Kamis, 26 Desember 2019

Karakteristik dan Rancangan Bangunan Sistem Ekonomi Islam


Tugas kelompok :                                                                 Dosen Pengampuh : 
Ekonomi Islam                                                                      Syahrizul, S.Sos, M.E.Sy

KARAKTERSTIK DAN RANCANG BANGUN
 SISTEM EKONOMI ISLAM


Di SUSUN OLEH :

MUHAMMAD MAULADI



JURUSAN PEMGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2019/2020




KATA PENGANTAR


Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya  sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini saya susun sebagai tugas dari mata kuliah EKONOMI ISLAM dengan judul “KARAKTERISTIK DAN RANCANG SISTEM EKONOMI ISLAM”.
terima kasih saya sampaikan kepada  selaku Dosen Bapak Syahrizul S.Sos. M.E. Sy. dengan mata kuliah EKONOMI ISLAM yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi lancarnya terselesaikan tugas makalah ini.
Demikianlah tugas ini, saya susun semoga bermanfaat dan dapat memenuhi tugas mata kuliah EKONOMI ISLAM dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri kami dan khususnya untuk pembaca atau audien. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif dan membangun sangat kami harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.




Pekanbaru, 14 Oktober  2019

                                                                                                                      
  Penulis, Kelompok 1







BAB I

PENDAHULUAN


Perkembangan ekonomi Islam dalam tataran praktis maupun akademis sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari data statistik perbankan syari’ah yang dikeluarkan tiap bulannya oleh bank Indonesia, juga penelitian di bidang perbankan syari’ah, mulai dari soal faktor-faktor yang memengaruhi minat masyarakat untuk menggunakan jasa perbankan syari’ah, bidang investasi syari’ah, hingga soal model pemberdayaan dana zakat di Indonesia.
Inti asas ekonomi Islam adalah hak milik. Hak milik itu terdiri dari hak milik pribadi, hak milik umum, dan milik Negara. Dalam realitas, banyak praktik ekonomi (mikro maupun makro) mengalami kegagalan disebabkan kekeliruan pemahaman mengenai hak milik, seperti mendapatkan harta korupsi atau suap untuk membangun fasilitas umum dianggap benar, kebijakan sumber daya air, kebijakan sumber daya alam dan energi, kebijakan pengentasan kemiskinan, kebijakan privatisasi BUMN Milik Umum, kenaikan harga BBM dan berbagai penyimpangan lainnya.

a.       Apa saja karakteristik ekonomi islam?
b.      Bagaimana rancangan ekonomi islam?
c.       Apa saja nilai-nilai ekonomi islam?
a.       Mengetahui karakteristik ekonomi islam.
b.      Mengetahui bagaimana rancangan ekonomi islam.
c.       Mengetahui nilai-nilai dari ekonomi islam.


BAB II

PEMBAHASAN


A.        KARAKTERSITIK EKONOMI ISLAM
Tidak banyak yang dikemukakan dalam alquran dan banyak prinsip-prinsip yang mendasar saja, karena dasar-dasar yag sangat tepat, alquran dan sunah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum muslimin berprilaku sebagai konsumen produsen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit system ekonomi. Ekonomi syariah menekankan kepada 4 sifat, antara lain:
a. Kesatuan (unity)
b. Keseimbangan (equilibrium)
c. Kebebasan (free will)
d. Tanggung Jawab (responsibility)
 Al-Qur‟an mendorong umat Islam untuk mengusai dan memanfaatkan sektor-sektor dan kegiatan ekonomi dalam skala yang lebih luas dan komprehensif, seperti perdagangan, industri, pertanian, keuangan jasa, dan sebagainya, yang ditujukan untuk kemaslahatan dan kepentingan bersama[1].
Yusuf al-al-qaradhawi menyatakan bahawa ekonomi islam adalah ekonomi yang berasaskan ketuhanan, berwawasan kemanusiaan, berakhlak dan ekonomi pertengaham, dari pengertian al-qaradhawi ini muncul 4 karakteristik ekonomi islam yaitu:
a.                   Iqtishad Rabbani (Ekonomi Ketuhanan)
Ekonomi islam adalah ekonomi ilahiyyah karena titik berangkatnya dari allah dan tujuannya untuk mecapai ridha Allah. Karena itu seorang muslim dalam aktifitas ekonominya, misalnya ketika seseorang membeli atau menjual dan sebagainya berarti menjalankan ibadah kepada Allah. Semua aktifitas dalam islam yang dilakukan sesuai dengan syariatnya dan niat yang ikhlas maka akan bernilai pahala bagi yang mengerjakanya, hal ini sesuai tujuan manusia di ciptakan di bumi, yakni untuk beribadah kepada-Nya.[2]
b.                   Iqtishad Ahlaqi (Ekonomi Akhlak)
Bukti-bukti hubungan ekonomi dan moral dalam islam:
·                        Larangan terhadap pemilik dalam penggunaan hartanya yang dapat    menimbulkan kerugian atas harta orang lain atau kepentingan masyarakat. Sabda Rasulullah “ Tidak boleh merugikan diri sendiri dan juga orang lain” (HR. Ahmad)
Larangan melakukan penipuan dalam transaksi, ditegaskan dalam Sabda Rasulullah “            Orang-orang yang menipu kita bukan termasuk golongan kita”.
·                                           Larangan menimbun emas, perak atau sarana moneter lainnya sehingga dapat mencegah peredaran uang dan menghambat fungsinya dalam memperluas lapangan produksi. Hal ini sperti tercantum dalam (QS 9:34).[3]
c.                   Iqtishad Insani (Ekonomi Kerakyatan)
Islam bertujuan untuk mewujudkan kehidupan yang baik dengan memberi kesempatan bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.        Untuk itu, manusia perlu hidup dengan pola kehidupan Rabbani sekaligus manusiawi sehingga ia mampu melaksanakan kewajibannya kepada Tuhan, kepada dirinya, keluarga, dan kepada manusia lainnya secara umum.  Manusia dalam sistem ekonomi Islam adalah tujuan sekaligus sasaran dalam setiap kegiatan ekonomi karena ia telah dipercayakan sebagai khalifah-Nya.
Allah memberikan kepada manusia beberapa kemampuan dan sarana untuk memungkinkan mereka melaksanakan tugasnya. Karena itu, manusia wajib beramal dengan berkreasi dan berinovasi dalam setiap kerja keras mereka. dengan demikian akan dapat terwujud manusia sebagai tujuan kegiatan ekonomi dalam pandangan Islam sekaligus merupakan sarana dan pelakunya dengan memanfaatkan ilmu yang telah diajarkan Allah kepadanya.
d.                   Iqtisad Washathi ( Ekonomi Pertengahan)
     Washatiyyah (pertengahan atau keseimbangan) merupakan nilai-nilai yang utama dalam ekonomi Islam. bahkan nilai-nilai ini menurut Yusuf al-Qaradhawi merupakan ruh atau jiwa dari ekonomi Islam ciri khas pertengahan ini tercermin dalam keseimbangan yang adil yang ditegakkan oleh individu dan masyarakat. berdasarkan prinsip ini, sistem ekonomi Islam tidak menganiaya masyarakat terutama golongan ekonomi lemah, seperti yang telah terjadi dalam masyarakat ekonomi kapitalis, juga tidak memperkosa hak-hak dan kebebasan individu seperti yang telah terbukti golongan ekonomi komunis. Akan tetapi Islam mengambil posisi di pertengahan berada di antara keduanya, memberikan hak masing-masing individu dan masyarakat secara utuh. menyeimbangkan antara bidang-bidang produk aksi dan konsumsi antara satu produksi dan produksi lainnya.[4]
Pada pokoknya mendirikan suatu bangunan itu dmulai dengan meletakkan fondasi (foundation)) yang kuat. Di atasnya dibangun lantai dasar (ground floor). Di atas lantai dasar ditegakkan tiang-tiang penyengga (pillar). Dalam sistem rumah Jawa, pendopo di bagian tengannya ditegakkan 4 tiang utama yang disebut soko-guru (main pillar). Lalu dibangun flafon (plafond). Dan paling atas dibangun atap (roof). Pada bangunan rumah itu tentu ada pintu-pintu (door) yang merupakan ruang masuk dan keluar dan jendela (window) yang menghubungkan ruang dalam dan dunia luar. Sudah barang tentu masalahnya adalah, bagaimana menginterpretasi bangunan rumah atau gedung itu dengan bangunan ekonomi yang sifatnya abstrak. Interpretasi itu adalah material atau bahan-bahan bangunan. Dalam Ekonomi Islam, bahan bangunan itu adalah ajaran Islam yang bersumber dari al Qur‟an dan Sunah serta tradisi pemikiran yang telah dikembangkan oleh para ulama, filsuf dan tindakan-tindakan para pemimpin Islam, seperti para sahabat dan pemimpin-pemimpin berikutnya yang dicatat dalam sejarah perkembangan perekonomian. Suroso Imam Djazuli dari Universitas Erlangga bahkan berpendapat bahwa hakekat Ekonomi Islam itu adalah praktek kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya. Bahkan telah terbit sebuah buku mengenai praktek ekonomi yang ditegakkan oleh Abu Bakar, Khalifah Umar bin Thottob, dan pandangan-pandangan seorang sahabat penting seperti Abu Zar al Ghifari yang dijuluki pelopor sosialis Islam[5].
Sistem ekonomi yaitu suatu satu kesatuan mekanisme dan lembaga pengambilan keputusan dimana keputusan itu diimplementasikan terhadap produksi, distribusi dan konsumsi dalam suatu wilayah. Untuk membentuk suatu sistem ekonomi ada beberapa faktor, seperti ideologi, nilai-nilai yang dianut, kebudayaan, sistem politik, keadaan alam, sejarah dan lain-lain.
Ekonomi Islam mengajarkan prinsip hak milik yang berbeda dari sistem kapitalis yang menekankan pada hak milik individu dan komunisme yang menekankan pada hak milik kolektif. Menurut Ibn Taimiyah, dalam Islam terdapat tiga kriteria hak milik, antara lain:
1.      Hak milik individual (milkiyah fardhiah/private ownership), yang mengandung amanah moral. Yaitu amanah yang memberikan pedoman perilaku baik/buruk, salah/benar, haram/halal.
2.      Hak milik umum atau publik (milkiyah’ammah/public ownership), yang mengandung amanah sosial. Yaitu berkaitan dengan kemaslahatan umum.
3.      Hak milik negara (milkiyah daulah/state ownership), yang mengandung amanah politik. Yaitu yang berkaitan dengan penentuan siapa memperoleh apa.
Dalam perekonomian Islam, hak milik itu harus menghasilkan barang-barang yang halal dan bermutu (halalan thoyyiban) sebagai amanah moral dan sosial.
Kepemilikan individu merupakan persyaratan yang mendasar bagi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Seorang individu diberikan kebebasan untuk memanfaatkan sumber daya dengan syarat: (a) cara perolehan dan penggunaannya tidak bertentangan dengan syariah Islam; dan (b) tidak menimbulkan kerugian, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Kepemilikan umum hal ini muncul karena pemanfaatan suatu benda diperuntukkan bagi masyarakat umum sehingga menjadi kepentingan bersama. Hak kepemilikan umum diperuntukkan dalam benda-benda umum dengan karakteristik sebagai berikut:
1.      Merupakan fasilitas umum.
2.      Bahan tambang yang relatif tidak terbatas jumlahnya.
3.      Sumber daya alam yang sifatnya tidak dapat dimiliki secara individu.
4.      Harta benda waqf.
Hak milik negara adalah kekuasaan negara atas suatu aset atau kekayaan negara yan hasilnya masuk ke dalam pendapatan negara yang dipakai untuk penyelenggaraan negara dan anggaran belanja negara. Pendapatan negara bisa pula diwujudkan dalam kegiatan infak atau investasi guna menciptakan atau memperluas kesempatan kerja.

Nilai-nilai dasar sebuah sistem ekonomi baru bisa dioperasionalkan hanya bila terdapat basis kebijakan (nilai instrumental) yang mendukung. Yang dimaksud dengan nilai instrumental ialah segala sesuatu yang akan menjadi persyaratan bagi pelaksanaan dan terlaksananya sistem tersebut. Dalam sistem ekonomi kapitalis, nilai instrumental tersebut terletak pada nilai persaingan sempurna dan kebebasan keluar masuk pasar tanpa restriksi, informasi, dan bentuk pasar atomistik dari tiap unit ekonomi, pasar yang monopolisitik untuk mencegah perang harga dan pada waktu yang sama menjamin produsen dengan kemampuan untuk menetapkan harga lebih tinggi dari pada biaya marginal. Sedangkan dalam sistem Marxisme, semua perencanaan ekonomi dilaksanakan secara sentral melalui proses yang mekanistik, pemilikan kaum proletar terhadap faktor-faktor produksi diatur secara kolektif; proses iterasi dan kolektivitas ini adalah beberapa nilai instrumental yang pokok dari Marxisme.[6]
Dalam sistem ekonomi Islam ada beberapa nilai instrumental yang strategis yang mempengaruhi tingkah laku ekonomi seseorang, masyarakat, dan pembangunan ekonomi pada umumnya. Pertama, zakat. Zakat merupakan bagian dari harta yang harus dikeluarkan oleh seorang Muslim bila harta mereka telah mencapai nisab dan sudah memenuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh syariah. Pasa masa awal Islam zakat dihimpun oleh negara dan merupakan sumber pendapatan utama negara. Zakat pada waktu itu benar-benar merupakan sarana utama untuk menciptakan keadilan sosial, politik, dan ekonomi. Aktivitas ini benar-benar berfungsi menciptakan persaudaraan dan kebersamaan di kalangan umat, karena dana zakat merupakan salah satu pilar penting dari sumber dana jaminan sosial. Adanya instrumen ini secara ekonomi tentu memiliki beberapa makna, yakni:
1. Zakat mendorong terjadinya pendistribusian pendapatan dan kekayaan dari orang yang berpunya kepada orang yang miskin atau yang memerlukannya, sehingga kebutuhan pokok masyarakat terpenuhi dan kesenjangan ekonomi bisa dikurangi;
2. Zakat secara langsung atau tidak tentu akan mempunyai pengaruh nyata terhadap tingkah laku konsumsi umat dan penciptaan lapangan kerja apalagi bila zakat tersebut dikelola melalui usahausaha produktif sehingga secara sosial, zakat dapat memberikan dampak bagi terciptanya keamanan masyarakat dan menghilangkan pertentangan kelas yang diakibatkan oleh perbedaan pendapatan yang tajam.
3. Zakat dapat meningkatkan produktivitas dan daya beli masyarakat dan serta membendung inflasi. Kedua, pelarangan riba. Nilai instrumental ini sangat terkait erat dengan pemberantasan praktik kezaliman dan ketidakadilan Secara sempit penghapusan riba berarti penghapusan eksploitasi yang terjadi dalam utang-piutang maupun jual-beli (tetapi), secara luas penghapusan riba dimaknai sebagai penghapusan segala bentuk praktik ekonomi yang menimbulkan kezaliman atau ketidakadilan[7]
Implementasi sistem ekonomi syariah berangkat dari sebuah tatanan nilai yang dibangun atas dasar ketetapan-ketetapan dalam al Qur’an dan hadis. Nilai-nilai yang dibangun secara substansial bermuara pada satu tujuan luhur, yaitu menciptakan tatanan kehidupan perekonomian yang berlandaskan Ketuhanan dan pemerataan ekonomi di masyarakat.
Menurut Antonio, ada beberapa nilai dalam sistem ekonomi islam, yaitu perekonomian masyarakat luas, keadilan dan persaudaraan menyeluruh, keadilan distribusi pendapatan, dan kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan social yaitu:
a.       Perekonomian masyarakat luas
Islam mendorong penganutnya berjuang untuk menikmati karunia yang telah diberikan oleh Allah. Islam juga mendorong manusia untuk berusaha sekuat mungkin dalam mendapatkan harta dengan cara yang etis dan halal, sehingga kemakmuran dan kemashlahatan di bumi tetap terjaga hingga akhir zaman.
b.      Keadilan dan persaudaraan menyeluruh
Islam bertujuan untuk membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid. Dalam tatanan itu, setiap individu diikat oleh persaudaraan dan kasih sayang ibarat sebuah keluarga. Persaudaraan tersebut adalah persaudaraan yang universal dan tidak didasarkan atas kesamaan pada aspek tertentu, sebab pada dasarnya manusia adalah satu keluarga besar.
c.        Keadilan distribusi pendapatan
Kesenjangan pendapatan dan kekayaan alam dalam masyarakat berlawanan dengan semangat serta komitmen Islam terhadap persaudaraan dan keadilan sosial-ekonomi. Untuk mewujudkan pemerataan pendapatan dalam masyarakat, sistem ekonomi Islam menawarakan beberapa cara, yaitu:
·         Penghapusan monopoli, kecuali oleh pemerintah dalam bidang-bidang tertentu yang menyangkut kepentingan masyarakat umum.
·         Menjamin hak dan kesempatan semua pihak untuk aktif dalam proses ekonomi, baik produksi, distribusi, maupun konsumsi.
·         Menjamin basic need fulfillment setiap anggota masyarakat.
·         Kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial
Prinsip-prinsip Islam dalam konteks kesejahteraan social, (tidak egois).[8]



 BAB III
          PENUTUP

Ekonomi Islam didefinisikan sebagai cabang ilmu yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang langka, yang sejalan dengan ajaran islam, tanpa membatasi kebebasan individu ataupun menciptakan ketidakseimbangan makro dan ekonomi logis. Karakteristik ekonomi islam menurut al- Yusuf al-Qaradhawi terbagi beberapa yaitu:Iqtishad Rabbani, Iqtishad akhlaqi, Iqtishad insane dan Iqtishad washati.
Dalam ekonomi Islam, bahan bangunan itu adalah ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah serta tradisi pemikiran yang telah dikembangkan oleh para ulama, filsuf dan tindakan-tindakan para pemimpin Islam, seperti para sahabat dan pemimpin-pemimpin berikutnya yang dicatat dalam sejarah perkembangan perekonomian.  Rancang ekonomi islam Menurut Gregory and Stuart (1985) terbagi beberapa elemen dari suatu sistem ekonomi adalah: Hak kepemilikan.,Mekanisme provisi informasi dan koordinasi dari keputusan-keputusan., Metode pengambilan keputusan. Sistem insentif bagi perilaku ekonomi dan Kepemilikan Dalam Islam.
Implementasi sistem ekonomi syariah berangkat dari sebuah tatanan nilai yang dibangun atas dasar ketetapan-ketetapan dalam al Qur’an dan hadis. Nilai-nilai yang dibangun secara substansial bermuara pada satu tujuan luhur, yaitu menciptakan tatanan kehidupan perekonomian yang berlandaskan Ketuhanan dan pemerataan ekonomi di masyarakat. Menurut Antonio, ada beberapa nilai dalam sistem ekonomi islam, yaitu perekonomian masyarakat luas, keadilan dan persaudaraan menyeluruh, keadilan distribusi pendapatan.



 

B.  SARAN

Saran yang dapat penulis sampaikan melalui makalah ini yaitu kepada mahasiswa ataupun pembaca untuk terus menambah wawasan kita dalam bidang kependudukan karena kita semua adalah bagian dari penduduk itu sendiri.
























Rozalinada, ekonomi islam, (Depok: PT. Rajagrafindo 2014).
          http://www.makalah.co.id/2015/10/makalah-ekonomi-islam-lengkap.html/, diakses pada tanggal 13 oktober 2019.
         Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam/P3EI, Ekonomi IslamEdisi Kelima, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013).
M. Dawam Suhardjo, Rancangan Ekonomi Islam, 2012
        Hendri Anto, Pengantar Ekonomi Mikro Islami, (Yogyakarta: Penerbit Ekonomi, 2003)
         Ahmad M. Saefudin, Studi Nilai-nilai Sistem Ekonom Islam, (Jakarta: Media Dakwah, 1984)








[1] Didin Hafidhuddin, Islam Aplikatif, (Jakarta : Gema Insani, Jakarta, 2003), hlm. 29.
[2] Rozalinada, ekonomi islam, (Depok: PT. Rajagrafindo 2014), hlm.10
[4] Rozalinada, Ibid, hlm. 10-12.
[5]M. dawam suhardjo, rancangan ekonomi islam, 2012. Hlm 2
[6]Ahmad M. Saefudin, Studi Nilai-nilai Sistem Ekonom Islam, (Jakarta: Media Dakwah, 1984), hlm. 66.
[7]Hendri Anto, Pengantar Ekonomi Mikro Islami, (Yogyakarta: Penerbit Ekonomi, 2003),hlm 39.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar