MAKALAH
SEJARAH ISLAM ASIA TENGGARA
TENTANG PERKEMBANGAN
POLITIK ISLAM DI TAHAILAND
Dosen Pembimbing : Bapak Widodo M. Pd
KELOMPOK 8 :
JURUSAN PEMGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
SULTAN SYARIF KASIM
RIAU 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga
penyusunan makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini sayasusun sebagai tugas
dari mata kuliah SEJARAH ISLAM ASIA TENGGARA dengan judul “TENTANG PERKEMBANGAN POLITIK ISLAM DI TAHAILAN”. Terimakasih
saya sampaikan kepada bapak Widodo M. Pd selaku Dosen. dengan matakuliah SEJARAH ISLAM ASIA TENGGARA yang telah
membimbing dan memberikan kuliah demi lancarnya terselesaikan tugas makalah
ini.
Demikianlah tugas ini, saya susun
semoga bermanfaat dan dapat memenuhi tugas mata kuliah SEJARAH ISLAM ASIA TENGGARA dan penulis
berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri kami dan khususnya untuk
pembaca atau audien. Tak
ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala
kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif dan membangun sangat
kami harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas
yang lain dan pada waktu mendatang.
Penulis, Kelompok 8
Pekanbaru, 24 Oktober 2019
BAB I
PENDAHULUAN
Kedatangan Islam ke wilayah Asia Tenggara diduga karena proses
perdagangan dan bukan melalui proses penaklukan suatu wilayah, jalur
perdagangan itu masyur dikenal sebagai jalur sutra laut yang membentang dari
mulai Laut Merah- Teluk Persia- Gujarat- Bengal- Malabar-Semenanjung
Malaka-hingga ke China.
Hampir terdapat umat Islam di seluruh Negara di kawasan Asia
Tenggara. Terdapat kurang lebih 6,5 juta umat Islam, atau 10% dari seluruh
populasi penduduk Thailand yang berjumlah 65 juta orang. Di Thailand, Negeri
yang mayoritasnya beragama Budha. Penduduk muslim Thailand sebagian besar
berdomisili di bagian selatan Thailand, seperti di propinsi Pattani, Yala,
Narathiwat, Satun dan sekitarnya yang dalam sejarahnya adalah bagian dari
Daulah Islamiyyah Pattani. Dengan jumlah umat yang menjadi minoritas ini, walau
menjadi agama ke-dua terbesar setelah Bhuda, umat Islam Thailand sering
mendapat serangan dari umat Bhuda (umat Budha garis keras), intimidasi, bahkan
pembunuhan masal.
Masyarakat muslim Thailand saat ini telah menjadi bagian integral
dari keseluruhan pemerintahan dan komunitas Thailand dari beberapa abad yang
lalu. Secara historis, kultur dan ekonomi, masyarakat minoritas muslim di
Thailand selatan telah mengalami peningkatan yang signifikan dari waktu ke
waktu. Akan tetapi mereka tetap berusaha menjadi bagian komunitas yang
dipahami.
Hal itu berangkat dari background masyarakat muslim sendiri, yaitu
komunitas melayu Pattani yang dari awalnya berdiri sendiri dan kemudian
dikuasai oleh Siam atau Thailand. Dan saat ini, dimana modernisme merambah
semua negara dan Thailand menjadi negara demokrasi, muslim Thailand mulai
dipandang positif oleh komunitas yang lainnya. Hal ini memunculkan era baru
antara muslim-pemerintah yang memberikan ruang lebih luas bagi umat muslim
Thailand merambah dunia politik dan ekonomi, tampak pada pesatnya pertumbuhan
mesjid-mesjid yang terdapat di Thailand seperti ; Bangkok 159 masjid, Krabi 144
masjid, Narathiwat 447 masjid, Pattani 544 masjid, Yala 308 masjid, Songkhla
204 masjid, Satun 147 masjid. Dan beberapa masjid di berbagai kota di thailand.
Walaupun sudah banyak berdiri mesjid-mesjid di Thailand itu tidak berarti bahwa
mereka mendapatkan kelapangan hidup, karena mereka masih tetap menjadi
minoritas yang terus mendapat tekanan dan juga diskriminasi yang tak
henti-hentinya. Diantara contoh mesjid nya: Salah satu masjid di Provinsi Surat Thani Masjid
Baan Haw.
a. Bagaimana perkembngan islam di thailand?
b. Apa saja problem yang di hadapi minoritas muslim di
tahailand?
c. Apa saja Lembaga-Lembaga Islam di
Thailand?
d.
Bagaiman Kondisi Politik Islam Di Thailand?
a.
Untuk mengetahui sejarah masuknya islam di
thailand
b.
Menambah pengetahuan tentang umat
muslim di tailand, baik dari segi perkembnagan maupun problema muslim di
tahiland.
BAB II
PEMBAHASAN
Sekelompok Islam lainnya, yang menjadi penduduk mayoritas di negeri ini
sekarang tinggal di empat provinsi bagian selatan, yaitu Pattani, Yala,
Naratiluat, dan Satul. Juga termasuk bagian dari provinsi Shongkala. Seluruh
provinsi ini dahulunya masuk wilayah kerajaan Pattani pada abad ke-12, sebelum
kerajaan Sukhotai berdiri. Mereka adalah ras melayu yang hingga kini masih
mempertahankan bahasa serta budaya melayu dalam praktik kehidupan sehari-hari.
Disebut dalam sejarah bahwa kerajaan Pattani merupakan salah satu negara yang
makmur dan berpengaruh di asia tenggara. Daerah ini merupakan wilayah muda di negara
Thailand, baik secara politik maupun administratif. Pencaplakan yang dilakukan
oleh kerajaan Thailand telah melahirkan masalah utama mengenai minoritas muslim
di Thailand. Orang-orang muslim yang berasal dari Pattani yang dibawa ke
Bangkok oleh tentara Thailand sebagai tawanan peran pada masa awal perang
pertama dan kedua. Dan orang-orang inilah kemudian menjadi bagian utama
masyarakat Islam di Thailand Tengah dan sebahagian dari mereka tetap memelihara
budaya dan bahasa mereka.[1]
Karena faktor keberadaan muslim di selatan. Persoalan etnis muslim muncul
dan senantiasa menjadi perhatian utama bagi kelompok mayoritas. Interaksi serta
perjuangan sejarah yang panjang antara umat Islam di Selatan dan penguasa
Thailand telah memunculkan beberapa keputusan serta kewaspadaan pemerintah
untuk setuju dan sekaligus menentang keberadaan umat islam sebagai kelompok.
Namun pada sisi lain pemerintah memberikan kebebasan secara penuh dengan tanpa
membedakan satu agama dari agama lain. Namun secara implisit dan eksplisit
pemerintah juga memberlakukan kebijakan untuk mengurangi sistem kebebasan
beragama tersebut. Dan ini dianggap sangat merugikan kalangan muslim dibagian
selatan.
Kelompok umat Islam ketiga berasal dari sebelah utara, yang dikenal sebagai
orang cina ho. Meskipun jumlahnya tidak banyak, mereka memiliki konstribusi
yang sangat besar dalam perdagangan khususnya di Provinsi Chiangmai. Selain
Cina Ho, diutara juga terdapat kelompok Islam lain yang berasal dari ras India
atau pathan yang juga bergerak secara luas dalam dunia perdagangan.
Dengan demikian, secara
historis kelompok masyarakat muslim telah ada sejak awal berdirinya negara
Thailand dan memiliki peran penting dalam masyarakat. Pada perkembangan
selanjutnya muangthai dikenal secara luas sebagai negara yang mengalami
perkembangan yang sangat cepat dibidang ekonomi sosial-budaya. Sementara itu,
komunitas muslim merupakan komunitas minoritas yang secara umum dianggap salah
satu yang paling konservatif dan tradisional dari masyarakat Thai sehubungan
dengan lingkungannya yang sedang mengalami perubahan. Untuk itu
religio kultural merupakan identitas yang paling penting dalam
jaringan hubungan umat islam dan budha di Thailand. Karena perkembangan dan
dinamisasi masyarakat muslim Thailand banyak diwarnai oleh masalah tersebut.[2]
Islam sebagai agama minoritas banyak mendapat tekanan dari pemerintah dan
masyarakat secara mayoritas beragama Buddha. Masyarakat muslim di Thailand
bukanlah masyarakat yang homogen dan menggunakan istilah Thai-Islam atau
Thai-Muslim. Orang melayu merupakan mayoritas etnis dikalangan masyarakat
muslim, dan etnis lainnya yang beragama Islam adalah haw, jawa, sam-sam,
bawean, pathan, punjab, tamil, bengali, slam dan lainnya. Secara politis kaum
muslim melayu adalah kelompok yang kuat, karena mereka hidup di daerah yang
berdekatan dengan malaysia dan tetap memiliki budaya melayu. Kelompok muslim
non-melayu berasimilasi dengan masyarakat Thai secara linguistik dan bisa
dibedakan secara tajam dari masyarakat Thai lainnya, kecuali tentu saja
dibidang pelaksanaan praktik keagamaan.
Thailand
beberapa kali dipimpin oleh rezim yang sangat mendiskriminasi masyarakat Melayu
Muslim. Salah satu rezim yang paling diskriminatif bahkan represif adalah rezim
Jenderal Phibul Songkhram dimana masyarakat Melayu Muslim telah menjadi mangsa
dasar asimilasi kebudayaan.[3] Dalam kebijakan asimilasi tersebut Melayu Muslim dipaksa untuk
menanggalkan identitas mereka dan mengganti dengan segala bentuk identitas
bercorak Thailand dan Budha.
Dalam kebijakan
asimilasi tersebut Melayu Muslim dipaksa untuk menanggalkan identitas mereka
dan mengganti dengan segala bentuk identitas bercorak Thailand dan Budha.
Konflik berkepanjangan yang melibatkan kelompok minoritas Muslim di Kawasan
Asia Tenggara sebenarnya bukan hanya terjadi di Thailand, namun juga di
Filipina. Namun yang membedakan adalah konstelasi konflik di Filipina Selatan
sudah mulai mereda ketika Presiden Beniqno Aquino mengajukan proposal legislasi
kepada Parlemen Filipina untuk mensahkan kebijakan pemberian otonomi lokal
khusus kepada masyarakat Muslim Moro di Filipina selatan. Sedangkan di Thailand
hingga saat ini komunitas Melayu Muslim minoritas khususnya di wilayah selatan
masih terus menghadapi diskriminasi yang komplek serta teror yang massif dan
terjadi secara terus-menerus sehingga kehidupan sosial dan politik mereka
menjadi sangat terkekang. Masyarakat Melayu Muslim pun melakukan perlawanan
untuk membela etnis dan agamanya, sebagaimana dikemukakan Ibn Khaldun dalam
Muqaddimah bahwa manusia secara fitrah telah dianugerahi rasa cinta terhadap garis
keturunan dan golongannya. Rasa cinta ini menimbulkan perasaan senasib dan
sepenanggungan serta harga diri kelompok.[4]
Sejak
tahun 1996, sesui dengan perjanjian inggris siam secara resmi menggambil alih
negara-negara di melayu utara: pattani, songkhla dan yala yang kemudian menjadi
provinsi di thailand. Sejak penyatuan kelima negara di wilayah melayu utara
kedalam bagian dari thailand, terjadi benturan budaya antra muslim melayu dan buddis
thailand.
Minoritas
muslim yang hidup di thailand menghadapi masalah yang sama dengan bangsa moro
di philiphina,
yaitu adalah problem kelompok
minoritas yang harus hidup dengan berdampingan secara damai dengan non muslim
dalam negara yang sama.[5]
Pada
masa pemerintahan perdana mentri phibul songkhram (1938-1944) dan (1947-1957),
mengeluarkan kebiajakan dan program integrasi pemerintahan muanghtai yang sangat menghawatirkan masyarakat muslim
patani. Phibul Songkhram berusaha mem-siamkan
semua kelompok minoritas non budhis di muangtahai. Pada tahun 1940 mulai di brlakukan dan di paksakan
aturan-aturan kultural seperti, harus menggunakan pakaian gaya barat,
mengadipsi nama-nam thai, bila ingin memasuki sekolah-sekolah pemerintahan atau
jika ingin melamar pekerjaan di dalam jajran pemerintahan. Dalam kebijakan
pemerintah saat itu bersifat absolut, tidak dapat di ganggu gugat.[6]
Gerakan dakwah yang terus
dilancarkan umat Islam diselatan mengenai kebebasan dan otoritas beragama
menghasilkan beberapa konsesi yang diberikan oleh pemerintah dan akhirnya
terbentuk organisasi-organisasi Islam yang menjadi corong kegiatan umat secara
nasional yang mendapatkan legal dari pemerintah, organisasi tersebut meliputi:
a.
Kantor chularajamantri atau shaikhul islam. Kantor ini dianggap sebagai
kantor tertinggi masyarakat muslim Thailand. Kantor ini terdiri dari
26 provinsi yang memiliki banyak penduduk muslim. Chula yang dipilih harus
mendapatkan persetujuan dan pengesahan dari raja. Posisi chularazamontri, lebih
memiliki kekuatan simbolis administrasi ketimbang kekuatan yang sebenarnya
karena badan ini hanya berfungsi sebagai konsultan Departemen Agama dari
kementrian pendidikan, sejauh hubungan dengan Islam. Sampai tingkat tertentu
kepemimpinan informalnya cukup diakui dan dipakai. Dia menyelesaikan konflik
agama dalam masyarakat Islam, dan memimpin fungsi-fungsi agama pada tingkat
nasional, bahkan dia memberikan fatwa bila terdapat persoala yang menyangkut
umat Islam dan negara. Akan tetapi, bagaimanapun keputusannya tidak memiliki
kekuatan hukum yang mengikat atau legal, kecuali negara mengesahkan keputusan
tersebut.
b.
Kantor chularajamantri atau shaikhul islam lembaga ini dimaksudkan sebagai
lembaga tertinggi untuk urusan administrasi Islam di Thailand. Di ketahui
secara ex-officio oleh chularajamontri Islam di thailand, komite terdiri dari
26 kepala komite Islam propinsi dan beberapa individu yang ditunjuk.
c.
Komite masjid. Ini adalah komite setiap masjid yang diketahui oleh imam
yang diseleksi dan dipilih oleh segenap anggota masyarakat. Sesuai dengan
jumlah mesjid yang ada di Thailand.
d.
Komite Islam Provinsi. Merupakan komite di setiap provinsi yang memiliki
banyak penduduk muslim. Anggotanya dipilih dari banyak imam yang salah satu
anggotanya dijadikan ketua.
Pada perkembangan selanjutnya, pemerintah Thailand lebih akomodatif dalam
memberikan kebijakan kepada masyarakat muslim. Masyarakat diberi kebebasan
dalam menjalankan ibadah. Pemerintah menyediakan dana untuk membantu mereka
dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan keagamaan. Kaum
muslimin juga diperbolehkan melaksanakan dakwah, membentuk organisasi, dan
mengelola penerbitan literatur keagamaan yang sekarang sedang tumbuh. Meskipun
demikian, kaum muslimin sendiri tidak bebas dari perpecahan. Ada empat kelompok
yang mengklaim dirinya sebagai pihak yang mewakili kepentingan masyarakat
muslim, yaitu chularajamontri, sebuah kelompok yang didukung negara, kelompok
modernis yang menerbitkan jurnal Al-Jihad, kelompok Ortodoks yang menerbitkan Al-rabitah,
dan kelompok muslim melayu tradisional didaerah selatan yang menentang
kepemimpinan chularajamontri, namun menolak disebut sebagai rival al-Jihad
Al-Rabitah. Lepas dari itu semua, secara keseluruhan, komitmen terhadap Islam
sedang tumbuh dikalangan muslim muangthai, meskipun pihak pemerinth akhir-akhir
ini cukup represif memperlakukan kaum muslimin terutama dibagian selatan.
Pada tahun
2004 bertepatan pada bulan April, pada masa kepemimpinan Thaksin Shinawarta, insiden
berdarah telah terjadi sehingga mengakibatkan 30 pemuda muslim tewas di masjid
Kru Se. peristiwa keji terjadi yang kedua kalinya pada bulan oktober 2004 yang
mengakibatkan 175 tahanan pejuang Muslim Takbai meninggal dunia, akibat
dijejalkan militer Thailand dalam sebuah truk dengan kondisi tangan di
belakang. Pada perkembangan Muslim Pattani antara 2004 hingga Mei 2007.[7]
Periode ini sangat mendesak tidak hanya karena banyak nya korban
dalam kurun waktu itu, setidak nya 2000 korban meninggal. Sehingga di
penghujung tahun 2008, Thailand ingin memiliki Perdana Menteri baru yang
diharapkan dapat membawa angin perubahan. Dengan rezim barunya harus berjuang
keras mencari alternative dalam menangani masalah konflik Thailand Selatan.
Rupanya
perdamaian Aceh (Gerakan Aceh Merdeka) menjadi model upaya perdamaian dan
rekonsiliasi di Thailand Selatan. Identitas lokal di Thailand Selatan lebih
dekat dengan Kelantan dan Kedah, Malaysia. Masyarakat secara tradisional lebih
memilih menggunakan bahasa Melayu dibandingkan bahasa Thai yang digalakkan oleh
pemerintah pusat sebagai bahasa resmi negara. Keterpaksaan ini dirasakan
masyarakat Melayu Muslim di Thailand Selatan selama puluhan tahun.
Penggunakan bahasa Thai diwajibkan oleh pemerintah, baik itu di
kantor kerajaan, pemerintah, sekolah dan media. Dan ternyata strategi
pemerintah Thailand memang membuahkan hasil. Dalam waktu sekitar 50 tahun,
banyak generasi muda Melayu Muslim lebih suka berbahasa Thai dibandingkan
bahasa Melayu, baik di sekolah maupun dalam pergaulan sehari-hari. Tetapi
mereka ’dipaksa’ keluarga untuk berbicara dalam bahasa Melayu ketika mereka
berkumpul dilingkungan keluarga.
Pada saat ini pertumbuhan masjid di
Thailand yang berkembang pesat; Bangkok 159 masjid, Krabi 144 masjid,
Narathiwat 447 masjid, Pattani 544 masjid, Yala 308 masjid, Songkhla 204
masjid, Satun 147 masjid.Dan beberapa masjid di berbagai kota di thailand. Mayoritas penduduk Thailand
adalah bangsa Siam, Tionghoa dan sebagian kecil bangsa Melayu.
Jumlah kaum muslimin di Thailand memang tidak lebih dari 10% dari total 65 juta
penduduk, namun Islam menjadi agama mayoritas kedua setelah Buddha. Penduduk
muslim Thailand sebagian besar berdomisili di bagian selatan Thailand, seperti
di propinsi Pha Nga, Songkhla, Narathiwat dan sekitarnya yang dalam sejarahnya
adalah bagian dari Daulah Islamiyyah Pattani.
BAB II
PENUTUP
Kedatangan Islam di Thailand telah terasa pada masa pemerintahan kerajaan
sukhatai diabad XIII M. Perdagangan merupakan faktor dominan yang mendekatkan
Islam dengan kerajaan Ayyuthaya. Peran orang-orang muslim sebagai mentri dan
saudagar yang dekat dengan raja menjadikan mereka kelompok yang berpengaruh
diistana.
Kelompok Islam di Thailand, yang menjadi penduduk dinegeri ini sekarang
tinggal di tempat provinsi dibagian selatan, yaitu Pattani, yala, Naratiwat,
dan satul. Juga termasuk bagian di provinsi Shongkala. kelompok masyarakat
muslim telah ada sejak awal berdirinya negara Thailand dan memiliki peran
penting dalam masyarakat. Pada perkembangan selanjutnya Muangthai dikenal
secara luas. Dengan periode pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi, muangthai
juga mengalami perkembangan yang sangat cepat dibidang ekonomi sosial-budaya, islam di tahailand juga telah mendirikan berbagai lembagaiga di
tahailand seprti, Kantor chularajamantri
atau shaikhul islam, Kantor chularajamantri atau shaikhul islam, Komite masjid, Komite Islam Provinsi. Muslim di thailand yang
termasuk minoritas seringkali di deskriminasi antar umat minoritas yang ada di
tahaland dari sejak masuknya islam hingga saat ini.
Saran yang dapat penulis sampaikan
melalui makalah ini yaitu kepada mahasiswa ataupun pembaca untuk terus menambah
wawasan kita tentag sejarah islam lebih mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Ilaihi Wahyu, Hefni Harjani. Pengantar Sejarah Dakwah. (Jakarta:
Kencana. 2007).
Thohir, Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan
Dunia Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2004.
Helmiati, Sejarah Islam Di Asia Tenggara,
(Pekanbaru: Zanafa Publishing, 2014).
Nik Anuar Nik
Mahmud, Sejarah Perjuangan Melayu Patani 1885-1954, (Negeri Sembilan:
Saremban, 2004)
Hakimul Ikhwan Affandi, Akar Konflik
Sepanjang Zaman: Elaborasi Pemikiran Ibn Khaldun, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004).
Surin
Pitssuwan, Islam Di Muangthai, (Jakarta: LP3ES. 1989).
http://Indramunawar.blogspot.com/.
[1] Wahyu Ilaihi dan Harjani Hefni "Pengantar
Sejarah Dakwah" (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.
161-164
[2]Ajid Thihir, Perkembangan
Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
2004).hlm 57
[3]Nik Anuar Nik
Mahmud, Sejarah Perjuangan Melayu Patani 1885-1954, (Negeri Sembilan:
Saremban, 2004), hlm. 2
[4]Hakimul Ikhwan Affandi, Akar Konflik Sepanjang Zaman: Elaborasi
Pemikiran Ibn Khaldun, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 81.
[5] Helmiati, Sejarah Islam Di Asia Tenggara, (Pekanbaru: Zanafa Publishing,
2014). Hlm 232-233
[7]https://aliumarumar.blogspot.com/2015/03/makalah-sejarah-agama-islam-di-thailand.html
diakses pada 8 Oktober.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar