BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Brunei adalah sebuah Negara
yang terletak diantara Laut Cina Selatan di Utara dan disisi lain di kelilingi
oleh Serawak, Malaisya. Sebelah Timur Brunai terdiri dari daratan tinggi yang
ketinggiannya 184 km di bukit pagon, sementara Brunei bagian Barat terdiri dari
bukit-bukit berlembah. Brunei masih ditutupin hutan yang lebat. Brunai
merupakan sebuah kerajaan kecil yang sempat berada di bawah kekuasaan
Sriwijaya. Pada masa kerajaaan Majapahit, Brunai memiliki hubungan baik dengan
kerajaan yang ada di pulau Jawa dan kepulauan lainnya. Berdasarkan bukti
monument dan fakta sejarah yang ada di Brunei adalah lebih menyakinkan dan
menunjukan bahwa islam telah wujud di Brunei dalam kurun yang ke-13 M .
Karena sebuah batu nisan seorang Cina kenamaan beragama islam bertarikh
1264 M, terdapat di Brunei.
Situasi politik di Negara
Brunei Darussalam sangat tenang, hal ini mungkin karena ukuran Negara yang
kecil. Brunei berpenduduk hanya 200.000 jiwa dengan kaum muslimin yang
mayoritas. Hampir semua penduduk Brunei adalah melayu, meskipun sebagian kecil
kaum Cina pendatang. Sebagai agama resmi, islam mendapatkan lindungan dari
negaranya dan islam sangat berkembang di Brunei.
Islam di Brunei berkembang dan
maju dengan pesat dalam bentuk pemerintahan nya maupun rakyat Melayu Brunei
dalam mensyariatkan dan menjalankan agama. Respon pemerintahan Brunei di tandai
dengan menyusun pemerintah agama, karena agama memainkan peran penting dalam
memandu Negara Brunei kearah kesejahteraan dan menyusun adat istiadat yang
dipakai dalam semua upacara baik maupun duaka. Di samping menciptakan atribut
kebesaran dan perhiasan raja.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Negri Brunei di awal sejarah?
2.
Bagaimana
bentuk atau system negri Brunei?
3.
Bagaimana
system politik dan pemerintahan Negri Brunei?
4.
Bagaimana
respon pemerintah Brunei terhadap islam?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah, agar kita yang
membaca tulisan ini mengetahui bagaimana sejarah negri Brunei baik sistem
pemerintahan yang bersifat absolut monarki di dalamnya, dan politiknya. Khususnya
agar kita mengenal atau mengetahui sejarah masuknya islam dan perkembangan
islam di Brunei.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Brunai Awal Sejarah
Islam
diperkirakan telah datang ke Brunei sejak abad ke-15. Catatan Portugis oleh De
Brito tahun 1514, menyatakan bahwa raja Brunai masih belum masuk Islam tetapi
para pedagangnya sudah Muslim. Laporan lain menyebutkan ketika Pegaffeta
mendarat di pantai Brunei tahun 1521, ia telah melihat adanya kota dengan
penduduk yang padat. Sultan tinggal di sebuah pemukiman yang dikelilingi
benteng. Pendatang disambut dengan upacara kebesaran. Walaupun memberikan
dukungan kepada Muslim, tetapi raja Awang Alak Betatar baru memeluk Islam pada
masa kemudian dan diberi gelar Sultan Muhammad Shah (1363-1402).[1] Dialah Sultan Brunei pertama dan penguasa Brunei saat ini
merupakan keturunannya. Secara tradisional, Sultan bertanggung jawab terhadap
penegakkan tradisi Islam, meski tanggung jawab tersebut biasanya secara resmi
dideglegasikan kepada pejabat yang ditunjuk.
Pada
tahun 1402, Sultan Muhammad Syah digantikan oleh Sultan Ahmad (1408-1425).
Meski namanya tidak disebutkan dalam salasilah Raja-raja Brunai (Laws and
Regulations of Bruneian Kings), namun tercatat dalam sejarah Cina. Pada
tahun 1406, misalnya, ia mengirim seorang Duta ke Cina yang dikenal dengan
Ma-na-je-ka-na. Dia juga pernah menjadi pemimpin delegasi dari Brunei ke Cina. Ia
meninggal tahun 1425.
Dengan
Islam, Brunei mempertegas dan memperluas perannya sebagai kekuasaan dagang yang
kuat dan independen. Usaha dagang Brunei dan wilayah kekuasaannya bertambah
bersamaan dengan penyebaran Islam yang meliputi kerajaan kerajaan Melayu di
Borneo dan Filipina selama penyebaran Islam tahap awal, banyak ulama Arab yang
menikah dengan keluarga Kerajaan Brunei. Yang sangat terkenal diantaranya
adalah Syarif Ali dari Thaif yang kemudian menikah dengan saudara perempuan
Sultan Brunei kedua. Syarif Ali berikutnya naik tahta sebagai Sultan Brunei ke-3
pada tahun 1425. “Darussalam” adalah term Arab yang ditambahkannya pada
kata Brunei, berarti negeri yang damai untuk menegaskan Islam sebagai agama
resmi negara dan untuk meningkatkan syiarnya. Dialah orang yang pertama yang
mendirikan masjid dan memperkuat keyakinan Islam di Brunei. Dia juga memulai
membangun kota Batu (Stone Fort), bagian timur kota Brunei, sekarang dikenal
dengan Bandar Seri Begawan. Syarif Ali yang juga dikenal dengan Sultan Berkat
digantikan putranya Sultan Sulaiman, (1432-1485). Ia melanjutkan membangun kota
Batu dan menyebarkan agama Islam. Ia dikenal sebagai Adipati atau Sang Aji
Brunei. Ia turun Tahta tahun 1485 dan meninggal tahun 1511.
Brunei
mencapai masa kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan ke-5, Nakhoda Ragam. Yang
bergelar Sultan Bolkiah (1485-1584). Ia berhasil menaklukkan seluruh Borneo
sampai bagian utara Luzon, kepulauan Filipina. Di bawah kepemimpinannya, ia
membentuk Angkatan Perang. Ibu kota Brunei kemudian dibuatkan benteng keliling
sebagai pertahanan.[2]
Wilayah kekuasaannya meluas hingga kerajaan Sambas, Pontianak, Banjarmasin,
Kutai, Balangon, kepulauan Sulu, kepulauan Balabak, Banggi Balambangan dan
palawan. Antonio Pigafetta, menulis kronik dari Itali mengunjungi Brunei pada
masa pemerintahan Sultan Bolkiah. Dia menuliskan tentang kemegahan istana
kerajaan dan kemewahan pemandangan ibu kota.
Sultan
Bolkiah digantikan putranya Sultan Abdul Kahar (1524-1530), seorang yang saleh
dan disinyalir memiliki kekuatan supranatural (keramat). Pada tahun 1521, Ferdinand
Magellan dan Antonio Pigafetta menemuinya, di mana saat itu masih menjabat
sebagai pemangku Sultan. Pada masanya, banyak ulama yang datang ke Brunei untuk
menyebarkan ajaran Islam. Ia turun Tahta pada tahun 1530 dan dikenal sebagai
Paduka segi Begawan Sultan Abdul Kahar.
Dalam
sejarahnya, kekuasaan Kesultanan Brunei sangat kuat dari abad ke-14 hingga abad
ke-16. Pengaruh Eropa secara berangsur-angsur mengakhiri kekuasaan Brunei.
Brunei pernah mengalami perang singkat dengan Spanyol yang menyebabkan ibu kota
Brunei diduduki Spanyol. Meski pada akhirnya Kesultanan memenangkan perang
dengan Spanyol namun banyak wilayah kekuasaannya yang hilang. kemunduran
Kerajaan Brunei mengalami puncaknya pada abad 19, ketika Raja putih dari
Serawak menguasai sebagian wilayah kekuasaan Brunei, hingga hanya menyisakan
wilayah seperti sekarang ini. Brunei kemudian dijajah oleh Inggris. Meski tidak
melepaskan kedaulatannya kepada Inggris, namun perjanjian tahun 1888,
menjadikan Kesultanan Brunei sebagai wilayah protektorat Inggris. Urusan dalam
negeri ditangani oleh Sultan, sedangkan urusan pertahanan Negara, keamanan
dalam negeri dan hubungan luar negeri menjadi tanggung jawab Kerajaan Inggris. Dalam
prakteknya Inggris tetap mencampuri urusan dalam negeri Brunei. Hal ini karena
Brunei mau menerima penasehat Inggris, yang memberikan nasehat nya selain
menyangkut persoalan agama. Agama tetap memainkan peran penting dalam
masyarakat. Demikian juga bahasa Melayu tetap menjadi media komunikasi dan pengajaran
agama dalam masyarakat Muslim Brunei.
B.
Bentuk Negara Brunai
Kerajaan Brunei Darussalam adalah negara yang memiliki corak pemerintahan
monarki konstitusional dengan Sultan yang menjabat sebagai Kepala Negara dan
Kepala Pemerintahan, yang merangkap sebagai Perdana Menteri, dan Menteri Pertahanan, dengan dibantu oleh Dewan
Penasihat Kesultanan dan beberapa Menteri. Sultan Hassanal Bolkiah yang
gelarnya diturunkan dalam wangsa yang sama sejak abad ke-15, ialah kepala
negara serta pemerintahan Brunei. Baginda dinasihati oleh beberapa majelis dan
sebuah kabinet menteri, walaupun baginda secara berkesan merupakan pemerintah
tertinggi. Media
amat memihak kerajaan, dan kerabat kerajaan melestarikan status yang dihormati
di dalam Negeri.
Brunei tidak memiliki dewan legislatif, namun pada bulan September 2000,
Sultan bersidang untuk menentukan Parlemen yang tidak pernah diadakan lagi
sejak tahun 1984. Parlemen ini tidak mempunyai kuasa selain menasihati Sultan. Disebabkan oleh pemerintahan mutlak Sultan, Brunei menjadi salah satu
negara yang paling stabil dari segi politik di Asia.
Sejak memproklamasikan diri sebagai negara merdeka, Brunei telah memastikan
konsep “Melayu Islam Beraja” sebagai falsafah negara dengan seorang Sultan sebagai kepala negaranya. Saat ini, Brunei Darussalam dipimpin oleh
Sultan Hasanal Bolkiah. Dan Brunei merupakan salah
satu kerajaan Islam tertua di Asia Tenggara dengan latar belakang sejarah Islam
yang gemilang.
Melayu Islam Beraja (MIB) merupakan ideologi yang dianut resmi oleh
Kerajaan Brunei Darussalam yang secara resmi disahkan pada waktu proklamasi
kemerdekaan Brunei Darussalam tanggal 1 Januari 1984.[3] Hal itu dapat dilihat pada teks proklamasi kemerdekaan Brunei Darussalam
yang dibacakan Sultan Haji Hassanal Bolkiah yaitu, “Negara Brunei Darussalam
adalah dan dengan izin dan limpah kurnia Allah Subhanahu wa Ta’ala akan untuk
selama-lamanya kekal menjadi sebuah Melayu Islam Beraja yang merdeka, berdaulat
dan demokratik, bersendikan kepada ajaran-ajaran Agama Islam menurut
Ahlussunnah Wal jamaah”.
C.
Partai Politik
Islam di Brunei Darussalam
Dengan
dijadikannya agama Islam sebagai agama resmi negara, pengembangan Islam dapat
dikembangkan dengan seluas-luasnya ke dalam berbagai aspek kehidupan baik
sosial, ekonomi, pendidikan, politik maupun lainnya. Sehingga agama Islam dapat
dijadikan tonggak dalam pembangunan negara. Meskipun kedudukan agama Islam
begitu jelas dalam Perlembagaan negara tetapi undang-undang Islam sebagai
undang-undang dasar masih sangat terbatas dan belum menggambarkan Negara Islam
yang sebenarnya. Kedudukan Sultan yang begitu absolut di dalam negara dan
pemerintahan, termasuk sebagai Ketua Agama tentulah mempunyai peran istimewa dalam
Perlembagaan negara. Apalagi bila terjadi pergantian kepemimpinan seperti
perlantikan Perdana Menteri, menteri-menteri, dan Pejabat negara, kesemuanya
berada di bawah kendali Sultan. Mereka yang dilantik untuk menduduki jabatan
tersebut disyaratkan mesti orang yang berbangsa Melayu, beragama Islam yang
bermazhab Syafi’I dari aspek pemahaman fiqih, dan Ahli al-Sunnah wa al-Jama’ah
dari aspek pemahaman akidahnya.
Selanjutnya
memasuki akhir periode sistem residensi dalam persekutuan Inggris pada tahun
1959 M di Brunei, maka selanjutnya otonomi internal diberikan pada Brunei dan
Sultan diberikan kekuasaan eksekutif. Dibuatlah Undang-undang baru mulai
diberlakukan pada tahun 1959 yang menjadi dasar pembentukan Dewan Legislatif
yang anggotanya sebagian dipilih berdasarkan pemilihan. Partai Rakyat Brunei
(PRB) kemudian memenangkan semua kursi untuk
Dewan Legislatif berdasarkan hasil pemilihan. Tetapi, adanya perlawanan
bersenjata yang diprakarsai oleh PRB pada tahun 1962 terhadap rencana persatuan
Brunei dan Malaysia menghambat para kandidat terpilih untuk memulai tugas
mereka secara resmi. Perlawanan bersenjata tersebut, walaupun dengan cepat
dikendalikan oleh Inggris, merupakan suatu peristiwa penting di dalam sejarah
politik Brunei; peristiwa tersebut menyebabkan perasaan tak berdaya dan tidak
aman yang masih bertahan sampai sekarang.
Peristiwa
tersebut juga menyediakan alasan bagi Omar Ali Saifuddin III, yang kemudian
menjadi Sultan Brunei, dengan alasan untuk memberlakukan peraturan-peraturan
darurat, untuk menunda perubahan konstitusi dan juga mempengaruhi keputusan
sultan untuk menolak penggabungan Brunei dengan Malaysia. Menolak untuk
mengalah pada tekanan Inggris untuk mengadakan perubahan konstitusi, Sultan
mengundurkan diri pada tahun 1967 dan menyerahkan tahta kerajaan pada putranya,
haji Hassanal Bolkiah. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa kolonialisasi
Inggris memberi nafas kehidupan bagi kesultanan yang telah melemah dan
terpecah-pecah, dan mengubahnya menjadi suatu sistem kekuasaan yang masih
terpusat pada kekuasaan Sultan. Bila ditinjau dari sisi sistem politik modern,
bahwa sistem pemerintahan kerajaan yang absolut tidak akan mampu bertahan
melawan tekanan negara modern. Para penguasa kerajaan dihadapkan pada dilema
sistem pemerintahan yang sentralistik, sementara sistem politik modern berusaha
mengurangi kekuasaan dan otoritas para Raja, dan mengharuskan para raja untuk
berbagi kekuasaan dengan beragam kelompok sosial baru, seperti kelas menengah
urban, yang tumbuh dengan pesat sebagaimana model Montesque, yaitu terpisahnya
antara kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Namun, uniknya Brunei
telah berhasil menghambat kemungkinan ini dan justru berkembang dan tumbuh
sebagai negara neo-tradisional yang konservatif.
Mereka
menggunakan suatu formula legitimasi yang dilandaskan atas dasar agama, budaya,
dan tradisi, untuk mengikuti perkembangan sosial ekonomi yang pesat. Pemerintah
Brunei telah mampu mengembangkan sistem legitimasi kekuasaan yang bisa
mengambil hati rakyat sehingga mampu mensejahterakan rakyatnya di bidang
ekonomi yang didukung oleh program kesejahteraan yang melimpah.
Ada
beberapa perubahan terjadi dalam sistem politik di Brunei Darussalam setelah
memperoleh kemerdekaan pada tahun 1984. Brunei dihadapkan pada tugas yang sulit
untuk membentuk institusi pemerintahan. Sultan memiliki kekuasaan mutlak, tapi
pada saat yang sama ia memahami pentingnya pengembangan institusi profesional
milik pemerintah yang akan membantu dirinya dalam memenuhi kebutuhan untuk
memerintah dalam sistem politik negara modern. Suatu bentuk pemerintahan
kabinet diumumkan pada tahun 1984. Tetapi, di dalam kabinet tersebut, Sultan
masih memiliki kekuasaan yang luar biasa. Ia berfungsi sebagai perdana menteri,
menteri keuangan, dan menteri dalam negeri pada saat yang bersamaan, disamping
sebagai pimpinan tertinggi Angkatan Bersenjata Kerajaan. Untuk membangun
komunikasi kepada semua golongan lapisan masyarakat, sultan memperkerjakan
golongan elit baru masyarakat yang berpendidikan tinggi di dalam pemerintahan
yang ia bentuk dengan tujuan untuk mengurangi ketidakpuasan di antara beragam
kelompok sosial yang baru muncul. Dengan menjalin persekutuan dengan para
kelompok- kelompok elit baru dalam masyarakat ini, Sultan juga berhasil
mengurangi ketergantungannya pada keluarga kerajaan dan golongan elit
tradisional.
Golongan
masyarakat elit berpendidikan tinggi diberikan posisi yang penting di dalam
pemerintahan yang dibentuk oleh Sultan. Putra sultan, pangeran H. Al-Muhtadee
Billah, diangkat sebagai putra mahkota pada
tahun 1998 dan dipromosikan sebagai menteri senior pada tahun 2005.
Selama dekade terakhir, ia telah diberi peran yang lebih penting lagi, Dalam
event-event penting kerajaan, ia mewakili sultan, menghadiri acara public k dan
menyambut tamu-tamu penting dari negara asing untuk menjamin terjadinya
transisi kekuasaan yang berjalan mulus. Sejak kemerdekaan, jarang sekali ada
upaya untuk memperkenalkan perwakilan pemerintah dengan posisi penting, dan
kekuasaan tersentralisasi pada sultan.
Ada
beberapa partai politik yang berlaku di negara Brunei Darrusalam diantaranya
yaitu:[4]
1.
Brunai national solidaritas party (PPKB)
Partai Solidaritas Brunei Darussalam (Partai Perpaduan Kebangsaan
Brunei, PPKB) bertujuan untuk mengadvokasi pemerintah perwakilan yang dipilih
oleh warga negara, kebebasan berbicara dan pemerataan kekayaan yang adil dan
merata. Pada awal tahun 2006, presiden partai tersebut menyatakan bahwa
tujuannya sesuai dengan filosofi nasional Melayu Melayu Islam Beraja (Malay
Islamic Monarchy).
2.
Brunai people’Awarences party (PAKAR) Brunai
partai kesadaran rakyat
PRB didirikan sebagai partai berhaluan kiri pada tahun 1956 dan
bertujuan untuk membawa Brunei ke dalam kemerdekaan penuh dari Inggris Raya. Partai berusaha untuk
mendemokrasikan pemerintah dengan menggeser kepemimpinan nasional dari istana
kepada rakyat.
3.
Patrai Rakyat Brunei (PRB) adalah partai politik yang
dilarang di Brunei. PRB didirikan sebagai partai berhaluan kiri pada tahun 1956
dan bertujuan untuk membawa Brunei kedalam kemerdekaan penuh dari Inggris Raya.
Partai berusaha untuk mendemokrasikan pemerintah dengan menggeser kepemimpinan
nasional dari istana kepada rakyat.
4.
National Development party (NDP) Partai
pembangunan nasional brunai
Partai Pembangunan Nasional (Parti Pembanguan)
adalah partai politik yang
tidak terdaftar
secara sah sebagai partai politik di Brunei, dan belum dapat memperoleh perwakilan
pemilihan karena pemilihan legislatif belum diadakan di Brunei sejak tahun
1962. Partai tersebut didirikan pada 12 September 2005 oleh mantan pemberontak
dan Sekretaris Jenderal Rakyat Brunei yang dilarang Pesta, Yassin Affandi,
alias Haji Muhammad Yasin bin Abdul Rahman, turut mendirikan Partai, yang
merupakan partai politik ketiga yang beroperasi secara legal di Brunei sampai
saat ini.
D.
Respon Pemerintah Brunai terhadap Islam
Islam di Brunai, berkembang maju dan lebih pesat dalam
bentuk pemerintahannya maupun rakyat melayu Brunai dalam mensyariatkan dan
menjalankan agama. Itu terlihat sekali, Islam masuk ke Brunai dengan jalan
damai tanpa adanya paksaan, karena agama resmi Brunai yaitu Islam. Namun agama
lainpun tidak di larang, ini terbukti diantaranya penduduk hidup saling
berdampingan dan saling berinteraksi antar
sesama.
Raja mempunyai kekuasaan tertinggi, pengalaman tersebut
telah menggambarkan kuasa pemerintahan tertinggi, pengalaman tersebut telah
menggambarkan bahwa di Brunai sejak turun menurun dari 500 tahun yang lalu
hingga sekarang pada keturunan yang ke-29 hidup dalam keadaan damai dan dalam
lindungan Allah SWT dan ajaran yang teguh yaitu ajaran Islam. Dan menurut
tradisi Brunai nama sultan tersebut di do’akan di dalam khotbah jum’at sebagai tanda daulat dan
kekuasaan seorang sultan dalam wilayah pemerintahannya.
Dan sambutan-sambutan hari kebesaran Islam itu adalah
gambaran yang jelas bahwa pemerintahan Brunai sangat taat akan agama Islam. Ia
telah membawa masyarakat Brunai dalam unsur-unsur agama Islam dan dijadikan
suatu identitas negara Brunai Darussalam.
Di samping itu amalan agama di Brunai dilangsungkan dalam
bentuk kesederhanaan menurut aliran yang telah ditentukan berpegang kepada ahli
sunah Wal jamaah dari segi tauhid, dan menurut mazhab syafi’i dari segi fiqih. Berdasarkan kepada
aliran tersebut telah memperkokoh Islam dan iman serta mempertinggi syiar
ajaran Islam Brunai dengan aliran tersebut juga tidak membawa masyarakat Brunai
terpecah belah.
Proses pemurnian Islam dikalangan masyarakat melayu telah
dilakukan oleh kelompok-kelompok dakwah yang beragam atau tanggung jawab itu
telah diambil oleh negara. Justru itu perkembangan Islam di Brunai Darussalam,
melalui budaya-budaya yang ada sangat didukung oleh pemerintah. Karena penduduk
yang tinggal di Brunai itu sedikit dan dikenal negara yang kaya.
Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah adalah sumber utama ajaran Islam yang
meliputi: (Aqidah,
Syariah dan akhlak). Sumber
ini merupakan daya utama yang menggerakkan dan mencetuskan perubahan dan kesan
ke dalam kehidupan orang-orang Islam di Brunai Darussalam. Kekesanan itu dapat
dilihat sebagai contoh dalam perkara sebagai berikut:
1. Segi aqidah, Islam berjaya mencabut akar
umbi pengaruh Hindu dan Budha dari segi kepercayaan sehingga masyarakat melayu
termasuk di Brunai Darussalam menyembah Allah SWT, dan meninggalkan ajaran
agama Hindu dan Budha.
2. Pandangan hidup orang-orang melayu di
Brunai telah berubah cara berpikir berdasarkan azas rasionalisme dan
intelektualisme yang bersumber pada ajaran-ajaran Al-Qur’an.
3. Wujudnya tulisan jawi yang
dibawa oleh orang islam ke alam melayu. Tulisan itu telah berjaya menghapus
buta huruf dikalangan alam melayu.
4. Perkembangan ilmu pengetahuan sebelum
datangnya penjajah barat ke alam melayu, Islamlah yang bertanggung jawab
mengazaskan dan menyebarkan sistem pendidikan yang berawal dan menyebarkan ilmu
pengetahuan. Islam telah memperkaya perbendaharaan kata-kata bahasa melayu
bukan saja istilah-istilah dan perkataan-perkataan dalam bidang keagamaan yaitu
aqidah, syariah dan akhlak, bahkan ia menukar aspek kehidupan masyarakat melayu
dan menjadikan bahasa melayu sebagai bahasa filsafat dan ilmu pengetahuan sejak
abad ke-16 dan 17 M.
5. Terdapat ukiran-ukiran dari ayat
Al-Qur’an dan khat-khat yang cantik dan awan larat di bangunan khasnya.
6. Dalam bidang ekonomi diperkenalkannya
tentang sistem urutan zakat yang menjaga diri daripada mengenakan riba.
Selanjutnya dalam kehidupan individu di
Brunai kesan Islam itu dapat dilihat dari cara hidup mereka, umpamanya anak
berumur lima tahun diserahkan pada guru untuk belajar ngaji, sembahyang jamaah
di balai, dalam hidup bekeluarga, urusan perkawinan didukung oleh pemupakatan
diantara kedua belah pihak. Pengantin (dahulu) tutup muka, disandingkan dengan
iringan shalawat
pada nabi dan berdoa pada Allah. Hidup mereka bermasyarakat dan bergotong
royong.
Hal-ihwal permakanan, bukan hanya dari
segi rasa dan khasiatnya, bahkan dilihat dari segi sudut halal haramnya dan
ditinjau dari segi salahnya dengan ajaran Allah. Pada hari perayaan besar
disambut dengan hari tertentu umpamanya maulid nabi disambut dengan berarakan
besar-besaran, hari raya puasa dijadikan hari tradisi untuk kunjung mengunjungi
dan saling bermaaf-maafan dan lain-lain. Berikut ini beberapa respon pemerintah Brunai terhadap
Islam.
1.
Membuat Organisasi dan Lembaga Islam
Dalam sistem pemerintahan Brunai atau sistem kesultanan
di negara Jiran ini, di bentuk suatu organisasi-organisasi Islam yaitu Majelis
Agama Islam Brunei di bidang keagamaan atas dasar undang-undang Agama dan
mahkamah Qadi pada tahun 1955 M. Majelis ini bertugas menasehati sultan dalam hal agama Islam, dan untuk melaksanakan
kegiatan agama di Brunei di urus
oleh mentri sebagaimana yang terdapat di Indonesia adanya mentri agama.
Selain itu, posisi sentral Islam lagi-lagi diperkuat
dengan didikannya Tabunan Amanah Islam Brunei, yaitu lembaga finansial pertama
di Brunei yang dijalankan berdasarkan syari’at Islam. Di antara tujuan TAIB
adalah mengelola dana TAIB dan kemudian mendukung investasi dan perdaganan yang
meliputi investasi di bidang bursa dan pasar uang, berpatisipasi dalam
pembangunan ekonomi dan industry baik di dalam pembangunan ekonomi dan industri
di dalam maupun luar negeri, dan menjalankan fungsi-fungsi lainnya yang akun
diatur secara berkala. Lembaga ini beroperasi melalui diinvestasikan dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Keuntungan akan diberikan
kepada investor pada periode tertentu setelah dipotong zakat dan biaya
manajemen TAIB.[5]
Pada upacara pembukaan TAIB, Sultan menyatakan bahwa
Brunei sedang berusaha untuk mendirikan bank Islam. Dia menyatakan
bahwa Bank Internasional Brunei dapat menjadikan model pertama untuk Bank
Internasional Brunei dapat menjadi model pertama untuk bank Islam di negeri tersebut. Kesimpulannya, aktivitas-aktivitas ini
berfungsi untuk memperkokoh posisi sentral Islam, baik sehingga komponen
penting dalam ideologi nasional maupun sebagai prinsip yang mengatur kehidupan
sehari-hari.
2. Membangun Masjid
Selama penyebaran Islam tahap awal, banyak ulama arab
yang menikah dengan keluarga kerajaan Brunei. Yang sangat terkenal di antaranya
adalah Syarif Ali dari Taif yang kemudian menikah dengan saudara perempuan Sultan Brunei kedua. Syarif Ali berikutnya naik tahta sebagai
Sultan Brunei ke-3 pada tahun 1425.”Darussalam” adalah term Arab
yang ditetabkannya pada kata Brunei, berarti negeri yang damai, untuk
menigkatkan syiarnya. Dialah orang pertama yang mendirikan mesjid dan
memperkuat keyakinan Islam di Brunei. Dia juga yang memulai membangun Kota Batu
(Stone Fort), bagian timur kota Brunei, sekarang dikenal juga dengan Bandar
Seri Begawan. Syarif Ali yang juga dikenal dengan Sultan Sulaiman, (1432-1485).
Ia melanjutkan pembangunan Kota Batu dan menyebarkan ajaran Islam. Ia dikenal
sebagai Adipati atau Sang Aji Brunei. Ia turun tahta tahun 1485 dan meninggal
tahun 1511.
3. Membangun dan Mengembangkan Lembaga
Pendidikan Agama
Lemahnya sumber daya manusia masih menjadikan salah satu
persoalan yang masih dihadapi Brunei seperti yang sering disinggung oleh
menteri kabinet dan pejabat pelayan masyarakat lainnya. Hal ini semakin terasa
terutama bila dikaitkan dengan tantangan mengelola perubahan dalam konteks
pembangunan nasional. Lemahnya SDM dapat dilihat sebagai salah satu faktor
kausal mengapa Brunei dihadapkan pada peningkatan pengangguran, dan
beberapa pekerja tertentu masih mempekerjakan orang asing. Solusi utama yang dilakukan pemerintah
untuk menyelesaikan persoalan ini adalah dengan memberikan pelatihan pada
generasi muda. Bahasa Melayu dan Inggris juga mendapat penekanan dalam pendidikan
Brunei. Semua disiplin ilmu utama setelah tiga tahun dari pendidikan dasar
diajarkan dalam bahasa inggris penekanan MIB, seperti pendidikan moral dan pengajaran
agama Islam di sekolah. Mahasiswa juga diwajibkan untuk mempelajari materi MIB
selama satu tahun. Tidak dibenarkan satu sekolah pun termasuk sekolah swasta
mengajarkan ajaran agama selain Islam, termasuk materi perbandingan agama.
Selain itu, seluruh sekolah termasuk sekolah Cina dan Kristen diharuskan
mengajarkan materi pelajaran Islam kepada siswanya.
4. Membuat Beberapa Kebijakan
Islam mendapat perlindungan dari negara yang memungkinkan
pemerintah memberlakukan kebijakan di bidang keagamaan tanpa banyak melauli
kesulitan. Dan untuk memberlakukan kebijakan di bidang agama pada masa sultan
Hasan dilakukan berbagai cara yang menyangkut pemerintahan:
a.
Menyusun pemerintah agama, karena agama memainkan peran
penting dalam memandu negara Brunai kearah kesejahteraan.
b.
Menyusun adat istiadat yang dipakai dalam semua upacara
baik maupun duka, di samping menciptakan atribut kebesaran dan perhiasan raja.
c.
Menguatkan undang-undang Islam yaitu hukum Islam.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
uraian di atas dapat kita ambil kesimpulan, Islam diperkirakan telah datang ke
Brunei sejak abad ke-15. Catatan Portugis oleh De Brito tahun 1514, menyatakan
bahwa raja Brunai masih belum masuk Islam tetapi para pedagangnya sudah Muslim.
Laporan lain menyebutkan ketika Pegaffeta mendarat di pantai Brunei tahun 1521,
ia telah melihat adanya kota dengan penduduk yang padat. Sejak memproklamasikan diri sebagai negara merdeka, Brunei telah memastikan
konsep “Melayu Islam Beraja” sebagai falsafah negara dengan seorang Sultan sebagai kepala negaranya. Saat ini, Brunei Darussalam dipimpin oleh
Sultan Hasanal Bolkiah. Dan Brunei merupakan salah
satu kerajaan Islam tertua di Asia Tenggara dengan latar belakang sejarah Islam
yang gemilang.
Melayu Islam Beraja (MIB) merupakan ideologi yang dianut resmi oleh
Kerajaan Brunei Darussalam yang secara resmi disahkan pada waktu proklamasi
kemerdekaan Brunei Darussalam tanggal 1 Januari 1984.
Ada
beberapa partai hukum yang berlaku di negara Brunei Darrusalam diantaranya
yaitu:
1.
Brunai national solidaritas party (PPKB)
2.
Brunai people’Awarences party (PAKAR) Brunai partai
kesadaran rakyat
3.
National Development party (NDP) Partai
pembangunan nasional brunai
B.
Kritik dan Saran
Semoga apa yang telah kami sajikan tadi dapat
diambil intisarinya yang kemudian diamalkan juga semoga berguna bagi kehidupan
kita di masa yang akan datang. Dan kami selaku pemakalah mohon maaf yang
sebesar-besarnya apabila terdapat didalam penulisan ini yang salah, kami minta
kritik dan sarannya yang membangun kami agar lebih baik dalam pembuatan makalah
ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA
Helmiati, Sejarah
Islam Asia Tenggara, (Pekanbaru: Zanafa Publishing, 2011).
Helmiati, Isalam
dalam Masyarakat dan Politik Malasyia, Suska Press, Pekanbaru, 2007.
Hasbullah,
Moeflich (ed.), Asia Tenggara Konsentrasi Baru Kebangkitan Islam, Fokusmedia,
Bandung, 2003.
Suhaimi,(2007), Cahaya Islam Di Ufuk Asia Tenggara.Suska
press Uin Suska:Riau.
Helmiati, Dinamika Islam Asia Tenggara, Pekanbaru : Suska
Press, 2008.
https://komunikasi2d-uinsuska.blogspot.com/2015/03/respons-pemerintah-brunei-terhadap.html (diakses pada tanggal 23/10/2019).
https://hi015.blogspot.com/2017/10/sistem-politik-dan-pemerintahan-brunei.html
(diakses pada tangal 2/12/2019, jam 20.25 WIB).
[4] https://hi015.blogspot.com/2017/10/sistem-politik-dan-pemerintahan-brunei.html (diakses pada tanggal 2/12/2019, pukul 20.25 WIB).
[5]
Moeflich
Hasbullah (ed.), Asia Tenggara Konsentrasi Baru Islam, hlm. 249.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar