Tugas Kelompok : Dosen
Pengampuh :
Sejarah Islam Asia Tenggara Widodo,
M.Pd
![]() |
DISUSUN OLEH :
Kelompok
5
LOKAL : 3C
JURUSAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Allah SWT, atas
rahmad dan karunia-Nyalah kami
dapat menyelesaikan tugas
makalah kami yaitu tentang ”Perkembangan Islam di Singapura’’
Makalah ini disusun sebagai bahan pembelajaran bagi penulis dan kita semua
sebagai mahasiswa.
Saya ucapkan terimakasih kepada Bapak Widodo, M.Pd
yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan makalah, dan kami mengucapkan
terimakasih kepada semua orang yang terlibat di dalam penulisan makalah ini.
Sehingga makalah dapat di selesaikan dan juga dapat di presentasikan dengan
baik. Kami berharap makalah ini dapat dijadikan pembelajaran dengan baik. Kami minta maaf apabila ada kesalahan dalam pembuatan makalah ini.
Kritik dan saran yang mendukung dan membangun sangat kami harapkan.
Pekanbaru, Oktober
2019
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR
ISI........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................... 1
1.3 Tujuan Masalah......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Islam di Singapura ...................................................................... 2
2.2 Singapura dimasa kolonial........................................................................ 3
2.3 Pendidikan
di Singapura .......................................................................... 5
2.4 Perkembangan
Islam di Singapura ........................................................... 6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................... 8
3.2
Saran..................................................................................................... .... 8
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Sejarah
Islam di Singapura
Singapura telah dihuni
pada masa pra sejarah. Pada tahun 1100-an Singapura telah dijadikan kota
pelabuhan, dan pada tahun 1200-1300 pelabuhan Singapura telah menjadi pusat
perdagangan. Sebelum bernama Singapura, wilayah tersebut lebih dikenal dengan
nama “Tumasik” atau “Temasek” yang berarti “Kota Pantai”.
Menurut sejarahnya,
nama Singapura baru diperkenalkan oleh Sang Nila Utama yang bergelar Sri Tan
Buana yang sedang berlayar dan terdampar di Tumasik. Di tempat baru tersebut, Sri
Tan Buana melihat seekor binatang aneh yang mirip dengan singa. Hal ini
diyakini sebagai tanda baik, sehingga Sri Tan Buana serta rombongannya menetap
dan membangun wilayah baru tersebut, dan menamai wilayah Tumasik dengan
Singapura. Istilah tersebut diambil dari bahasa sansakerta: Singa, berarti
Singa binatang buas, dan pura berarti Kota. Dengan demikian, Singapura berarti
kota Singa.[1]
Ada beberapa pendapat
tentang perkembangan Islam di Singapura, diantaranya :
Seorang guru besar The Australian National University
yaitu A.C Milner berpendapat mengenai Singapura, bahwa di Negara tersebut ada
indikasi-indikasi “jiwa Syariat” dikalangan Muslim Singapura. Adapun
Richard C. Martin dalam bukunya Enclycopedia of Islam and the Muslim
World, mengatakan perbedaan dasar
yang dapat ditarik antara Indonesia, Malaysia dan Singapura yaitu adanya
gerakan reformis yang berusaha mentranformasikan budaya dan masyarakat dan
mereka yang berusaha untuk mempekerjakan proses politik untuk
mendirikan sebuah Negara Islam.
Kami pemakalah dari kelompok 5 menyimpulkan dari beberapa
pendapat dan dari beberapa sumber buku bahwa Islam di Singapura masih merupakan
etnis minoritas dengan sejarah dan perjuangannya yang panjang, mampu
membangkitkan semangat ke Islaman mereka dengan berbagai organisasi dan
gerakan-gerakan yang mereka dirikan. Jumlah jamaah haji pertahun meningkat,
populasi umat bertambah, sarana dan prasarana dibangun, sekolah-sekolah Islam
atau madrasah ditingkatkan dan banyak lagi yang lainnya. Semua ditujukan untuk
kemajuan dan semangat umat Muslim di tengah-tengah keminoritasan dalam berwarga
negara, meskipun masih kurang dalam berbagai aspek dan diplat sebagai
masyarakat kelas dua. Semangat, kemauan, kegigihan dan perjuangan mereka
sebagai yang minoritas patut kita contoh dan kita ambil hikmahnya.
2.2
Singapura Dimasa Kolonial
Kejatuhan Malaka oleh
serbuan Portugis pada tahun 1511 yang disertai oleh mundurnya para sultan
Malaka ke Selatan Johor merupakan awal kemunduran dan kehancuran wilayah
Singapura. Selama 130 tahun kolonialisai Portugis di Malaka yang Tercatat sejak
tahun 1511, kebijakan kolonial tampak cenderung mencegah penyebaran Islam dan menghambat
perkembangan dagang muslim. Meskipun demikian, Portugis gagal dalam masalah
ini, terutama karena Melayu muslim terus menerus berupaya melawan Kolonialisasi
Portugis.[2]
Selanjutnya, Singapura
berada dibawah kekuasaan Inggris. Penduduk Inggris di Singapura tidak terlepas
dari usaha Stamford Raffles, yang kemudian diangkat sebagai bapak pendiri
Singapura. Saat itulah pendudukan Inggris dimulai, suatu pendudukan yang
berdampak sangat besar bagi perkembangan Singapura selanjutnya, terutama bagi
perjalanan sejarah islam dalam masyarakat Melayu. Apa yang dimulai tidak hanya dengan campur tangan tak langsung, akan
tetapi juga mengarah pada bentuk intervensi lebih langsung diwilayah-wilayah
yang secara tradisional merupakan Domain (wilayah kekuasaan) sultan-sultan
Melayu, termasuk Islam.
Sejauh menyangkut
perkembangan Islam di Singapura, beberapa kebijakan Inggris berdampak cukup
besar terhadap Islam. Diantaranya adalah kebijakan Inggris tentang masyarakat
pluralis (majemuk). Karena kepentingan-kepentingan Inggris terhadap
wilayah jajahan baru tersebut, khususnya
dalam pengadaan tenaga kerja, maka dikeluarkanlah kebijakan ‘pintu terbuka’.
Artinya, demi kelancaran ekonomi Singapura, kolonial mendatangkan sejumlah
tenaga kerja dari Cina dan India. Kebijakan tersebut menyebabkan pluralitas
masyarakat yang terdiri dari bukan saja etnis Melayu, tetapi juga etnis Cina
dan India yang tidak terintegrasi ke dalam mainstrem (arus utama)
lingkungan pribumi. Sebagai akibatnya, orang Cina, India dan Melayu membiarkan
diri mereka berada dikantong-kantong itnis mereka sendiri, seperti tempat
tinggal, jenis pekerjaan, jenis pendidikan, maupun agama.
Pada abad ke-19 di
kalangan komunitas muslim Singapura juga terdapat kelompok pendatang yang
berasal dari Jawa, Sumatera, Sulawesi, Riau, dan Bawean, serta kelompok imigran
yang berasal dari luar seperti Muslim India, dan keturunan Arab, khususnya
Hadramaut. Singapura pada permulaan abad ke-20. Pada sensus tahun 1901 terhadap
919 orang Arab Hadramaut di Singapura, hampir sebagian dari mereka berasal dari
Arab, sebagian mempunyai bapak Arab dan ibu Melayu. Mayoritas mereka adalah
pedagang dan pemilik tanah, cukupkaya dan menempati posisi penting di kalangan
para pedagangan Cina dan Barat.[3]
Untuk konteks Singapura
pada abad ke-19, hal ini telah menjadikan kota Singapura selain sebagai sentra
ekonomi juga menjadikannya sebagai kota transit, tempat berlabuh dan singgahnya
para saudagar, terutama saudagar muslim. Hal ini pada gilirannya menjadikan
Singapura punya peranan penting selain sebagai pusat perdagangan juga sebagai
pusat informasi dan dakwah islam. Sejauh menyangkut penyebarab syiar Islam,
Singapura juga berperan sebagai tempat penerbitan buku-buku keislaman seperti Tarjuman
al-Mustafid karya Abdul Rauf al-Singkili, Hidayat al-Salikin dan sayral-Salikin
karya Imam al-Ghazali dan banyak lagi lainnya. Yang lebih penting lagi adalah bahwa
Singapura juga berperan sebagai pusat dakwah dan informasi bagi kaum reformis.[4]
2.3
Pendidikan
Di Singapura
Dalam bidang pendidikan singapura menganut
sistem pendidikan islam modern dari awal hingga sekarang merujuk pada sistem mesir dan barat seperti madrasah,
sekolah arab atau sekolah agama, tetapi tidak mengenal pondok pesantren. Ada 4
madrasah terbesar di singapura yaitu :[5]
1.
Madrasah
Aljunied, didirikan pada tahun 1927 M, oleh pangeran Syarif al-Syaid Umar bin Ali Aljuneid dari
palembang.
2.
Madrasah
Al-Ma’arif, didirikan pada tahun 1940-an gurunya dari lulusan al-Azhar Mesir.
3.
Madrasah Wak
Tajung AL- Islamiyah , didirikan tahun 1955 M.
4.
Madrasah
AL-Sagoff, didirikan pada tahun 1912 di atas tanah wakaf Syed Muhammad bin
Syed al- Sagoff.
Singapura
sendiri mempunyai peranan penting dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara.
Posisi stategis yang merupakan nilai lebih Singapura menjadikannya sebagai
transit bagi perdagangan dari berbagai kawasan. Pada sisi lain, selain sebagai
transit perdagangan letaknya yang strategis ini juga telah memungkinkannya
menjadi pusat informasi dan komunikasi dakwah Islam, karena secara geografis
Singapura hanyalah salah satu pulau kecil yang terdapat di tanah Semenanjung
Melayu. Singapura menjadi sebuah Negara Republik yang merdeka setelah melepaskan
diri dari Malaysia pada tanggal 17 Agustus 1965. Saat ini, Singapura merupakan
Negara paling maju diantara Negara-negara tetangganya di kawasan Asia Tenggara.[6]
2.4
Perkembangan
Islam di Singapura
Di
Singapura, Islam menjadi salah satu agama
minoritas. Dengan jumlah penduduk sekitar 4,99 Juta jiwa, atau hanya
sekitar 14.9% saja yang memeluk agama Islam. Dan menjadi agama kedua terbesar
setelah Buddha 42,9% di ikuti oleh Ateis 14.8%, Kristen 14.6%, Taouisme 8% dan
Hinddu 4% serta agama lainnya 0.6%.[7]
Hal ini terjadi salah satunya disebabkan oleh prinsip kunci yang ada di
Singapura mengenai setiap penyerapan suatu praktek hukum atau norma harus
sesuai dengan kondisi budaya, sosial dan ekonomi setempat. Seperti yang kita
ketahui bahwa Singapura merupakan negara dengan perkembangan yang pesat dengan
adaptasi hukum Inggris. Meskipun demikian, umat Islam di
Singapura tetap mengusahakan adanya hukum Islam di
negara Singapura. Keberadaan hukum Islam di
Singapura tidak bisa terlepas dari peran umat islam yang ada di negara
tersebut. Disebabkan oleh kebutuhan hukum Islam secara formal. Umat islam
Singapura berusaha keras untuk mendekati pemerintah Singapura agar mengesahkan
suatu undang-undang yang mengatur Hukum
Personal dan Keluarga Islam di Singapura. Setelah
diupayakan selama bertahun-tahun, barulah pada tahun 1966 pemerintah
mengeluarkan rancangan undang-undang
parlemen dan menerima UU Administrasi Hukum Islam (AMLA ). UU ini telah dinilai
oleh perwakilan dari berbagai suku dan mazhab yang ada di Singapura.
Pada tahun
1966 AMLA mengusulkan pembentukan MUIS (Majlis Ugama Islam Singapura ) sebagai
suatu badan hukum. MUIS di harapkan dapat
menjadi penasihat Presiden Singapura dalam hal yang berkaitan
dengan agama Islam di Singapura. Tugas MUIS disini sama seperti MUI di Indonesia, tugas mereka mengatur
kegiatan Islam di Singapura seperti mengeluarkan sertifikasi halal untuk makan
yang menurut ketentuan Islam baik untuk di konsumsi. Melakukan perhitungan
waktu shalat di Singapura, menjadi penyelengara pernikahan secara Islam.
Menurut
istilah Sharon Siddique, muslim Singapura dibagi menjadi dua kelompok besar,
yaitu migrant yang berasal dari dalam dan luar wilayah. Migrant dari dalam
wilayah berasal dari Jawa, Sumatra, Sulawesi, Riau dan Bawean. Kelompok ini
selalu diidientikkan ke dalam etnis Melayu. Adapun kelompok migrant dari luar
wilayah dibagi menjadi dua kelompok penting, yaitu muslim India yang berasal
dari subkontinen India (Pantai Timur dan Pantai Selatan India) dan keturunan
Arab, khususnya Hadramaut. Dengan demikian, Sharon berpandangan bahwa muslim
Singapura adalah para migran. Migran yang berasal dari luar
wilayah secara umum berasal dari golongan muslim yang kaya dan terdidik.
Kelompok ini pula akhirnya membentuk kelompok elit social dan ekonomi
Singapura. Mereka mempelopori perkembangan Singapura sebagai pusat pendidikan
dan penerbitan muslim. Disamping itu, mereka juga sebagai penyumbang dana
terbesar untuk pembangunan mesjid, lembaga pendidikan dan organisasi social
Islam lainnya. Diantara mereka itu dikenal dengaan keluarga al-Segat, al-Kaff,
dan al-Juneid.[8]
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Singapura adalah negara kota kecil dengan banyak etnis, dimana etnis paling
besar adalah etnis cina yang mendominasi semua kawasan singapura. Islam awal sejarah Singapura sangatlah
berkembang, dimana Singapura menjadi tempat bertemunya para pedagang dari berbagai
wilayah. Dengan demikian islam sangat mudah di sebarkan di Singapura. Islam
menjadi mayoritas saat itu di semenajung melayu. Pada fase pertengahan atau
fase kolonialisme, Islam di Singapura menjadi minoritas, karna saat itu Inggris
membebaskan masyarakat dunia untuk berimigrasi di sana. Tidak hanya itu Inggris
juga membawa misioner khusus untuk pengkristenan di Singapura. Walaupun Muslim
masa kolonialisme menjadi minoritas, tapi pada masa sekarang islma sudah mulai
membaur lagi dengan kegiatan-kegiatan yang ada di Singapura
3.2
Saran
Penulis menyarankan agar pembaca dapat menyadari bahwa sangat penting untuk
kita semua sebagai umat Islam untuk mempelajari sejarah Perkembangan Islam serta
pembaca disarankan memahami dan meyakinkan hati untuk dapat mengembangkan
Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik, dan Sharon Siddique.
1989. Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara. Jakarta:
LP3ES.
Dardiri,
dkk. 2006. Sejarah Islam Asia Tenggara. ISAI dan Alif Riau : Riau
Gusrianto.
2012. Diktat Sejarah dan Perkembangan Islam Asia Tenggara. Pekan Baru
Harahap, A.S. Sejarah Perkembangan Islam di Asia Tenggara. Medan:
Toko Buku Islamiyah, 1951.
Iik Arifin Mansurnoor dan Drs. Dadi Damadi,
“Minoritas Islam” dalam Ensklopedi Tematis Dunia Islam: Asia
Tenggara, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002)
M Ali Kettani, Minoritas Muslim: di
Dunia Dewasa Ini, (Terj) Zarkowi Soejoeti, (Jakarta : Rajagrafindo Persada,
2005)
Suhaimi dkk. 2009. Sejarah
Islam Asia Tenggara (SIAT): Unri Press.
[2] Abdullah, Taufik, dan Sharon Siddique. 1989. Tradisi dan
Kebangkitan Islam di Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES.
[3] Iik Arifin Mansurnoor dan Drs. Dadi Damadi, “Minoritas Islam” dalam Ensklopedi
Tematis Dunia Islam: Asia Tenggara, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
2002)
[5] M Ali Kettani, Minoritas Muslim: di Dunia Dewasa Ini, (Terj)
Zarkowi Soejoeti, (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2005)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar