Tugas kelompok : Dosen Pengampuh :
Ekonomi Islam
Syahrizul, S.Sos, M.E.Sy
KARAKTERSTIK DAN RANCANG BANGUN
SISTEM EKONOMI ISLAM
Di SUSUN OLEH :
MUHAMMAD MAULADI
JURUSAN PEMGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF
KASIM RIAU
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat
diselesaikan. Makalah ini saya susun sebagai tugas dari mata kuliah EKONOMI
ISLAM dengan judul “KARAKTERISTIK DAN RANCANG SISTEM EKONOMI ISLAM”.
terima kasih saya sampaikan kepada selaku Dosen Bapak Syahrizul S.Sos. M.E. Sy. dengan mata kuliah EKONOMI
ISLAM yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi lancarnya terselesaikan
tugas makalah ini.
Demikianlah tugas ini, saya susun semoga bermanfaat dan dapat
memenuhi tugas mata kuliah EKONOMI ISLAM dan penulis berharap semoga
makalah ini bermanfaat bagi diri kami dan khususnya untuk pembaca atau audien.
Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala
kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif dan membangun sangat
kami harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas
yang lain dan pada waktu mendatang.
Pekanbaru, 14 Oktober 2019
Penulis, Kelompok 1
DAFTAR
ISI
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan ekonomi Islam
dalam tataran praktis maupun akademis sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari
data statistik perbankan syari’ah yang dikeluarkan tiap bulannya oleh bank
Indonesia, juga penelitian di bidang perbankan syari’ah, mulai dari soal
faktor-faktor yang memengaruhi minat masyarakat untuk menggunakan jasa perbankan
syari’ah, bidang investasi syari’ah, hingga soal model pemberdayaan dana zakat
di Indonesia.
Inti asas ekonomi Islam adalah
hak milik. Hak milik itu terdiri dari hak milik pribadi, hak milik umum, dan
milik Negara. Dalam realitas, banyak praktik ekonomi (mikro
maupun makro) mengalami kegagalan disebabkan kekeliruan pemahaman mengenai
hak milik, seperti mendapatkan harta korupsi atau suap untuk membangun
fasilitas umum dianggap benar, kebijakan sumber daya air, kebijakan sumber
daya alam dan energi, kebijakan pengentasan kemiskinan, kebijakan privatisasi
BUMN Milik Umum, kenaikan harga BBM dan berbagai penyimpangan lainnya.
a. Apa saja karakteristik ekonomi islam?
b. Bagaimana rancangan ekonomi islam?
c. Apa saja nilai-nilai ekonomi islam?
a. Mengetahui karakteristik ekonomi islam.
b. Mengetahui bagaimana rancangan ekonomi islam.
c.
Mengetahui
nilai-nilai dari ekonomi islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Tidak
banyak yang dikemukakan dalam alquran dan banyak prinsip-prinsip yang mendasar
saja, karena dasar-dasar yag sangat tepat, alquran dan sunah banyak sekali
membahas tentang bagaimana seharusnya kaum muslimin berprilaku sebagai konsumen
produsen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit system ekonomi. Ekonomi
syariah menekankan kepada 4 sifat, antara lain:
a.
Kesatuan (unity)
b. Keseimbangan
(equilibrium)
c.
Kebebasan (free will)
d.
Tanggung Jawab (responsibility)
Al-Qur‟an mendorong umat Islam untuk mengusai
dan memanfaatkan sektor-sektor dan kegiatan ekonomi dalam skala yang lebih luas
dan komprehensif, seperti perdagangan, industri, pertanian, keuangan jasa, dan
sebagainya, yang ditujukan untuk kemaslahatan dan kepentingan bersama[1].
Yusuf al-al-qaradhawi
menyatakan bahawa ekonomi islam adalah ekonomi yang berasaskan ketuhanan,
berwawasan kemanusiaan, berakhlak dan ekonomi pertengaham, dari pengertian
al-qaradhawi ini muncul 4 karakteristik ekonomi islam yaitu:
a.
Iqtishad
Rabbani (Ekonomi Ketuhanan)
Ekonomi islam
adalah ekonomi ilahiyyah karena titik berangkatnya dari allah dan tujuannya
untuk mecapai ridha Allah. Karena itu seorang muslim dalam aktifitas
ekonominya, misalnya ketika seseorang membeli atau menjual dan sebagainya
berarti menjalankan ibadah kepada Allah. Semua aktifitas dalam islam yang
dilakukan sesuai dengan syariatnya dan niat yang ikhlas maka akan bernilai
pahala bagi yang mengerjakanya, hal ini sesuai tujuan manusia di ciptakan di
bumi, yakni untuk beribadah kepada-Nya.[2]
b.
Iqtishad
Ahlaqi (Ekonomi Akhlak)
Bukti-bukti hubungan ekonomi
dan moral dalam islam:
· Larangan terhadap pemilik dalam
penggunaan hartanya yang dapat
menimbulkan kerugian atas harta orang lain atau kepentingan masyarakat.
Sabda Rasulullah “ Tidak boleh merugikan diri sendiri dan juga orang lain” (HR.
Ahmad)
Larangan melakukan penipuan dalam transaksi, ditegaskan dalam
Sabda Rasulullah “ Orang-orang
yang menipu kita bukan termasuk golongan kita”.
· Larangan
menimbun emas, perak atau sarana moneter lainnya sehingga dapat mencegah
peredaran uang dan menghambat fungsinya dalam memperluas lapangan produksi. Hal
ini sperti tercantum dalam (QS 9:34).[3]
c.
Iqtishad Insani (Ekonomi Kerakyatan)
Islam bertujuan untuk mewujudkan kehidupan yang baik dengan memberi
kesempatan bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itu, manusia perlu hidup dengan
pola kehidupan Rabbani sekaligus manusiawi sehingga ia mampu melaksanakan
kewajibannya kepada Tuhan, kepada dirinya, keluarga, dan kepada manusia lainnya
secara umum. Manusia dalam sistem
ekonomi Islam adalah tujuan sekaligus sasaran dalam setiap kegiatan ekonomi
karena ia telah dipercayakan sebagai khalifah-Nya.
Allah memberikan kepada manusia beberapa kemampuan dan sarana
untuk memungkinkan mereka melaksanakan tugasnya. Karena itu, manusia wajib
beramal dengan berkreasi dan berinovasi dalam setiap kerja keras mereka. dengan
demikian akan dapat terwujud manusia sebagai tujuan kegiatan ekonomi dalam
pandangan Islam sekaligus merupakan sarana dan pelakunya dengan memanfaatkan
ilmu yang telah diajarkan Allah kepadanya.
d.
Iqtisad Washathi ( Ekonomi Pertengahan)
Washatiyyah
(pertengahan atau keseimbangan) merupakan nilai-nilai yang utama dalam
ekonomi Islam. bahkan nilai-nilai ini menurut Yusuf al-Qaradhawi merupakan ruh
atau jiwa dari ekonomi Islam ciri khas pertengahan ini tercermin dalam keseimbangan
yang adil yang ditegakkan oleh individu dan masyarakat. berdasarkan prinsip
ini, sistem ekonomi Islam tidak menganiaya masyarakat terutama golongan ekonomi
lemah, seperti yang telah terjadi dalam masyarakat ekonomi kapitalis, juga
tidak memperkosa hak-hak dan kebebasan individu seperti yang telah terbukti
golongan ekonomi komunis. Akan tetapi Islam mengambil posisi di pertengahan
berada di antara keduanya, memberikan hak masing-masing individu dan masyarakat
secara utuh. menyeimbangkan antara bidang-bidang produk aksi dan konsumsi
antara satu produksi dan produksi lainnya.[4]
Pada
pokoknya mendirikan suatu bangunan itu dmulai dengan meletakkan fondasi
(foundation)) yang kuat. Di atasnya dibangun lantai dasar (ground floor). Di
atas lantai dasar ditegakkan tiang-tiang penyengga (pillar). Dalam sistem rumah
Jawa, pendopo di bagian tengannya ditegakkan 4 tiang utama yang disebut
soko-guru (main pillar). Lalu dibangun flafon (plafond). Dan paling atas
dibangun atap (roof). Pada bangunan rumah itu tentu ada pintu-pintu (door) yang
merupakan ruang masuk dan keluar dan jendela (window) yang menghubungkan ruang
dalam dan dunia luar. Sudah barang tentu masalahnya adalah, bagaimana
menginterpretasi bangunan rumah atau gedung itu dengan bangunan ekonomi yang
sifatnya abstrak. Interpretasi itu adalah material atau bahan-bahan bangunan.
Dalam Ekonomi Islam, bahan bangunan itu adalah ajaran Islam yang bersumber dari
al Qur‟an dan Sunah serta tradisi pemikiran yang telah dikembangkan oleh para
ulama, filsuf dan tindakan-tindakan para pemimpin Islam, seperti para sahabat
dan pemimpin-pemimpin berikutnya yang dicatat dalam sejarah perkembangan
perekonomian. Suroso Imam Djazuli dari Universitas Erlangga bahkan berpendapat
bahwa hakekat Ekonomi Islam itu adalah praktek kegiatan ekonomi yang dilakukan
oleh Nabi dan para sahabatnya. Bahkan telah terbit sebuah buku mengenai praktek
ekonomi yang ditegakkan oleh Abu Bakar, Khalifah Umar bin Thottob, dan
pandangan-pandangan seorang sahabat penting seperti Abu Zar al Ghifari yang
dijuluki pelopor sosialis Islam[5].
Sistem ekonomi yaitu suatu satu kesatuan mekanisme dan lembaga
pengambilan keputusan dimana keputusan itu diimplementasikan terhadap produksi,
distribusi dan konsumsi dalam suatu wilayah. Untuk membentuk suatu sistem
ekonomi ada beberapa faktor, seperti ideologi, nilai-nilai yang dianut,
kebudayaan, sistem politik, keadaan alam, sejarah dan lain-lain.
Ekonomi
Islam mengajarkan prinsip hak milik yang berbeda dari sistem kapitalis yang
menekankan pada hak milik individu dan komunisme yang menekankan pada hak milik
kolektif. Menurut Ibn Taimiyah, dalam Islam terdapat tiga kriteria hak milik,
antara lain:
1.
Hak
milik individual (milkiyah fardhiah/private ownership),
yang mengandung amanah moral. Yaitu amanah yang memberikan pedoman perilaku
baik/buruk, salah/benar, haram/halal.
2.
Hak
milik umum atau publik (milkiyah’ammah/public ownership),
yang mengandung amanah sosial. Yaitu berkaitan dengan kemaslahatan umum.
3.
Hak
milik negara (milkiyah daulah/state ownership),
yang mengandung amanah politik. Yaitu yang berkaitan dengan penentuan siapa
memperoleh apa.
Dalam perekonomian Islam,
hak milik itu harus menghasilkan barang-barang yang halal dan bermutu (halalan thoyyiban) sebagai amanah moral dan sosial.
Kepemilikan
individu merupakan persyaratan yang mendasar bagi tercapainya kesejahteraan
masyarakat. Seorang individu diberikan kebebasan untuk memanfaatkan sumber daya
dengan syarat: (a) cara perolehan dan penggunaannya tidak bertentangan dengan
syariah Islam; dan (b) tidak menimbulkan kerugian, baik bagi diri sendiri
maupun orang lain.
Kepemilikan
umum hal ini muncul karena pemanfaatan suatu benda diperuntukkan bagi
masyarakat umum sehingga menjadi kepentingan bersama. Hak kepemilikan umum
diperuntukkan dalam benda-benda umum dengan karakteristik sebagai berikut:
1.
Merupakan
fasilitas umum.
2.
Bahan
tambang yang relatif tidak terbatas jumlahnya.
3.
Sumber
daya alam yang sifatnya tidak dapat dimiliki secara individu.
4.
Harta
benda waqf.
Hak milik
negara adalah kekuasaan negara atas suatu aset atau kekayaan negara yan
hasilnya masuk ke dalam pendapatan negara yang dipakai untuk penyelenggaraan
negara dan anggaran belanja negara. Pendapatan negara bisa pula diwujudkan
dalam kegiatan infak atau investasi guna menciptakan atau memperluas kesempatan
kerja.
Nilai-nilai dasar sebuah sistem ekonomi baru bisa dioperasionalkan
hanya bila terdapat basis kebijakan (nilai instrumental) yang mendukung. Yang
dimaksud dengan nilai instrumental ialah segala sesuatu yang akan menjadi
persyaratan bagi pelaksanaan dan terlaksananya sistem tersebut. Dalam sistem
ekonomi kapitalis, nilai instrumental tersebut terletak pada nilai persaingan
sempurna dan kebebasan keluar masuk pasar tanpa restriksi, informasi, dan
bentuk pasar atomistik dari tiap unit ekonomi, pasar yang monopolisitik untuk
mencegah perang harga dan pada waktu yang sama menjamin produsen dengan
kemampuan untuk menetapkan harga lebih tinggi dari pada biaya marginal.
Sedangkan dalam sistem Marxisme, semua perencanaan ekonomi dilaksanakan secara
sentral melalui proses yang mekanistik, pemilikan kaum proletar terhadap
faktor-faktor produksi diatur secara kolektif; proses iterasi dan kolektivitas
ini adalah beberapa nilai instrumental yang pokok dari Marxisme.[6]
Dalam
sistem ekonomi Islam ada beberapa nilai instrumental yang strategis yang
mempengaruhi tingkah laku ekonomi seseorang, masyarakat, dan pembangunan
ekonomi pada umumnya. Pertama, zakat. Zakat merupakan bagian dari harta yang
harus dikeluarkan oleh seorang Muslim bila harta mereka telah mencapai nisab
dan sudah memenuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh syariah. Pasa masa
awal Islam zakat dihimpun oleh negara dan merupakan sumber pendapatan utama
negara. Zakat pada waktu itu benar-benar merupakan sarana utama untuk
menciptakan keadilan sosial, politik, dan ekonomi. Aktivitas ini benar-benar
berfungsi menciptakan persaudaraan dan kebersamaan di kalangan umat, karena
dana zakat merupakan salah satu pilar penting dari sumber dana jaminan sosial.
Adanya instrumen ini secara ekonomi tentu memiliki beberapa makna, yakni:
1.
Zakat mendorong terjadinya pendistribusian pendapatan dan kekayaan dari orang
yang berpunya kepada orang yang miskin atau yang memerlukannya, sehingga
kebutuhan pokok masyarakat terpenuhi dan kesenjangan ekonomi bisa dikurangi;
2.
Zakat secara langsung atau tidak tentu akan mempunyai pengaruh nyata terhadap
tingkah laku konsumsi umat dan penciptaan lapangan kerja apalagi bila zakat
tersebut dikelola melalui usahausaha produktif sehingga secara sosial, zakat
dapat memberikan dampak bagi terciptanya keamanan masyarakat dan menghilangkan
pertentangan kelas yang diakibatkan oleh perbedaan pendapatan yang tajam.
3.
Zakat dapat meningkatkan produktivitas dan daya beli masyarakat dan serta
membendung inflasi. Kedua, pelarangan riba. Nilai instrumental ini sangat
terkait erat dengan pemberantasan praktik kezaliman dan ketidakadilan Secara
sempit penghapusan riba berarti penghapusan eksploitasi yang terjadi dalam
utang-piutang maupun jual-beli (tetapi), secara luas penghapusan riba dimaknai
sebagai penghapusan segala bentuk praktik ekonomi yang menimbulkan kezaliman
atau ketidakadilan[7]
Implementasi sistem ekonomi syariah berangkat
dari sebuah tatanan nilai yang dibangun atas dasar ketetapan-ketetapan dalam al
Qur’an dan hadis. Nilai-nilai yang dibangun secara substansial bermuara pada
satu tujuan luhur, yaitu menciptakan tatanan kehidupan perekonomian yang
berlandaskan Ketuhanan dan pemerataan ekonomi di masyarakat.
Menurut Antonio, ada beberapa nilai dalam sistem
ekonomi islam, yaitu perekonomian masyarakat luas, keadilan dan persaudaraan
menyeluruh, keadilan distribusi pendapatan, dan kebebasan individu dalam
konteks kesejahteraan social yaitu:
a.
Perekonomian masyarakat luas
Islam
mendorong penganutnya berjuang untuk menikmati karunia yang telah diberikan
oleh Allah. Islam juga mendorong manusia untuk berusaha sekuat mungkin dalam
mendapatkan harta dengan cara yang etis dan halal, sehingga kemakmuran dan
kemashlahatan di bumi tetap terjaga hingga akhir zaman.
b. Keadilan dan persaudaraan menyeluruh
Islam
bertujuan untuk membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid. Dalam
tatanan itu, setiap individu diikat oleh persaudaraan dan kasih sayang ibarat
sebuah keluarga. Persaudaraan tersebut adalah persaudaraan yang universal dan
tidak didasarkan atas kesamaan pada aspek tertentu, sebab pada dasarnya manusia
adalah satu keluarga besar.
c. Keadilan
distribusi pendapatan
Kesenjangan pendapatan
dan kekayaan alam dalam masyarakat berlawanan dengan semangat serta komitmen
Islam terhadap persaudaraan dan keadilan sosial-ekonomi. Untuk mewujudkan
pemerataan pendapatan dalam masyarakat, sistem ekonomi Islam menawarakan
beberapa cara, yaitu:
·
Penghapusan monopoli, kecuali oleh pemerintah dalam
bidang-bidang tertentu yang menyangkut kepentingan masyarakat umum.
·
Menjamin hak dan kesempatan semua pihak untuk aktif dalam
proses ekonomi, baik produksi, distribusi, maupun konsumsi.
·
Menjamin basic need fulfillment setiap anggota masyarakat.
·
Kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial
Prinsip-prinsip Islam dalam konteks kesejahteraan social, (tidak egois).[8]
Prinsip-prinsip Islam dalam konteks kesejahteraan social, (tidak egois).[8]
Ekonomi Islam didefinisikan sebagai cabang ilmu
yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan
distribusi sumber daya yang langka, yang sejalan dengan ajaran islam, tanpa
membatasi kebebasan individu ataupun menciptakan ketidakseimbangan makro dan
ekonomi logis. Karakteristik ekonomi islam menurut al-
Yusuf al-Qaradhawi terbagi beberapa yaitu:Iqtishad Rabbani, Iqtishad
akhlaqi, Iqtishad insane dan Iqtishad washati.
Dalam ekonomi Islam, bahan
bangunan itu adalah ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah
serta tradisi pemikiran yang telah dikembangkan oleh para ulama, filsuf dan
tindakan-tindakan para pemimpin Islam, seperti para sahabat dan
pemimpin-pemimpin berikutnya yang dicatat dalam sejarah perkembangan perekonomian.
Rancang
ekonomi islam Menurut Gregory and Stuart (1985) terbagi beberapa elemen dari
suatu sistem ekonomi adalah: Hak kepemilikan.,Mekanisme provisi informasi dan
koordinasi dari keputusan-keputusan., Metode pengambilan keputusan. Sistem
insentif bagi perilaku ekonomi dan Kepemilikan Dalam Islam.
Implementasi
sistem ekonomi syariah berangkat dari sebuah tatanan nilai yang dibangun atas
dasar ketetapan-ketetapan dalam al Qur’an dan hadis. Nilai-nilai yang dibangun
secara substansial bermuara pada satu tujuan luhur, yaitu menciptakan tatanan
kehidupan perekonomian yang berlandaskan Ketuhanan dan pemerataan ekonomi di
masyarakat. Menurut Antonio, ada beberapa nilai dalam sistem ekonomi islam,
yaitu perekonomian masyarakat luas, keadilan dan persaudaraan menyeluruh,
keadilan distribusi pendapatan.
B. SARAN
Saran yang dapat penulis
sampaikan melalui makalah ini yaitu kepada mahasiswa ataupun pembaca untuk
terus menambah wawasan kita dalam bidang kependudukan karena kita semua adalah
bagian dari penduduk itu sendiri.
Rozalinada, ekonomi islam, (Depok: PT. Rajagrafindo
2014).
http://www.makalah.co.id/2015/10/makalah-ekonomi-islam-lengkap.html/, diakses pada tanggal 13 oktober 2019.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan
Ekonomi Islam/P3EI, Ekonomi Islam, Edisi Kelima, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013).
M. Dawam Suhardjo, Rancangan Ekonomi Islam, 2012
Hendri Anto, Pengantar Ekonomi
Mikro Islami, (Yogyakarta: Penerbit Ekonomi, 2003)
Ahmad M. Saefudin, Studi
Nilai-nilai Sistem Ekonom Islam, (Jakarta: Media Dakwah, 1984)
[2]
Rozalinada, ekonomi islam, (Depok:
PT. Rajagrafindo 2014), hlm.10
[3]http://www.makalah.co.id/2015/10/makalah-ekonomi-islam-lengkap.html/,
diakses pada tanggal 13 oktober 2019.
[4] Rozalinada, Ibid,
hlm. 10-12.
[5]M. dawam suhardjo,
rancangan ekonomi islam, 2012. Hlm 2
[6]Ahmad M. Saefudin,
Studi Nilai-nilai Sistem Ekonom Islam,
(Jakarta: Media Dakwah, 1984), hlm. 66.
[7]Hendri Anto, Pengantar Ekonomi Mikro Islami,
(Yogyakarta: Penerbit Ekonomi, 2003),hlm 39.
[8]https://natsirasnawi.blogspot.com/2009/05/prinsip-dasar-dan-nilai-nilai-ekonomi.html, di akses pada
tanngal 13 oktober 2019.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar