PEMBAHASAN
A.
Pengertian Etika Sosial
Manusia merupakan salah satu makhluk
hidup yang sudah ribuan abad lamanya menghuni bumi. Dalam prosesnya, pembinaan
kepribadian manusia dipengaruhi oleh lingkungan dan didukung oleh faktor
pembawaan manusia sejak lahir. Terkait dengan itu, manusia sebagai makhluk
sosial, tidaklah terlepas dari nilai-nilai kehidupan sosial. Oleh karena nilai akan selalu muncul
apabila manusia mengadakan hubungan sosial atau bermasyarakat dengan manusia
lain. Dalam pandangan sosial, etika dan agama merupakan hal yang sangat penting
dalam kehidupan manusia.
Etika berasal dari bahasa Yunani ethikos,
ethos (adat, kebiasaan, praktek).[1]
Artinya sebuah pranata perilaku seseorang atau sekelompok orang yang tersusun
dari sebuah sistem nilai atau norma yang diambil dari gejala-gejala alamiah masyarakat
atau kelompok tersebut.[2]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika dirumuskan dalam tiga arti, yaitu:
1. Ilmu tentang apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak).
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.[3]
Etika Sosial merupakan suatu etika
sehubungan dengan relasi manusia dengan sesamanya dalam sosietas (masyarakat).
Etika Sosial menunjuk pada etika yang berkenaan dengan suatu sosietas yang
secara khusus berhubungan dengan pengaturan secara normatif relasi-relasi
sosial dalam rangka tatanan hidup bersama, yang diurusi
oleh etika sosial tidak berbeda dengan kesibukan etika sendiri sebagai suatu
cabang dari ilmu filsafat.[4]
Adapun pendapat para ahli mengenai Etika dikemukakan oleh K. Bertens “Etika dapat dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral
yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya, arti ini disebut juga sistem nilai dalam hidup manusia perseorangan
atau hidup bermasyarakat”. Misalnya, etika orang Jawa. Etika dipakai dalam arti kumpulan
asas atau nilai moral yang biasa disebut kode etik. Kemudian etika dipakai
dalam arti ilmu tentang yang baik dan buruk. Arti etika di sini sama dengan
filsafat moral.[5]
Kemudian, Amsal Bakhtiar mengemukakan bahwa etika dipakai dalam dua bentuk
arti: pertama, etika merupakan suatu kumpulan mengenai pengetahuan, mengenai
penilaian terhadap perbuatan manusia. Kedua, suatu predikat yang dipakai untuk
membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan atau manusia-manusia yang lain.[6]
Secara spesifik, Ahmad Amin mengatakan etika adalah suatu ilmu yang menjelaskan
arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian
orang kepada lainnya, mengatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam
perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus
diperbuat.[7]
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat pemakalah pahami mengenai etika sosial
adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan buruk dengan melihat pada amal
perbuatan manusia, sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran dan hati
nurani manusia yang rasional di masyarakat. Etika mengatur dan mengarahkan
citra manusia kejenjang akhlak yang luhur dan meluruskan perbuatan manusia.
Etika menuntut orang agar bersikap rasional terhadap semua norma.
B.
Sumber-Sumber Etika Sosial
Etika kepada Allah SWT yang disebutkan dalam surah Al-Fatihah:
(7)
صِرَٰطَ
ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا
ٱلضَّآلِّينَ
“(yaitu) Jalan
orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka
yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”.[8]
Dalam ayat ini, Allah menisbatkan nikmat secara langsung kepada diri-Nya
dan tidak menisbatkan marah dan penyesatan kepada-nya (meskipun juga berasal
dari-nya), ini memberi kita petunjuk etika, bahwa hanya kebaikanlah yang layak
dinisbatkan kepada Allah.
Agama merupakan suatu realitas yang eksis di kalangan masyarakat, sejak
dulu ketika manusia masih berada dalam fase primitif, agama sudah dikenal oleh
mereka. Meskipun hanya dalam taraf yang sangat sederhana sesuai dengan tingkat
kesederhanaan masyarakat waktu itu. Dari masyarakat yang paling sederhana
sampai kepada tingkat masyarakat yang modern, agama tetap dikenal dan dianut
dengan variasi yang berbeda.[9]
Dengan demikian agama tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia, kapan dan
dimanapun. Sehingga, ini menjadi dasar atas sumber-sumber etika.
Etika di mulai pada abad ke-lima sebelum masehi. Berbagai mazhab di yunani yang
ditandai dengan kehadiran
Socrates, yang mengatakan
bahwa kebaikan itu adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya
baik itu apabila ia dikuasai oleh akal budi dan buruk itu apabila dikuasai oleh
hawa nafsu.[10]
Etika merupakan filsafat praktis, artinya
filsafat yang ingin memberikan penyuluhan kepada tingkah laku manusia dengan
memperlihatkan apa yang harus kita
lakukan. Sifat praktis itu bertahan sepanjang sejarah filsafat. Disini
dapat dipahami bahwa etika bersumber dari pengetahuan dan akal budi serta sifat
manusia.
Kemudian, Pancasila adalah sumber-sumber nilai, maka nilai dasar Pancasila
dapat dijadikan sebagai sumber pembentukan norma etika (norma moral) dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai pancasila adalah
nilai moral. Oleh karena itu, nilai pancasila juga dapat diwujudkan kedalam
norma-norma moral (etik). Norma-norma etik tersebut selanjutnya dapat digunakan
sebagai pedoman atau acuan dalam bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik
di negara ini. Disetiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk
beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila ke dua “kemanusian
yang adil dan beadab” tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam
membangun etika bangsa ini sangat berandil besar.[11]
C.
Tujuan Etika Sosial
Yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika antara
lain:
1. Untuk
mendapatkan konsep yang sama mengenai penilaian baik dan buruknya perilaku atau
tindakan manusia dalam ruang dan waktu tertentu.
2. Mengarahkan perkembangan
masyarakat menuju suasana
yang harmonis, tertib, teratur,
damai dan sejahtera.
3. Mengajak orang
bersikap kritis dan
rasional dalam mengambil
keputusan secara otonom.
4. Etika merupakan
sarana yang memberi orientasi pada hidup manusia.
5. Untuk memiliki
kedalaman sikap, untuk memiliki kemandirian dan tanggung jawab terhadap
hidupnya.
6. Mengantar
manusia pada bagaimana menjadi baik.
7. Sebagai norma
yang dianggap berlaku. Diselidikinya apakah
dasar suatu norma itu
dan apakah dasar
itu membenarkan ketaatan
yang dituntut oleh norma itu terhadap norma yang dapat
berlaku
8. Etika
mengajukan pertanyaan tentang legitimasinya, artinya norma yang tidak
dapat mempertahankan diri
dari pertanyaan kritis dengan
sendirinya akan kehilangan
haknya Etika mempersolakan
pula hak setiap
lembaga seperti orangtua,
sekolah, negara dan
agama untuk memberikan
perintah atau larangan yang harus
ditaati
9. Etika memberikan
bekal kepada manusia untuk mengambil sikap yangrasional terhadap semua norma
10. Etika
menjadi alat pemikiran
yang rasional dan
bertanggung jawab bagi seorang ahli dan
bagi siapa saja
yang tidak mau
diombang ambingkan oleh norma-norma yang ada.[12]
Singkatnya, tujuan dari etika adalah seseorang dapat membaedakan
baik-buruknya sesuatu, benar-salahnya suatu hal, dapat bertanggung jawab
terhadap apa yang dikerjakan, dan membentuk norma dalam kehidupan beretika.
Jadi kesimpulannya tujuan untuk
mempelajari etika adalah
untuk menciptakan nilai moral yang baik. Etika harus
benar-benar dimiliki dan diterapkan oleh setiap manusia, sebagai modal
utama moralitas pada
kehidupan di masyarakat.
Etika yang baik, mencerminkan
perilaku yang baik, sedangkan
etika yang buruk,
mencerminkan perilaku kita yang buruk dan akan menciptakan suatu
keluaran yaitu berupa penilaian di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Amin, 1995. Al Akhlak, Terjemah K.H. Farud Ma’Ruf, Etika (Ilmu
Akhlak). Cet. VII. Jakarta: Bulan Bintang.
Ahmad Charis Zubair, 1995. Kuliah Etika, Jakarta: PT Raja Grapindo Persada.
Amsal Bahtiar, 2005. Filsafat Ilmu. (Cet. II. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Harun Nasution, 2001. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I. Cet. V. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
K. Bertens,
1994. Etika. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Lorens Bagus,
2002. Kamus Filsafat Cet. III. Jakarta:
Gramedia.
Suseno, Franz Magnis, 1987. Etika Dasar-Masalah-Masalah Pokok Filasfat
Moral. Kanisius: Yoyakarta.
W.J.S.
Poerwadarminta. 1985. Kamus Umum Bahasa Indonesia. (Cet. VIII. Jakarta: Balai
Pustaka.
Xaverius
Chandra. 2016. Etika
Sosial. Surabaya: Available Onlline.
Zakiah
Daradjat, dkk, 1999. Dasar-dasar Agama Islam (Jakarta:
Universitas Terbuka.
[1] Lorens Bagus, Kamus
Filsafat (Cet. III. Jakarta: Gramedia, 2002), hlm. 217.
[2] Zakiah
Daradjat, dkk,. Dasar-dasar Agama Islam (Jakarta: Universitas Terbuka, 1999), hlm.
264.
[3] W.J.S.
Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia.
(Cet. VIII. Jakarta: Balai Pustaka, 1985), hlm.
25.
[4] Xaverius
Chandra. Etika Sosial. (Surabaya: Available Onlline: 2016), hlm. 3.
[5] K. Bertens, Etika.
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), hlm. 2.
[6] Amsal Bahtiar, Filsafat Ilmu. (Cet. II. Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2005), hlm. 165.
[7] Ahmad Amin, Al Akhlak, Terjemah K.H. Farud Ma’Ruf, Etika
(Ilmu Akhlak). (Cet. VII. Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm. 3
[8] Al-Qur’an Surah Al-Fatihah: Ayat 7
[9] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya,
Jilid I. (Cet. V. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 2001), hlm.
21.
[10] Suseno, Franz Magnis,. Etika Dasar-Masalah-Masalah Pokok Filasfat Moral.
(Kanisius: Yoyakarta: 1987), hlm. 67
[11] http://stannytuasela.blogspot.com/2014/05/makalah-sumber-etika.html Diakses pada Tanggal 13 Maret 2021 pukul 14:15 WIB di Pekanbaru
[12] Ahmad Charis
Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 1995), hlm.
13.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar