu bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh Persia sangat kuat dalam
bidang ilmu pengetahuan. Disamping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam
perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat dari bidang
kedokteran, ilmu matematika, dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani terlihat
dari terjemahan-terjemahan di berbagai bidang ilmu, terutama Filsafat.
b)
Gerakan
penerjemahan berlangsung selama tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah
Al-Mansyur hingga Hasrun Al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemah adalah
buku-buku dibidang ilmu Astronomi dan Mantiq. Fase kedua terjadi pada masa
khalifah Al-Makmun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemah adalah
bidang filsafat, dan kedokteran. Dan pada fase ketiga berlangsung setelah tahun
300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Selanjutnya bidang-biadang
ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.[7]
Di zaman khalifah Harun al- Rasyid (786-809 H) adalah zaman yang
gemilang bagi Islam. Zaman ini kota baghdad mencapai puncak kemegahannya yang
belum pernah dicapai sebelumnya, Harun sangat cinta pada sastrawan, ulama,
Filosof yang datang dari segala penjuru ke Baghdad. Salah satu pendukung utama
tumbuh pesatnya ilmu pengetahuan tersebut adalah didirikannya pabrik kertas di
Baghdad. Orang Islam pada awalnya membawa kertas dari Tiongkok, usaha pembuatan
kertas erat kaitannya dengan perkembangan Universitas Islam.
Pabrik
kertas ini memicu pesatnya penyalinan dan pembuatan naskah-naskah, dimasa itu
seluruh buku ditulis tangan. Ilmu cetak muncul pada tahun 1450 M ditemukan oleh
gubernur di Jerman. Dikota-kota besar islam muncul toko-toko buku yang
sekaligus juga berfungsi sebagai sarana pendidikan dan pengajaran non-formal.[8]
Popularitas
Bani Abbasiyah ini juga ditandai dengan kekayaan yang dimanfaatkan oleh
khalifah Al-Rasyid untuk keperluan sosial seperti Rumah sakit, lembaga
pendidikan dokter, dan faramasi didirikan, dan pada masannya telah ada sekitar
800 orang dokter, selain itu pemandian-pemandian umum didirikan. Kesejahteraan
sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta
kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada zaman inilah negara Islam
menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.[9]
Adapun ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa Bani Abbasiayah adalah sebagai berikut :
Adapun ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa Bani Abbasiayah adalah sebagai berikut :
a.
Ilmu
Kedokteran
Pada mulanya Ilmu Kedokteran telah ada pada saat Bani Umayyah, ini
terbukti dengan adannya sekolah tinggi kedokteran Yundisapur dan Harran[10].
Dinasti Abbasiyah telah banyak melahirkan dokter terkenal diantaranya sebagai
berikut:
1) Hunain Ibnu Ishaq (804-874 M) terkenal segai dokter yang ahli
dibidang mata dan penerjema buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab.
2) Ar-Razi (809-1036 M) terkenal sebagai dokter yang ahli dibidang
penyakit cacar dan campak. Ia adalah kepala dokter rumah sakit di Baghdad. Buku
karangannya dbidang ilmu kedokteran adalah Al-Ahwi.
3) Ibnu Sina (980-1036 M), yang karyanya yang terkenal adalah Al-Qanun
Fi At-Tibb dan dijadikan sebagai buku pedoman bagi Universitas di Eropa dan
negara-negara Islam.
4) Ibnu Rusyd (520-595 M) terkenal sebagai dokter perintis dibidang
penelitian pembuluh darah dan penyakit cacar.[11]
b.
Ilmu Tafsir
Pada masa ini muncul dua alirang yaitu ilmu
tafsir Al-matsur dan Tafsir Bir ra’yi, aliran yang pertama lebih menekan pada
ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist dan pendapat tokoh-tokoh sahabat. Sedangkan aliran tafsir yang kedua lebih menekan pada logika (rasio)
dan Nash. Diantara ulama tafsir yang terkenal pada masa ini adalah:
1) Ibnu Jarir
al-Thabari (w.310 H) dengan karangannya jami’ al-bayan fi tafsir Al-Qur’an.
2) Al-Baidhawi
dengan karangannya Ma’alim Al-tanzil.
3) Al-Zakhsyari
dengan karyanya Al-Kassyaf.
4) Ar-Razi (865-925
M) dengan karangannya al-Tafsir al-Kabir.
c. Ilmu Hadist
Pada masa pemerintahan khalifah Umar Bin Abdul
Aziz (717-720 M) dari Bani Umayyah sudah mulai usaha untuk
mengumpulkan dan membukukan Hadist. Akan tetapi perkembangan ilmu hadist yang
paling menonjol pada amasa Bani Abbasiyah, sebab pada masa inilah muncul
ulama-ulama hadist yang belum ada tandingannya sampai sekarang. Diantara yang
terkenal ialah Imam Bukhari (W.256 H) ia telah mampu mangumpulkan sebanyak 7257
Hadist dan setelah diteliti terdapat 4000 hadist Shahih dari yang telah
berhasil dikumpulkan oleh imam Bukhari yang disusun dalam kitabnya Shahih
Bukhari. Imam Muslim ( W. 251 H) terkenal sebagai seorang ulama hadist dengan
bukunya Shahih Muslim, buku karangan imam Bukhari dan Muslim diatas lebih
berpengaruh bagi umat Islam dari pada buku-buku hadist lainnya, seperti Sunan
Abu Daud oleh Abu Daud ( W.257 H) sunan Al- Turmizi oleh imam Al-Turmizi(W.287
H) Sunan Al-Nasa’i oleh Al-Nasa’i ( W.303 H) dan sunan Ibnu-Majah oleh Imam
Ibnu Majah ( W.275 H) keenam buku hadist tersebut lebih dikenal dengan sebutan
Al- Kutub Al-Sittah.
d.
Ilmu Kalam
Bukanlah hal yang berlebihan jika dikatakan pada masa Bani
Abbasaiyah merupakan dasar-dasar Ilmu Fiqh. Ilmu ini disusun oleh ulama-ualama
yang terkenal pada masa itu dan masih besar pengaruhnya sampai sekarang, Diakalangan
Ulama Ahlu Al-Sunnah wal jamaah adalah:
1)
Imam
Abu Hanifah (810-150 H) yang lebih cendrung memakai akal (rasio) dan Ijtihad.
2)
Imam
Malik Bin Anas (93-179 H) yang lebih cendrung memakai hadist dan menjauhi
sampai batas tertentu pemakaian Rasio.
3)
Imam
Syafi’i (150-204 H) yang berusaha mengkompromikan aliran Ahl al-Ra’yi, dengan
Ahl al-Hadist dalam Fiqih.
4)
Imam
Ahmad bin Hambal (164-241 H) yang merupakan tokoh aliran Fiqh yang keras, ketat dan
kurang luwes dari aliran-aliaran fiqh yang lainnya. Buku karang mereka masih
dapat kita temukan sampai sekarang yaitu al-muawatta, al-umm, al-risalah, dan
sebagainya.
e.
Ilmu Tashawuf
Dalam bidang ilmu Tashawuf juga muncul ulama-ulama yang terkenal
pada masa pemerintahn Daulah Bani Abbasiyah. Imam Al-Ghazali sebagai seorang
ulama sufi pada masa Daulah Bani Abbasiyah meninggalkan karyanya yang masih
beredar sampai sekarang yaitu buku Ihya’ Al-Din, yang terdiri dari lima jilid.
Al-Hallaj (858-922 M) menulis buku tentang Tashawuf yang berjudul
Al-Thawasshin, Al-Thusi menulis buku al-lam’u fi al-Tashawuf, Al-Qusyairi (W.
465 H) dengan bukunya al-risalat al-Qusyairiyat fi il’m al-Tashawuf.[12]
f.
Ilmu
Matematika
Terjemahan dari bahasa asing ke bahasa Arab menghasilkan karya
dibidang matematika. Diantara ahli matematika islam yang terkenal adalah
Al-Khawarizmi, adalah seorang pengarang kitab Al-Jabar wal Muqabalah (ilmu
hitung) dan penemu angka Nol. Tokoh lainnya adalah Abu Al-Wafa Muhammad Bin
Muhammad Bin Ismail Bin Al-Abbas terkenal sebagi ahli ilmu matematika.[13]
g.
Ilmu
Farmasi
Diantara ahli farmasi pada masa Bani Abbasiyah adalah Ibnu Baithar,
karyanya yang terkenal adalah Al-Mughni (berisi tentang obat-obatan), jami’
al-mufradat al-adawiyah (berisi tentang obat-obatan dan makanan bergizi).
Dan masih banyak lagi ilmu yang berkembang pada masa Bani Abbasiyah berkuasa, hal ini terlihat bahwa saat Khalifah Al-Mustansir (1226-1242 M) memerintah ia mendirikan Universitas Mustansiriah di Baghdad yang dapat dibanggakan karena telah mampu melampaui Universitas di Eropa. Mereke mempunyai Fakultas-fakultas yang sempurna, mahaguru digaji berdasarkan banyak mahasiswa yang terdapat dalam Fakultasnya, setiap Mahasiswa dan Mahaguru mendapatkan satu dinar emas setiap bulannya, dan rata-rata setiap Fakultas tidak ada yang kurang dari 3000 Mahasiswa didalamnya. Setiap Mahasiswa boleh makan ke dapur umum Mahasiswa dengan Cuma-Cuma, sebuah perpustakaan besar terdapat dalam Universitas itu. Setiap mahasiswa yang berkeinginan menyalin buku-buku atau ingin menyusun buku baru, ada sebuah kantor yang mengurus persediaan kertas, pena dan tinta untuk keperluan itu. Disamping Universitas dibangun sebuah rumah sakit untuk mahasiswa diperiksa kesehatannya, hal inilah yang menyebabakan berbagai Universitas di Eropa mengambil contoh pada Universitas Mustansiriah itu.[14]
Dan masih banyak lagi ilmu yang berkembang pada masa Bani Abbasiyah berkuasa, hal ini terlihat bahwa saat Khalifah Al-Mustansir (1226-1242 M) memerintah ia mendirikan Universitas Mustansiriah di Baghdad yang dapat dibanggakan karena telah mampu melampaui Universitas di Eropa. Mereke mempunyai Fakultas-fakultas yang sempurna, mahaguru digaji berdasarkan banyak mahasiswa yang terdapat dalam Fakultasnya, setiap Mahasiswa dan Mahaguru mendapatkan satu dinar emas setiap bulannya, dan rata-rata setiap Fakultas tidak ada yang kurang dari 3000 Mahasiswa didalamnya. Setiap Mahasiswa boleh makan ke dapur umum Mahasiswa dengan Cuma-Cuma, sebuah perpustakaan besar terdapat dalam Universitas itu. Setiap mahasiswa yang berkeinginan menyalin buku-buku atau ingin menyusun buku baru, ada sebuah kantor yang mengurus persediaan kertas, pena dan tinta untuk keperluan itu. Disamping Universitas dibangun sebuah rumah sakit untuk mahasiswa diperiksa kesehatannya, hal inilah yang menyebabakan berbagai Universitas di Eropa mengambil contoh pada Universitas Mustansiriah itu.[14]
D. SISTEM
PEMERINTAHAN DAN POLITIK PADA BANI ABBASIYAH
Daulat
Abasiyyah berkuasa kurang lebih selama lima abad (750-1258 M). Pemerintahan
yang panjang tersebut dapat dibagi dalam dua periode. Periode I adalah masa
antara tahun 750-945 M, yaitu mulai pemerintahan Abu Abbas sampai al-Mustakfi.
Periode II adalah masa 945-1258 M, yaitu masa al-Mu’ti sampai al-Mu’tasim.
Pembagian periodisasi diasumsikan bahwa pada periode pertama, perkembangan
diberbagai bidang masih menunjukkan grafik vertikal, stabil dan dinamis.
Sedangkan pada periode II, kejayaan terus merosot sampai datangnya pasukan
Tartar yang berhasil mengancurkan Dinasti Abasiyyah.[15] Khalifah
yang memerintah masa Abasiyyah ada 37 khalifah, akan tetapi diantara 37
khalifah tersebut hanya 10 khalifah pertama yang dianggap berjasa dalam
meletakkan pondasi pemerintahan Abasiyyah.[16] Tapi
ada juga yang mengatakan bahwa khalifah yang paling berjasa adalah pada periode
al-Mahdi sampai al-Watsiq.[17]
Pada
zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan (pemerintahan) berkembang sebagai sistem
politik. Pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan
politik, sosial, ekonomi dan budaya. Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah
Bani Abbasiyah antara lain:
a)
Para
Khalifah tetap dari Arab, sementara para menteri gubernur, panglima perang dan
pegawai lainnya banyak dipilih dari keturunan Persia dan Mawali.[18]
b)
Kota
Bagdad ditetapkan sebagai ibukota negara dan menjadi pusat kegiatan politik,
ekonomi dan kebudayaan.[19]
c)
Kebebasan
berfikir dan berpendapat mendapat porsi yang tinggi.[20]
d)
Ilmu
pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia.
e)
Para
menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam
pemerintah.
Selain sistem
politik yang diterapkan diatas, pemerintahan Abasiyyah periode I juga
mengembangkan kebijakan-kebijakan politik diantaranya adalah:[21]
a)
Memindahkan
ibu kota dari Damaskus ke Bagdad
b)
Memusnahkan
keturunan Bani Umayyah
c)
Merangkul
orang-orang persia, dalam rangka politik memperkuat diri, Abasiyyah memberi
peluang dan kesempatan yang besar kepada kaum Mawali
d)
Menumpas
pemberontakan-pemberontakan
e)
Menghapus
politik kasta
Dalam
menjalankan pemerintahan, Khalifah Dinasti Bani Abbasiyah pada waktu itu
dibantu oleh wazir (perdana menteri) yang jabatannya disebut
wizaraat. Wizaraat ini dibagi menjadi 2 yaitu: pertama, wizaraat
tafwid (memliki otoritas penuh dan tak terbatas), waziraat ini memiliki
kedaulatan penuh kecuali menunjuk penggantinya. Kedua, wizaraat
tanfidz (memiliki kekuasaan eksekutif saja) wizaraat ini tidak memiliki
inisiatif selain melaksanakan perintah khalifah dan mengikuti arahannya.[22]
E.
MODEL
PEMERINTAHAN BANI ABASIYYAH
Model
pemerintahan yang diterapkan oleh Abasiyyah bisa dikatakan asimilasi dari
berbagai unsur. Ini terlihat jelas dari adanya periodesasi atau tahapan
pemerintahan Abasiyyah. Ciri-ciri yang menonjol pada masa pemerintahan
Abasiyyah yang tidak terdapat di zaman Umayyah adalah:[23]
a)
Dengan
berpindahnya ibu kota ke Bagdad, pemerintah Bani Abbas menjadi jauh dari
pengaruh arab, sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab.
Dalam periode pertama dan ketiga pemerintahan Abaasiyyah, pengaruh kebudayaan
Persia sangat kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa turki sangat
dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini.
b)
Dalam
penyelenggaraan negara, pada Bani Abbasiyyah jabatan wazir, yang membawahi
kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan Bani
Umayyah.
c)
Ketentaraan
profesional baru terbentuk pada maasa pemerintahan Bani Abbas, sebelumnya belum
ada tentara yang profesional.
Perbedaan dan
persamaan model pemerintahan masa dinasti Bani Abasiyyah dan Bani Umayyah dapat
dilihat dalam tebel berikut ini:[24]
F.
BIRO-BIRO
PEMERINTAHAN PADA MASA BANI ABASIYYAH
a)
Diwanul
Kitaabah (Sekretaris Negara) yang tugasnya menjalankan tata usaha Negara.
b)
Nidhamul
Idary al-Markazy yaitu sentralisasi wilayah dengan cara wilayah jajahan
dibagi dalam beberapa propinsi yang dinamakan Imaarat, dengan gubernurnya
yang bergelar Amir atau Hakim. Kepala daerah hanya
diberikan hak otonomi terbatas; yang mendapat otonomi penuh adalah
“al-Qura” atau desa dengan kepala desa yang bergelar Syaikh
al-Qariyah. Hal ini jelas untuk membatasi kewenangan kepala daerah agar
tidak menyusun pasukan untuk melawan Baghdad.
c)
Amirul
Umara yaitu panglima besar angkatan perang Islam untuk menggantikan posisi
khalifah dalam keadaan darurat.
d)
Memperluas
fungsi Baitul Maal, dengan cara membentuk tiga dewan; Diwanul
Khazaanah untuk mengurusi keuangan Negara, Diwanul
al-Azra’u untuk mengurusi kekayaan Negara dan Diwan Khazaainus
Sila, untuk mengurus perlengkapan angkatan perang.
e)
Organisasi
kehakiman, Qiwan Qadlil Qudha (Mahkamah Agung), dan al-Sutrah
al-Qadlaiyah (jabatan kejaksaan), Qudhah al-Aqaalim (hakim
propinsi yang mengetuai Pengadilan Tinggi), serta Qudlah
al-Amsaar (hakim kota yang mengetuai Pengadilan Negeri).
f)
Diwan
al-Tawqi, dewan korespondensi atau kantor arsip yang menangani semua
surat-surat resmi, dokumen politik serta instruksi ketetapan khalifah, dewan
penyelidik keluhan departemen kepolisian dan pos.
g)
Diwan
al-nazhar fi al mazhalim, dewan penyelidik keluhan adalah jenis
pengadilan tingkat banding, atau pengadilan tinggi untuk menangani kasus-kasus
yang diputuskan secara keliru pada departemen administratif politik.
h)
Diwan
al-syurthah, departemen kepolisian yang dikepalai oleh seorang pejabat
tinggi yang diangkat sebagai shahih al syurthah yang berperan sebagai
kepala polisi dan kepala keamanan istana.
i)
Diwan
al-barid, departemen pos, yang dikepalai oleh seorang pejabat yang
disebut shahih al-barid, tugas departemen pos tidak terbatas
pada memberikan layanan terbatas untuk surat-surat pribadi akan tetapi juga
dimanfaatkan untuk mengantar para gubernur yang baru dipilih ke provinsi mereka
masing-masing, juga untuk mengangkut tentara dan barang bawaannya.[25]
G. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN BANI ABBASIYAH
1) Luasnya wilayah kekuasaan Bani Abbasiyah, sementara komunikasi
pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling
percaya antara penguasa dan pelaksana pemerintah sudah sangat rendah.
2) Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan
khalifah kepada mereka sangat tinggi.
3) Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk
tentara bayaran sangat besar. Pada saat iu kekuatan militer menurun, khalifah
tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.[26]
Menurut Dr. Badri Yatim, M. A diantara hal yang menyebabkan
kemunduran Daulah Bani Abbasiayah Adalah:
1) Persaingan Antar Bangsa
Khalifah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas
yang bersekutu dengan orang-orang Persia, persekutuan dilatar belakangi oleh
persamaan nasib pada saat pemerintahan Bani Umayyah, keduanya sama-sama
tertindas. Setelah dinasti Abbasiyah berdiri
Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Pada masa ini persaingan antar
bangsa menjadi pemicu untuk saling berkuasa. Kecendrungan masing-masing bangsa
untuk berkusa telah dirasakan sejak awal pemerintahan Bani Abbas.
2)
Kemerosotan
Ekonomi
Khalifah Abbasiyah juga mengalami kemerosotan Ekonomi bersamaan
dengan Kemunduran dibidang Politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani
Abbasiyah merupakan pemerintahan yang kaya, dan keuangan yang masuk lebih besar
dari pada yang keluar, sehingga Baitul Mal penuh dengan Harta. Setelah khalifah
mengalami periode kemunduran, pendapatan negara menurun, dengan demikian
terjadi kemerosotan ekonomi.
3)
Konflik
Keagamaan
Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan masalah kebangsaan. Pada
periode Abbasiyah, konflik keagamaan yang muncul menjadi isu sentra sehingga
terjadi perpecahan. Berbagai Aliran keagaam seperti Mu’tazillah, Syi’ah, Ahlus
sunnah, dan kelompok-kelompok lainnya menjadikan pemerintahan Abbasiyah
mengalami kesulitan untuk mempersatukan berbagai faham keagamaan yang ada.
4)
Perang
Salib
Perang salib merupakan sebab dari eksternal ummat Islam. Pernag
salib yang terjadi beberapa gelombang banyak menelan korban. Konsentrasi dan
perhatian Bani Abbasiyah terpecah belah untuk menghadapi tentara salib sehingga
memunculkan kelemahan-kelemahan.
5)
Serangan
Bangsa Mongol
Serangan
tentara mongol ke wilayah Islam menyebabkan kekuatan Islam menjadi lemah,
apalagi serangan Hulagu Khan dengan pasukan Mongol yang biadab menyebabkan
kekuasaan Abbasiyah menjadi lemah dan akhirnya menyerah pada kekuatan Mongol.[27]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bani Abbasiyah merupakan masa pemerintahan ummat Islam yang
merupakan masa keemasan dan kejayaan dari peradaban ummat Islam yang pernah
ada. Pada masa Bani Abbasiyah kekayaan negara melimpah ruah dan kesejahteraan
rakyat sangat tinggi. Pusat peradaban Islam mengalami kemajuan yang pesat
sehingga pada masa ini banyak muncul para tokoh ilmuan dari kalangan Ummat
Islam, baik itu ilmu pengatuhan yang bersifat umum seperti ilmu kedokteran yang
telah mencetak dokter seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd dan lain-lainnya, sehingga
pada masa ini telah ada lebih dari 800 dokter yang berada di kota Baghdad.
Dalam bidang matematika melahirkan ilmuan bernama Al-Khawarizmi yang merupakan
penemu angka Nol. Demikian juga dari biang ilmu agama, adanya perkembangan ilmu
tafsir, ilmu kalam, filsafat Islam, dan ilmu tashauf, yang juga melairkan
tokoh-tokoh dibidang ilmu masing-masing. Pada masa pemerintahan khalifah Harun
Al-rasyid kesejahteraan ummat sangat terjamin, karena pada masa inilah puncak dari
kejayaan Bani Abbasiyah, pembangunan dilakukan dimana-mana, baik pembangunan
rumah sakit, irigasi, dan pemandian-pemandian umum.
Namun diakhir pemerintahan Khalifah Bani Abbasiyah, Islam mengalami
keterpurukan yang sangat parah. Hal ini disebabkan dari serangan tentara Mongol
yang telah mengahncurkan pusat peradaban Ummat Islam di Baghdad dan
mengahancurkan Pusat ilmu pengetahuan yaitu Baitul Hikmah, yang berisi
buku-buku karangan pakar ilmu ummat Islam yang tak ternilai harganya.
B. Kritik dan
Saran
Dalam makalah ini penulis sadar bahwa masih jauh
dari sempurna. Oleh
karena itu, diperlukan kritik dan saran dari pembaca sekalian agar makalah ini
dapat lebih baik lagi dan bermanfaat bagi kita semua. diharapkan juga adanya
makalah lain yang menyempurnakan makalah ini sehingga dapat bermanfaat bagi
kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Dikawasan Dunia Islam
(Jakarta:
Rajawali Press 2004)
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Dikawasan Dunia Islam.
Aqi, Islam Pada Masa Daulah Bani Abbasiyah (http://www.blog.html,
diakses di
Pekanbaru, Pukul 19:18 WIB 29
Oktober 2019)
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada 2000)
Dra. Hj. Chadijah Ismail. Sejarah Pendidikan Islam. (Padang: IAIN-IB Press,1999)
Drs. Samsul Munir Amin, M.A, Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: Amzah, 2009)
G.E, Van Grunebaun, Classical Islam A History 600 AD-1258
A, (Chicago: Aldine
Publishing Company 1970)
Istianah Abubakar, Strategi Peradaban Islam Untuk Perguruan
Tinggi Islam Dan
Umum (Malang: UIN Malang Press 2008)
N. Abbas Wahid dan Suratno, Khazanah Sejarah Kebudayaan Islam. (Solo: PT.
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,
2009)
Nur Ahmad Fadhil Lubis, Dinasti Abasiyyah Dalam Ensiklopedi
Tematis (Jakarta:
PT. Ichtiar Baru Van Hoeve 2002)
Philip K. Hitti, History Of The Arabs, (Jakarta: PT.
Serambi Ilmu Semesta 2010)
Prof. Dr. H. Maidir Harun dan Drs. Firdaus, M. Ag. Sejarah Peradaban Islam Jilid
II. (Padang:
IAIN-IB Press, 2001)
Tim Penyusun SKI Depag, Sejarah Kebudayaan Islam (proyek pembinaan IAIN
Alauddin SKI)
[1] G.E, Van
Grunebaun, Classical Islam A History 600 AD-1258 A, (Chicago: Aldine
Publishing Company 1970), hlm. 109
[3] Prof. Dr. H.
Maidir Harun dan Drs. Firdaus, M. Ag. Sejarah
Peradaban Islam Jilid II. (Padang: IAIN-IB Press, 2001), hlm. 1.
[6] N. Abbas Wahid
dan Suratno, Khazanah Sejarah Kebudayaan
Islam. (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009)
[15] Ajid Thohir, Perkembangan
Peradaban Dikawasan Dunia Islam (Jakarta: Rajawali Press 2004), hlm. 53.
[16] Nur Ahmad
Fadhil Lubis, Dinasti Abasiyyah Dalam Ensiklopedi Tematis (Jakarta:
PT. Ichtiar Baru Van Hoeve 2002), hlm. 83.
[17] Tim Penyusun
SKI Depag, Sejarah Kebudayaan Islam (proyek pembinaan IAIN Alauddin SKI), hlm. 118.
[18] Aqi, Islam
Pada Masa Daulah Bani Abbasiyah (http://www.blog.html, diakses di
Pekanbaru, Pukul 19:18 WIB 29 Oktober 2019)
[24] Istianah
Abubakar, Strategi Peradaban Islam Untuk Perguruan Tinggi Islam Dan Umum (Malang:
UIN Malang Press 2008), hlm. 71.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar