Rabu, 25 Maret 2020

Pergerakan Partai Politik dan Respon Pemerintah Singapura - Makalah SIAT



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sejauh informasi yang didapat, Singapura telah dihuni pada masa pra sejarah. Pada tahun 1100-an Singapura telah dijadikan kota pelabuhan, dan pada tahun 1200-1300 pelabuhan Singapura telah menjadi pusat perdagangan.[1] Sebelum bernama Singapura, wilayah tersebut lebih dikenal dengan nama ‘Tumasik’ atau ‘Temasek’ yang berarti ‘kota pantai’.
Walaupun demikian, Islam relatif tidak berkembang di Negara ini, baik bila dibandingkan dengan sejarah masa lalunya (perkembangan Islam di Singapura sebelum abad ke-20), maupun bila dibandungkan dengan perkembangan Islam di Negara-negara lainnya di kawasan Asia Tenggara. Umat islam di Singapura seakan tidak terdengar suaranya dan relatif tidak terlihat kiprahnya dalam wacana keislaman Asia Tenggara.

B.     Rumusan Masalah
1)      Bagaimana pergerakan partai politik di Singapura?
2)      Bagaimana respon pemerintah terhadap partai politik tersebut?

C.     Tujuan
1)      Mengetahui sejarah pergerakan partai politik di Singapura.
2)      Mengetahui respon pemerintah terhadap partai politik yang ada di Singapura.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    PERGERAKAN PARTAI POLITIK SINGAPURA
Singapura adalah negara kecil yang memiliki penduduk multirasial, multilingual, dan multi agama. Keturunan Cina memegang predikat paling tinggi disusul Melayu, India, Pakistan, dan Arab. Umat Islam merupakan kelompok minoritas dan heterogen yang terdiri dari berbagai etnis yaitu Melayu, Arab, Pakistan, dan India. Orang-orang Melayu merupakan komunitas muslim terbesar di Singapura dan kurang maju dibanding dengan golongan penduduk yang lain di beberapa bidang terutama di bidang ekonomi. Mereka ini paling miskin di antara etnis-etnis yang lain.[2] Sejak awal abad ke-20 warga muslim khususnya keturunan Arab dan India mulai dilibatkan dalam berbagai dewan pekerja Inggris untuk memberi kepercayaan pada mereka. Pada tahun 1905 pemerintah mendirikan Dewan Penyokong Bagi Pemeluk Islam dan Hindu (Moslems and Hindu Endowments Board). Pada perkembangan selanjutnya muncul banyak keluhan yang berkaitan dengan tindakan salah urus di dalam badan tersebut dan menyebabkan dewan ini ditutup sementara pada tahun 1941. Kemudian dewan diaktifkan kembali tahun 1946. Pada tahap awal, tidak ada seorangpun anggota yang berasal dari golongan muslim melainkan dari pejabat pemerintah dan kotapraja sebab muslim dianggap tidak mampu menjalankan tugasnya jika mereka menduduki jabatan di dewan. Umat Islam pun tidak tinggal diam, mereka menuntut haknya sebagai warga negara. Mereka berlomba-lomba untuk menduduki kursi dewan. Akhirnya setelah tahun 1948 diangkatlah dua orang wakil dari komunitas muslim dan dua wakil dari komunitas Hindu.[3]
Pada tahun 1948 Koloni Mahkota Inggris memilih majelis legislatif dan dewan menteri untuk menjalankan pemerintahan dalam negeri. Perdana Menteri pada saat itu adalah Lee Kuan Yew, ia menyadari bahwa Singapura tidak bisa berdiri sendiri setelah merdeka karena harus bertanggung jawab sendiri atas keamanan internasionalnya. Oleh karena itu Lee Kuan Yew, ketua Partai Aksi Rakyat (PAP) memperjuangkan penggabungan antara Singapura dan Malaysia. Akhirnya pada 31 Agustus 1963 Singapura bergabung dengan Malaysia.
Setelah penyatuan tersebut pada tahun 1964 terjadi keributan di Singapura yang menewaskan 22 orang dan melukai 451 orang. Akhirnya ketegangan dan saling mengecam antara Singapura dan Malaysia memuncak. Ketegangan dan keresahan sosial-politik tidak terjadi antar kelompok ideologis dan kelompok rasial saja, tetapi juga antara pemerintahan negara bagian Singapura dan pemerintah federasi di Malaysia.
Akhirnya Singapura memisahkan diri dan mulai berdiri sendiri pada 9 Agustus 1965. Sejak saat itu negara dan bangsa Singapura harus menghadapi sendiri segala tantangan masa depan dan dunia luar yang penuh ketidakpastian.[4] Tantangan itulah yang melahirkan sifat dinamis orang-orang Singapura agar menjadi bangsa yang utuh. Semua tantangan itu dihadapi dengan bertolak dari kenyataan yang ada dan merupakan faktor tetap bagi pemerintah dalam mengembangkan pola rencana dan tindakan politik, sosial, ekonomi, dan budaya.
Akibat pemisahan tersebut umat muslim khususnya orang Melayu di Singapura secara tiba-tiba juga terpisah dalam ikatan persaudaraan dengan mayoritas muslim di Malaya. Umat muslim Singapura pun semakin minoritas dan mengalami berbagai permasalahan. Permasalahan yang dihadapi umat muslim di Singapura semakin kompleks. Hal itu menyebabkan banyak kerusuhan di dalam negara yang menyebabkan stabilitas politik negara menjadi terganggu.
Kondisi muslim di Singapura kurang maju dibanding dengan golongan penduduk yang lain di beberapa bidang. Persentase muslim lulusan universitas hanya 2,7% dari jumlah seluruh lulusan. Jumlah muslim dalam profesi dan jabatan tinggi juga lebih rendah dari rata-rata nasional mereka. Sebagian muslim mempunyai kedudukan tinggi di bidang hukum dan di Universitas.
Melihat kondisi yang demikian, pada tahun 1968 pemerintah mendirikan Departemen Urusan Agama Islam, yaitu Majlis Ugama Islam Singapura (MUIS). Pendirian tersebut berdasar pada Pengaturan Pelaksanaan Hukum Islam AMLA yaitu Administration of Muslim Law Act yang dikeluarkan oleh parlemen Singapura yang diresmikan menjadi Undang-undang pada 25 Agustus 1966. Hal ini mengantarkan negara ini pada tahap baru dalam sejarah perundangan dan administrasi Islam.
Struktur dalam lembaga tersebut terdiri dari seorang ketua dan 7 orang anggota yang diharapkan dapat membela, memperjuangkan hak-hak dan kepentingan muslim Singapura.[5] Pada saat pelantikannya tahun 1968, beberapa orang meramalkan peranan hegemoni yang akan dimainkannya dalam pembangunan komunitas muslim di Singapura.
Berdirinya MUIS dapat dijelaskan dalam konteks sejarah sebagai hal penting bagi organisasi Islam dalam kelembagaan. Institusi ini merupakan lembaga resmi Islam di Singapura yang mengurus masalah keagamaan dan masyarakat Islam, seperti yang dijelaskan Syed Isa bin Mohamed bin Semait yang sangat diharapkan oleh kelompok muslim Singapura untuk membela hak-hak serta kepentingan masyarakat Melayu dan Islam.[6] Lembaga ini adalah pemegang otoritas agama Islam tertinggi di Singapura dan memberi nasihat kepada pemerintah mengenai persoalan-persoalan yang berkaitan dengan Islam.[7] Lembaga ini juga mengurusi pengumpulan zakat. Zakat harta (2,5 % dari harta kekayaan, wajib sifatnya) dan zakat fitrah adalah sumbangan wajib tahunan yang dihitung dengan harga eceran beras, yang biasanya sekitar 2,5 dollar Singapura dibayarkan melalui masjid lokal, organisasi muslim, atau diberikan secara pribadi. Setelah berdirinya lembaga ini, semua urusan zakat dipegang olehnya. Lembaga tersebut juga mengambil alih administrasi wakaf serta bertanggung jawab untuk komite fatwa juga menjadi panitia haji. Semua urusan umat Islam Singapura di pegangnya.[8]
Lembaga ini tampil sebagai badan pusat pengaturan pembangunan dan pengelolaan masjid-masjid “generasi baru” ini. Badan ini bertindak sebagai badan yang berwenang dalam berhubungan dengan pemerintah, Housing and Development Board (HDB) dan Pusat Dana Masa Depan atau Central Provident Fund (CPF) yang berkaitan dengan perencanaan masjid-masjid baru, alokasi lahan, serta koordinasi, rancangan bentuk, dan pekerjaan membangun masjid-masjid baru tersebut. Beberapa kegiatan yang akan ditemukan di dalam masjid baru yaitu: taman kanak-kanak, kursus keagamaan, manasik haji, kursus bahasa Arab, pelayanan perpustakaan dan kursus kepemimpinan.
Setelah mendapatkan otonomi dari kepemimpinan Inggris pada tahun 1959, Singapura menerapkan sistem parlementer pada pemerintahan dibawah PAP (People’s Action Party). PAP memiliki suara mayoritas absolut dengan persentase memiliki 7 hingga 92% kursi pada badan legislatif tunggal.[9] Anggota parlemen dipilih melalui pemilihan umum dan setiap parlemen hanya memiliki periode 5 tahun dan pemilihan harus diadakan selama 3 bulan semenjak pembubaran parlemen sebelumnya.[10]
Pada sekitar tahun 1990, sistem politik Singapura membentuk GRCS (Group Representation Constituencies) dengan tujuan untuk menjamin partisipasi kelompok minoritas di parlemen yang didasarkan bukan pada afiliasi agama melainkan berdasarkan ras, baik dari Melayu, India, dan kelompok minoritas lainnya. Di dalam GRCS, satu dari enam kandidat haruslah berasal dari kelompok minoritas, termasuk Melayu. Meskipun demikian, anggota parlemen Melayu telah dianggap sebagai anggota parlemen Muslim. Dalam hal ini, anggota parlemen Melayu yang dipilih dalam kabinet Kementerian yang seringkali masuk dalam Kementerian Pengembangan Masyarakat dan Olahraga, juga akan dipilih untuk mengisi posisi dalam Kementerian Urusan Muslim.[11] Anggota parlemen yang berperan sebagai penghubung antara masyarakat dengan pemerintah untuk menjamin suara para anggota terdengar di parlemen, mewakili SMC (Single Member Constituencies) atau GRCS. Pada Pemilihan Umum tahun 2001, terpilih 14 GRCS dan 9 SMC.[12]

B.     RESPON PEMERINTAH SINGAPURA
MUIS memulai kisahnya ditiga buah bilik dibangunan pemerintah lama di Empress Place dengan hanya tujuh orang kakitangan. Tiada diantara mereka yang arif tentang strategi dakwah (hal-ehwal) Islam.
Perasaan sangsi bertambah dikalangan setengah orang yang kurang senang dengan sebuah badan resmi menjaga kepentingan agama mereka. Ketika itu, Singapura sedang mengalami perubahan sosial dan ekonomi yang pesat. Laut ditambak, bukit diratakan dan kampung-kampung dirobohkan. Banyak orang Islam dan warga negara yang lain dipindahkan ke rumah pangsa di estet-estet perumahan baru. Bukan saja rumah-rumah kampung mereka diruntuhkan, malah gereja, kuil, masjid dan madrasah turut terjejes. Tanah perkuburan semua kaum juga dipindahkan ketempat lain.
Perasaan marah terhadap MUIS memuncak, para pegawai MUIS sadar bahwa mereka perlu mewujudkan hubungan baik dengan anggota masyarakat Islam, jika tidak MUIS akan tersisih. Kakitangan diarahkan supaya bertemu pemimpin masyarakat dan pegawai masjid untuk menjalin hubungan.
Pada 17 November 1987, MUIS berpindah kebangunan tujuh tingkatnya sendiri yang diberi nama Pusat Islam Singapura.pusat ini dibuka secara resmi pada 29 Mei 1988. Bertempat ditepi sebatang lebuh raya dan dikelilingi tanah yang hijau, dengan mereka bentuk yang unik, yaitu gabungan motif-motif Islam yang modern melambangkan permulaan baru bagi MUIS yang lebih diyakini dan dihormati untuk mendapat dukungan masyarakat.[13]
Tugas MUIS sangat banyak diantaranya pembinaan masjid, pengurusan harta wakaf dan amanah, urusan haji, pengumpulan zakat dan fitrah, mengeluarkan fatwa, membantu fakir miskin, dan menyelaraskan pendidikan agama. Puncak kejayaan MUIS ialah Tabung Pembinaan Masjid (TPM).
Kisah TPM bermula dengan “Keajaiban Muhajirin”, masjid pertama yang dibina diestet perumahan baru. Pada awal tahun 70-an ketika orang Islam ditempatkan semula dikampung-kampung ke rumah-rumah pangsa HDB di Toa Payoh. Mereka dapati tidak ada masjid untuk mereka disitu.
Ahli jawatan kuasa Tertinggi MUIS masih ingat bahwa mereka dipanggil ke Istana oleh Perdana Menteri ketika itu, Lee Kuan Yeng yang tahu tentang kesukaran mereka mengumpul dana. Sannie Abdul pernah berkata “Walau secantik manapun sebuah masjid itu dan sebanyak manapun uang yang dibelanjakan atau tenaga yang dicurahlkan, masjid tidak akan berarti jika tidak betul-betul menggunakannya”. Untuk itu, AMLA dipindah dan TPM didirikan pada 1975. Kurang dua tahun kemudian, lahirlah Masjid Muhajirin di atas bekas tapak kilang rotan. Dua kubah perang dan sebuah manaranya berdiri dengan megah.
Para pengkritik terdiam dengan kemajuan ini. Diantaranya dua insan yang berjanji akan menderma kepada masjid tersebut sekiranya TPM berhasil mendirikannya. Dua jam besar berdiri sumbanagn mereka masih berdetik diruang masjid itu. Kecermelangan tabung ini adalah disebabkan cara orang Islam Singapura bertindak yaitu membentuk diri sendiri. Dibawah rancangan ini, setiap orang islam di minta menderma $1 sebulan, dipotong gajinya melalui agensi pemerintah. Walau bagaimanapun, lebih menderma dua kali ganda atau lebih. Demikianlah kuatnya semangat membantu diri sendiri dikalangan mereka.
Pada zaman awal perkembang Islam, masjid bukan hanya tempat beribadah malah menjadi pusat pendidikan dan pelayanan masyarakat. Hal-hal masyarakat dibincangkan dalam suasana masjid yang suci. Masjid generasi baru di Singapura menawarkan berbagai kegiatan untuk memenuhi keperluan orang Islam yang berlainan umur, latar belakang dan minat.[14]
Sebelum ada MUIS, pengutipan zakat dan fitrah tidak teratur. Orang Islam membuat kiraan sendiri dan membagi-bagikan bayarannya kepada bebrapa masjid atau pertimbuhan tertentu. Yang lain memberikan kepada siapa yang layak menerimanya. Anjuran MUIS 1986, setiap ketua keluarga membayar fitrah di masjid setiap bulan Ramadhan.
Fardu haji sangat berarti bagi orang Islaman dan ia mengubah tanggpan mereka terhadap kehidupan di dunia ini. Bagi kebanyakan orang, naik haji merupakan satu perjalanan dalam seumur hidup, dibuat setelah bertahun-tahun.
Agen-agen yang menguruskan jumlah haji tidak selalunya jujur. Dahulu, kerap juga jamaah ditipu oleh pihak-pihak yang mau mencari keuntungan dengan cepat. Banyak yang di berikan penginapan yang tidak memuaskan, makanan yang tidak sempurna dan penerbangan yang sesak.
Syel Isa masih ingat lagi sewaktu masyarakat Melayu gigih berjuang bagi menyesuaikan diri dengan suasanan yang kian berubah. Misalnya, hakikat orang Melayu terpaksa bersaing dengan kaum-kaum lain tanpa pilih kasih. Atau apabila mereka sadar bahwa mengkekalkan beberapa aspek budaya Melayu berarti menyalahi ajaran agama.
Kemudian, tiba titik perubahan apabila masyarakat mengukuhkan pegangan pada Islam dan mendapati sendiri Islam Singapura, seperti berusaha mencapai kemajuan pendidikan di kecermelangan. Selagi kita berstu padu tiada apapun yang dapat menangani masalah pada masa depan.
Sambil mengenang kembali masa-masa lalu sejak memegang teraju, mufti percaya, masyarakat Islam Singapura bernasib baik karena mendapat pemerintah yang siap membantu. Beliau mengingatkan pada umat bahwa penekanan kepada agama, mungkin ada beberapa orang yang bersifat ekstrimis. Kita perlu waspada supaya kecenderungan tersebut tidak terjadi.
Mufti juga percaya, apabila orang Islam memperbaiki diri dalam menjalani kehidupan yang soleh, mereka hendaknya jangan terlalu mementingkan aspek ritual semata-mata. Mereka hendaknya memberi penekanan kepada usaha meningkatkan pemahaman Islam secara intelek. Beliau juga menjadi anggota Pertumbuhan Antara Agama (IRO), sebuah badan bagi ketua-ketua agama utama di Singapura berbincang dan bertukar-tukar pikiran.
Pada tahap selanjutnya, berliau terlibat dalam Majelis Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura. (MABIMS). Segala mesyuarat yang di jalankan membantu menyelaraskan kegiatan Islam di negara-negara anggota, misalnya menetapkan undang-undang perkawinan dan perceraian.
MUIS banyak melakukan atau menganjurkan kelas agama, ceramah dan syarahan untuk menyebarkan ajaran Islam. Mereka juga menganjurkan Maulidin nabi Muhammad saw. Di peringkat kebangsaan, MUIS menganjurkan syarahan agama oleh pakar-pakar dari dalam dan luar negeri. Kegiatan ini dijalankan pada tangal-tanggal penting seprti hari keputeraan Nabi Muhammad saw. Dan awal muharam.
Sambil memupuk kegiatan dakwah, MUIS juga berusaha kearah keharmonian agama. Ia menjadi ahli Pertumbuhan Antara Agama (IRO) yang dianggotai ketua agama-agama utama di singapura. Mufti Negara kerap kali menghadiri perbincangan mengenai persoalan agama yang diadakan oleh IRO. Setiap tahun sebagai tanda muhibah, ketu agama-agama utama ini dijemput untuk merayakan hari Keputeraan Nabi Muhammad saw. Yang dibuka Presiden Singapura.
Untuk kegiatan dakwah, bukan saja buku-buku kecil bagi orang Islam diterbitkan malah juga risalah-risalah untuk orang bukan Islam. Risalah-risalah ini boleh didpatkan di pejabat MUIS, dan diedarkan juga ke masjid-masjid, dan atas permintaan, dikirimkan kepada organisasi Islam.
Para pemimpin dan anggota kumpulan mereka melawat pejabat MUIS untuk mendapatkan ajaran tambahan tentang Islam dalam usaha memahami jiran dan rekan-rekan mereka yang bereagam Islam dengan lebih baik.
Apabila disebuah masyarakat maju, isu dan persoalan baru yang tidak pernah diteliti dalam konteks agama seseorang akan muncul. Orang Islam Singapura tidak terkecuali daripada gambaran ini. Untuk membimbing mereka, MUIS mendirikan Jawatankuasa Fatwa yang di beri kuasa mengeluarkan fatwa jawatankuasa ini dilakukan oleh Mufti Negara. Orang Islam Singapura mematuhi sebahagiaan fatwa yang dikeluarkan oleh jawatan kuasa ini.
Dalam memenuhi permintaan, MUIS mendirikan Jabatan Pengesahan Halal pada 1992. Jabatan ini membantu menentukan kedai-kedai yang mengatakan makanan yang dijualnya halal benar-benar berbuat demikian. Ia mengeluarkan sijil-sijil pengesahan halal kepada pengimport dan hasil keluaran daging, ayam itik dan lain-lain. Pemeriksaan-pemeriksaan rapi kerap dilakukan untuk memastikan barang-barang ini benar-benar halal.
Risalah-risalah juga dikeluarkan untuk memaklumkan masyarakat Islan dan bukan Islam tentang pilihan yamh berkaitan dengan halal-haram yang dihadapi oleh orang Islam dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Pertalian antar bangsa membantu MUIS berhubungan dengan dunia Islam. MUIS menjadi ahli Rabitah Al-Alami Al-Islami, Majelis Masjid-masjid Dunia di Makkah. Ia juga bergabung dalam Majelis Dakwah Islamiah bagi Kawasan Asia Tenggara dan Pasifik (RISEAP).
Seorang muadzin (seseorang yang mengumandangkan adzan) hanya boleh mengumandangkan adzan di masjid tetapi suara adzan tidak boleh keluar dan terdengar di luar masjid yang ada di Singapura. Fatwa suara adzan tidak boleh terdengar sampai keluar masjid dikeluarkan oleh Majelis Ugama Islam Singapura (MIUS). MIUS merupakan lembaga otoritas muslim di Negara Singapura layaknya MUI.[15]
Menurut kami pemakalah, Harusnya pemerintah Negara singapura sebagai Negara yang terdiri dari berbagai etnis yaitu, etnis melayu, china, arab dan Eurasia harus paham mengenai konsep pluralism dan kebebasan menjalankan aktifitas keagamaan.disingapura ada sekitar 15% penduduk yang menganut agama islam. Selain melarang mengumandangkan adzan diluar masjid, di Singapura juga berlaku larangan aktifitas dakwah di lingkup mahasiswa. Apabila ada mahasiswa yang ingin berdakwah (ceramah keagamaan islam) maka tak segan dengan tegas pemerintahan singapura mendeportasi mahasiswa tersebut.ironi bagi kita semua, ditengah gemerlap dan kemegahan Negara Singapura ternyata dalam menjalankan aktifitas keagamaan khusus nya saudara-saudara kita umat muslim kurang mendapatkan perhatian dan porsi tersendiri.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Jadi, berdasarkan pemaparan materi diatas tentang pergerakan partai politik dan respon pemerintah singapura, dapat disimpulkan bahwa Asia Tenggara adalah tempat tinggal bagi penduduk muslim terbesar didunia. Dan Singapura merupakan salah satu negara yang mayoritas muslim. Singapura adalah sebuah Negara kecil yang penduduknya terdiri dari berbagai ras dan penganut berbagai macam agama. Sebelum bernama Singapura, wilayah tersebut lebih dikenal dengan nama “Temasek” yang berarti “kota pantai”. Jika melihat perkembangan Negara Singapura ini, kita pasti tahu bagaimana majunya dan megahnya Negara ini. Namun sayang, kemajuan Negara ini tidak diikuti dengan kemajuan agama Islam disana. Semakin maju Negara Singa ini, minoritas muslimnya masih saja tertinggal. Negara ini juga dominan dikuasi oleh Ras China. Semua diambil alih oleh mereka.

B.     Kritik dan Saran
Demikianlah makalah tentang “Pergerakan Partai Politik Dan Respon Pemerintah Singapura” yang telah Kami paparkan. Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna maka dari itu kritik yang membangun dari pembaca sangat Kami harapkan untuk perbaikan. Harapan Kami, semoga makalah ini dapat memberi pengetahuan baru dan bermanfaat bagi kita semua.



DAFTAR PUSTAKA
Ali Kettani, Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini (Jakarta: PT Grafindo Persada)
Arifin Mansurnoor, “Minoritas Islam” dalam Taufik Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam,
jild 5 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve)
Ensiklopedi Indonesia Seri Geografi Asia (Jakarta: PT Ikhtiar Baru Van Hoeve, cet. I, 1990)
Helmiati. Sejarah Islam Asia Tenggara. (Pekanbaru: SUSKA PRESS, 2011)
Pekanbaru Pukul 3:57 WIB Pada Tanggal 03-11-2019
John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, jild 5 (Bandung: Mizan)
Kardiyat Wiharyanto, Perkembangan Singapura. (Yogyakarta: IKIP Sanata Dharma)
M. Shamsul Haque, Governance and Bureaucracy in Singapore: Contemporary Reforms and
Implications, (Singapore: SAGE Publications, 2004)
Michelle Lau Mei Ling, Post September-11 Singapore: Evolving Malay-Muslim Citizenship, Department of Political Science and International Relations The University of Western Australia
Petra Weyland, Moeflich Hasbullah, penyuting, Asia Tenggara Konsentrasi Baru Kebangkitan
Islam (Bandung: Fokus Media)
Rizki Ridyasmara, Singapura Basis Israel Asia Tenggara, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005)
Saifullah, Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
Sharon Siddique, “Posisi Islam di Singapura”, dalam Taufik Abdullah (ed.), Tradisi dan
Kebangkitan Islam di Asia Tenggara (Jakarta: LP3ES, 1989)
Yeo Lay Hwee, Tan Hsien Li, Joanne Lin, Governing Singapore: How, Why, and Where are we Heading? (Singapore: Institute of International Affairs, Civic Exchange, 2005)


[1] Ensiklopedi Indonesia Seri Geografi Asia (Jakarta: PT Ikhtiar Baru Van Hoeve, cet. I, 1990), hlm. 210.
[2] Ali Kettani, Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini (Jakarta: PT Grafindo Persada), hlm. 222.
[3] Sharon Siddique, “Posisi Islam di Singapura”, dalam Taufik Abdullah (ed.), Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara (Jakarta: LP3ES, 1989), hlm. 397.
[4] Kardiyat Wiharyanto, Perkembangan Singapura. (Yogyakarta: IKIP  Sanata Dharma), hlm. 55.
[5] Saifullah, Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hlm. 113-114.
[6] Arifin Mansurnoor, “Minoritas Islam” dalam Taufik Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, jild 5 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve), hlm. 463.
[7] John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, jild 5 (Bandung: Mizan), hlm. 175.
[8] Petra Weyland, Moeflich Hasbullah, penyuting, Asia Tenggara Konsentrasi Baru Kebangkitan Islam (Bandung: Fokus Media), hlm. 229.
[9] M. Shamsul Haque, Governance and Bureaucracy in Singapore: Contemporary Reforms and Implications, (Singapore: SAGE Publications, 2004), hlm. 228.
[10] Yeo Lay Hwee, Tan Hsien Li, Joanne Lin, Governing Singapore: How, Why, and Where are we Heading? (Singapore: Institute of International Affairs, Civic Exchange, 2005), hlm. 4.
[11] Michelle Lau Mei Ling, Post September-11 Singapore: Evolving Malay-Muslim Citizenship, Department of Political Science and International Relations The University of Western Australia, hlm. 34-35.
[12] Yeo Lay Hwee, Op., Cit, hlm. 5.
[13] Rizki Ridyasmara, Singapura Basis Israel Asia Tenggara, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005), hlm. 37.
[14] Helmiati. Sejarah Islam Asia Tenggara. (Pekanbaru: SUSKA PRESS, 2011), hlm. 202.
[15] http://ilkom2c.blogspot.com/2015/03/tugas-tersruktur-siat-dosen-pembimbing-m.html Diakses di Pekanbaru Pukul 3:57 WIB Pada Tanggal 03-11-2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar