TOKOH TEORI MODREN DAN POSTMODERN
Dosen Pembimbing : Ahmad Karmizi, M.A.
Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok
Teori-Teori Sosial

OLEH KELOMPOK 11:
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
PRODI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2019/2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan
penyusunan makalah Teori-Teori Sosial dengan judul “Tokoh Teori Modren dan
Postmodern” tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu
tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya.
Oleh karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi
para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah
ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana
ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para
pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah
selanjutnya.
Pekanbaru, 29 Novemver 2019
Kelompok 11
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1
A. Latar
Belakang.............................................................................................................. 1
B. Rumusan
Masalah........................................................................................................ 2
C. Tujuan............................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................... 3
A.
MENGENAL TOKOH TEORI MODERN................................................................ 3
B.
MENGENAL TOKOH TEORI POSTMODERN................................................... 11
BAB III PENUTUP................................................................................................................. 21
A. Kesimpulan.................................................................................................................. 21
B. Kritik dan Saran......................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Durkheim dianggap sebagai “bapak” sosiologi
modern, karena usaha-usahanya menjadikan sosiologi sebagai sebuah disiplin ilmu
yang baru. Ia percaya bahwa masyarakat dapat
dipelajari secara ilmiah. Ia menolak pendekatan individual dalam memahami
fenomena dalam masyarakat dan lebih memilih pendekatan secara sosial. Oleh
karena itu ia juga berusaha memperbaiki metoda berpikir sosiologis yang tidak
hanya berdasarkan pada pemikiran-pemikiran logika filosofi tetapi
sosiologi. Menurut Durkheim, masyarakat dibentuk oleh “fakta
sosial” yang melampaui pemahaman intuitif kita dan mesti diteliti melalui
observasi dan pengukuran. Ide tersebut adalah inti dari sosiologi yang
menyebabkan Durkheim sering Dianggap sebagai “bapak” sosiologi. Meskipun
istilah “sosiologi” telah dilahirkan Auguste Comte beberapa tahun
sebelumnya, namun belum ada lapangan sosiologi yang
berdiri sendiri dalam universitas pada akhir abad ke-19. Belum ada sekolah,
departemen, apalagi professor dalam bidang sosiologi. Tantangan yang signifikan
dari sosiologi adalah filsafat dan psikologi, dua ranah ilmu ini mengklaim
melingkupi ranah yang ingin diduduki sosiologi. Cita-cita Durkheim terhadap
sosiologi sekaligus menjadi dilemanya adalah menjadikan sosiologi menjadi suatu
ilmu yang berdiri sendiri dan merupakan ranah yang bisa diidentifikasi.
Untuk memisahkan sosiologi dari filsafat, Durkheim berpendapat
bahwa sosiologi mesti berorientasi kepada penelitian empiris. Ia merasa
terancam oleh aliran filsafat yang terdapat dalam sosiologi itu sendiri. Dalam
pandanganya, tokoh utama lainya seperti Auguste Comte dan Herbert
Spencer, keduanya lebih memiliki perhatian pada filsafat, dalam teori abstrak,
kemudian mereka mempelajari dunia sosial secara empiris.
B.
Rumusan Masalah
1) Siapa saja
tokoh teori modren?
2) Siapa saja
tokoh teori postmodren?
C.
Tujuan
1) Mengetahui
tokoh teori modren.
2) Mengetahui
tokoh teori postmodren.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
MENGENAL TOKOH TEORI MODERN
Teori sosiologi modren berbeda dari teori sosiologi klasik. Teori sosiologi klasik memusat kan analisanya pada pemikiran
tokoh - tokoh sosiologi sedangkan teori - teori
sosiologi modren memusatkan analisanya pada aliran sosiologi pergeseran dari
para ahli teori sosiologi secara idividual kedalam
aliran - aliran sosiologi menunjukkan bahwa sosiologi mengalami
perubahan. Pada awal perkembangannya, sosiologi itu di dominasi oleh
para ahli termasyur secara individual, seperti Comte, Marx, Durkheim, Weber, ataupun Simmel. Tetapi dewasa
ini analisa sosiologi lebih terarah kepada aliran - aliran.
Beberapa kekuatan sosial yang melatarbelakangi munculnya teori - teori
sosial dan sekaligus menjadi fokus perhatian para ahli sosial, diantaranya
adalah revolusi politik, revolusi industri, perkembangan kapitalisme,
perkembangan sosialisme, feminisme, urbanisasi, perubahan agama, serta
pertumbuhan ilmu pengetahuan. Perkembangan teori - teori sosial tersebut tidak
hanya terjadi di satu negara, tetapi dibeberapa negara terutama yang terjadi
dikawasan Eropa Barat, diantaranya adalah di Prancis, Jerman, Italia, dan
Inggris.
Perubahan berupa revolusi sosial politik serta kebangkitan kapitalisme
membawa dampak - dampak yang tidak saja bersifat positif tetapi juga
memunculkan masalah - masalah sosial baru. Hal ini telah memacu para ahli
sosial dan filsafat untuk menemukan kaidah - kaidah baru yang terkait dengan
perkembangan teori sosial dan sekaligus sebagai suatu upaya dalam memahami dan
menanggulangi masalah - masalah sosial tersebut, serta mengarahkan bagaimana
bentuk masyarakat yang diharapkan di kemudian hari. Seperti perkembangan
kehidupan politik (Revolusi Prancis sejak tahun 1789) menjadi
cikal bakal perkembangan teori sosiologi di Prancis. Demikian pula, pertumbuhan
kapitalisme di Inggris telah memacu munculnya pemikiran - pemikiran baru
dibidang sosial.
a)
Teori Klasik menurut para tokoh ternama:
1) Aguste Comte
Perjalanan Hidup dan Karya Comte serta Pandangannya tentang Ilmu
Pemgetahuan Aguste Comte adalah seseorang yang untuk pertama kali
memunculkan istilah “sosiologi” untuk memberi nama pada satu
kajian yang memfokuskan diri pada kehidupan sosial atau kemasyarakatan. Saat
ini sosiologi menjadi suatu ilmu yang diakui untuk memahami masyarakat dan telah
berkembang pesat sejalan dengan ilmu - ilmu lainnya. Dalam hal itu, Aguste
Comte diakui sebagai “Bapak” dari sosiologi. Aguste Comte pada
dasarnya bukanlah orang akademisi yang hidup di dalam kampus.
Perjalanannya didalam menimba ilmu tersendat - sendat dan putus di tengah
jalan. Berkat perkenalannya dengan Saint - Simon, sebagai sekretarisnya,
pengetahuan Comte semakin terbuka, bahkan mampu mengkritisi pandangan-pandangan
dari Saint-Simon. Pada dasarnya Auguste Comte adalah orang pintar, kritis, dan mampu
hidup sederhana tetapi kehidupan sosial ekonominya dianggap kurang berhasil.
Pemikirannya yang dikenang orang secara luas adalah filsafat positivisme, serta
memberikan gambaran mengenai metode ilmiah yang menekankan pada pentingnya
pengamatan, eksperimen, perbandingan, dan analisis sejarah. Pemikiran Auguste
Comte Tentang Individu, Masyarakat, dan Perubahan Sosial Perkembangan
masyarakat pada abad ke-19 menurut Comte dapat mencapai tahapan yang
positif (positive stage). Tahapan ini diwarnai oleh cara penggunaan
pengetahuan empiris untuk memahami dunia sosial sekaligus untuk menciptakan
masyarakat yang lebih baik. Sosiologi adalah menyelidiki hukum - hukum tindakan
dan reaksi terhadap bagian - bagian yang berbeda dalam sistem sosial, yang
selalu bergerak berubah secara bertahap. Hal ini merupakan hubungan yang saling
menguntungkan (mutual relations) diantara unsur - unsur dalam
suatu sistem sosial secara keseluruhan.
2)
Emile Durkheim
Sosiolog besar ini dilahirkan di Epinal diprovinsi lorraine di perancis timur
pada 15 April 1885, sejumlah empat buku yang telah ditulis durkheim untuk
mengukuhkan dirinya sebagai seorang sosiolog yang terkenal, bukunya yang
pertama adalah yang berjudul ”one the-division of social labor” yang
diterbitkan tahun 1893. Dua tahun kemudian pada tahun 1895 terbit buku
keduanya “the rules of socuological method” dan buku
ketiganya “suicide” terbit pada tahun 1897 sedangkan buku yang
keempat atau karyanya yang terakhir “the elemententary forms of
religious life” terbit pada tahun 1912.
Durkheim sangat termashur dengan kerangka teorinya tentang adanya “jiwa
kelompok” yang mempengaruhi jiwa individu. Dia mengatakan bahwa ada
dua macam kesadaran yaitu kolektip dan individual conciousness. Durkheim
menyatakan ada dua sifat yang dimiliki oleh kesadaran kolektif yaitu
sifatnya yang exterior dan sifatnya yang konstarint didalam exterior kesadaran
kolektif berada diluar individu manusia dan yang yang masuk ke dalam individu
tersebut dalam perwujuadan sebagai aturan - aturan
moral, agama, tentang baik dan buruk dan lain sebagainya.
Sedangkan dalam sifat nya yang konstraint kesadaran kolektif tersebut
memiiki daya memaksa terhadap individu - individu manusia pelanggaran yang dilakukan oleh anggota masyarakat terhadap
kesadaran - kesadaran kolektif ini akan mengakibatkan adanya
sangsi - sangsi hukuman terhadap anggota masyarakat yang
bersangkutan. Dengan demikian kesadarn kolektif itu adalah suatu konsensus
masyarakat yang mengatur hubungan sosial diantara masyarakat yang
bersangkutan. Kesadaran kolektif ini merupakan bentuk tertinggi dari kehidupan
psikis / kejiwaan dan merupakan suatu ‘kesadaran dari kesadaran yang
berada di luar dan di atas individu - individu dan dengan
kesadaran yang demikian itu maka masyarakat adalah merupakan suatu yang lebih
baik dari pada individu.[1]
3)
Karl Marx
Sebagai seorang filusuf, nama Marx mungkin berdengung diseluruh dunia dengan kehebatan yang luar
biasa. Bahkan lebih dari itu, Marx dikenal pula sebagai seorang pemikir dalam banyak bidang
ilmu. Mulai dari lapangan ekonomi sampai kepada sosiologi. Filsuf
yang di lahirkan pada tanggal 5 mei 1818 di kota trier di tepi sungai rhine ini
sesungguh nya keturunan seorang borjuis, karya Marx yang pertama kali yang
dapat dicatat adalah di sertasinya sendiri di Universitas jana, yang
berjudul On the differences between the natural philoshopy
of democritus and epicurus (1841) dimana sesungguhnya dia sudah
mulai menyerang konsep - konsep agama dan
karya - karya Marx tidaklah terbilang
banyak nya. Mulai dari “The Mesery of philophy, The
Poverty of philosophy”, sampai
kepada Manifesto Komunis dan Das Kapital. Buku yang di sebut
terakhir ini justru merupakan buku yang paling termashur.
Sejarah kehidupan manusia kata Marx, tidak lebih
dari pertentangan antar kelas, atau antar golongan, mulai dari
golongan atau kelas yang berdiri dari orang-orang yang bebas merdeka dari
budak - budak, sampai kepada pertentangan antara kelas penindas
dengan yang ditindas. Disinilah keistimewan Marx sebenarnya, yang melihat adanya suatu pertikaian abadi yang
menandai sejarah perkembangan manusia.[2]
b)
Perkembangan teorinya:
1) Awal perkembangan teori sosiologi di Amerika
Pada tahun 1858 ada kuliah tentang
masalah - masalah sosial di Universitas Oberlinis, istilah sosiologi yang berasal dari Comte digunakan oleh George Fithugh tahun
1880-an kemudian William Graham Sumner mengajar
ilmu sosial di Unversitas Yale pada tahun 1873.Pada tahun
1880-an, kuliah - kuliah yang berjudul sosiologi mulai
muncul. Departemen sosiologi pertama didirikan di Universitas Kansas tahun 1889. Tahun 1892 Albion Small pindah ke Universitas Chicago dan mendirikan Departemen sosiologi
di Universitas tersebut. Departemen sosiologi dari Universitas Chicago berkembang menjadi satu aliran tersendiri yang di kenal dengan
nama “The Chicago School”. Dari departemen ini
lahirlah journal of sociology yang masih bertahan hingga saat ini. Dari Universitas ini pula lahirlah American Sociological Society, yakni perkumpulan para ahli sosiologi se - Amerika yang tahun 1959 berubah nama American Sociological Association dan masih bertahan
hingga saat ini.
2)
Perkembangan teori sosiologi hingga pertengahan abad 20
Perkembangan teori sosiologi pada abad 20 tidak bisa
dipisahkan dari perkembangan sosiologi
di Universitas Harvard. Kehadiran teori sosioloigi
pada Universitas Harvard muncul bersamaan dengan
masuknya Peter Sorokin ke Universitas itu pada
tahun1930. Sebelum Sorokin tiba belum ada Departemen sosiologi
di Harvard. Tetapi pada akhir tahun yang sama departemen sosiologi
didirikan di Universitas itu dan dia sendiri dipilih sebagai ketua
jurusan. Inilah jasa Sorokin yang terbesar sebab
teori - teorinya tentang perubahan sosial dan budaya
sebagaimana tertulis dalam buku Social and Cultual Dynamics
(1937 dan 1941).[3]
i.
Teori Funsionalisme Struktural
Fungsionalisme struktural adalah salah satu paham perspektif di dalam
sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri dari
bagian – bagian yang saling berhubungan satu sama lain dan bagian yang satu tak
dapat berfungsi tanpa ada hubungan dengan bagian yang lain. Kemudian, perubahan
yang terjadi pada salah satu bagian akan menyebabkan ketidak – seimbangan dan
pada gilirannya akan menciptakan perubahan pada bagian lain. Perkembangan
fungsionalisme didasarkan atas model perkembangan sistem organisme yang didapat
dalam biologi.[4]
Asumsi dasar teori ini ialah, bahwa semua elemen atau unsur kehidupan
masyarakat harus berfungsi atau fungsional sehingga masyarakat secara
keseluruhan bisa menjalankan fungsinya dengan baik.
Secara ekstrim teori ini mengatakan, bahwa segala sesuatu didalam
masyarakat ada fungsinya, termasuk hal – hal seperti kemiskinan, peperangan,
atau kematian. Tetapi, persoalannya ia berfungsi untuk siapa ? kemiskinan,
pasti berfungsi untuk orang kaya sebagai yang diuraikan oleh Herbert Ganz[5].
Tetapi tentu tidak berfungsi untuk orang yang miskin. Karena itu, sebagai
ilmuan sosial kita harus selalu dengan kritis bertanya entah sesuatu itu
fungsional untuk siapa.
ii.
Teori Fungsionalisme Stratifikasi
Salah satu karya yang cukup terkenal dari fungsionalisme struktural ialah
teorinya tentang stratifikasi sosial. Teori ini dikemukakan oleh Kings Ley
Dapis dan Wilbert Moure[6]
(1945). Dapis dan Moure menganggap stratifikasi sosial sebagai suatu kenyataan
yang universal dan perlu untuk mempertahankan kelangsungan hidup suatu
masyarakat. Mereka berpendapat, bahwa tidak ada masyarakat yang tidak punya
sistem stratifikasi sosial. Stratifikasi adalah suatu keharusan.
Disini ada 2 hal yang harus diperhatikan, yakni :
·
Pertama, bagaimana masyarakat membangkitkan didalam individu – individu
yang tertentu keinginan unttuk menduduki posisi tertentu.
·
Kedua, setelah orang itu menerima untuk menduduki posisi yang dirasa cocok,
bagaimana masyarakt membangkitkan didalam diri orang itu keinginan untuk
memenuhi persyaratan – persyaratan yang dituntut oleh posisi itu atau bagaimana
ia menjalankan tugas – tugas sesuai posisinya itu.
Persoalan penempatan orang – orang kedalam posisi yang tepat muncul
epermukaan karena 3 alasan.
·
Pertama, ada posisi – posisi tertentu yang lebih nyaman
dibandingkan dari posisi lainnya.
·
Kedua, ada posisi – posisi tertentu yang penting untuk menjaga
keberlangsungan hidup suatu masyarakat dibandingkan dengan posisi lainnya.
·
Ketiga, posisi – posisi didalam masyarakat menuntut sejumlah bakat dan
kemampuan tertentu. Itulah sebabnya penempatan orang kedalam posisi – posisi
tertentu menjadi persoalan.[7]
B.
MENGENAL TOKOH TEORI POSTMODERN
a) Pengertian
Istilah postmodern memang tidak memiliki definisi yang
pasti, yang mampu merangkul seluruh hasil pemikiran para teori tikus yang
menamakan diri mereka sebagai kelompok postmodernisme. Secara sekilas, konsep
postmodern dirangkai dari konsep “Post” dan “Modern” ; “Post” dapat dimaknai
sebagai era “Sesudah”, sehingga postmodern mengandung makna setelah modernitas.
Ada beberapa istilah yang masih berkaitan dengan istilah
postmodern, yaitu postmodernitas, postmodernisme. Menurut Umar, istilah
postmodernitas menunjukkan pada suatu epos – jangka waktu, zaman, masa – sosial
dan politik yang biasanya terlihat mengiringi era modern dalam suatu pemahaman
sejarah. Jadi, definisi postmodern meliputi suatu epos sejarah baru, produk
budaya yang baru, serta tipe teori baru yang menjelaskan dunia sosial.
Menurut beberapa para ahli yang lainnya, seperti Louis
Leahy, postmodernisme adalah suatu pergerakan ide yang menggantikan ide- ide
zaman modern.[8]
Menurut Emanuel, postmodernisme adalah keseluruhan usaha yang bermaksud
merevisi kembali paradigma modern.[9]
Sedangkan menurut Ghazali dan Effendi, postmodernisme mengoreksi modernisme
yang tidak terkendali yang telah muncul sebelumnya.[10]
Maka dapat disimpulkan bahwa postmodernisme merupakan
suatu ide baru yang menolak atau pun yang termasuk dari pengembangan suatu ide
yang telah ada tentang teori pemikiran masa sebelumnya yaitu paham modernisme
yang mencoba untuk memberikan kritikan-kritikan terhadap modernisme yang
dianggap telah gagal dan bertanggung jawab terhadap kehancuran martabat
manusia; ia merupakan pergeseran ilmu pengetahuan dari ide-ide modern menuju
pada suatu ide yang baru yang dibawa oleh postmodernisme itu sendiri.
Teori postmodern banyak memberikan kritik atas realitas
“manusia modern” yang terlalu dalam persepsi mereka. Rosenau menjelaskan
mengenai beberapa posisi dari teori postmodern mengenai modernitas.
·
Pertama, postmodern mengkritik masyarakt modern yang dinilai gagal dalam
memenuhi janji – janjinya. Postmodern mempertanyakan bagaimana setiap orang
dapat mempercayai bahwa modernitas telah membawa kemajuan dan harapan
masyarakat depan yang lebih cemerlang.
·
Kedua, teori postmodern cendrung menolak apa yang biasanya dikenal dengan
pandangan dunia (world view), metanarasi totalitas dan sebagainya.
·
Ketiga, teori postmodern cenderung menerakkan fenomena besar postmodern,
seperti emosi, perasaan, intuisi, refleksi, spekulasi, pengalaman personal,
kebiasaan, kekerasan, metafisika, tradisi, dan sebagainya.
·
Keempat, teori postmodern menolak kecendrungan dunia modern yang
meletakkan batas – batas antara hal – hal tertentu seperti disipin akademis,
budaya dan kehidupan, fiksi, dan teori, citra, dan realitas.
b)
Lahirnya Teori Postmodern
Munculnya postmodernisme tidak dapat dilepaskan dari
modernisme itu sendiri. Kata modernisme mengandung makna serba maju, gemerlap,
dan progresif. Modernisme selalu menjanjikan pada kita untuk membawa pada
perubahan ke dunia yang lebih mapan di mana semua kebutuhan akan dapat
terpenuhi. Rasionalitas akan membantu kita menghadapi mitos-mitos dan
keyakinan-keyakinan tradisional yang tak berdasar, yang membuat manusia tak
berdaya dalam menghadapi dunia ini.[11]
Namun demikian, modernisme memiliki sisi gelap yang
menyebabkan kehidupan manusia kehilangan diorientasi. Apa yang dikatakan oleh
Max Horkheimer, Ardono, dan Herbert Marcuse bahwa pencerahan tersebut
melahirkan sebuah penindasan dan dominasi disamping juga melahirkan kemajuan.
Modernisme, menurut Anthony Giddens, menimbulkan
berkembangbiaknya petaka bagi umat manusia. Pertama, penggunaan kekerasan dalam
menyelesaikan sengketa. Kedua, penindasan oleh yang kuat atas yang lemah.
Ketiga, ketimpangan sosial yang kian parah. Keempat, kerusakan hidup yang kian
menghawatirkan.[12]
Tumbangnya modernisme dan munculnya postmodernisme dapat
kita ketahui dari pemikiran filsafatnya Soren Kierkegaard, sebagaimana dikutip
oleh Ali Maksum, yang menentang rekonstruksi- rekonstruksi rasional dan masuk
akal yang menentukan keabsahan kebenaran ilmu. Sesuatu itu dikatakan benar
ketika sesuai dengan konsensus atau aturan yang berlaku di dunia modern, yaitu
rasional dan objektif. Namun tidak dengan Kierkegaard, dia berpendapat bahwa
kebenaran itu bersifat subjektif.[13]
Truth is subjectivity, artinya bahwa pendapat tentang kebenaran subjektif itu
menekankan pentingnya pengalaman yang dialami oleh seorang individu yang
dianggapnya relatif.
Gejala Postmodernisme yang merambah ke berbagai bidang
kehidupan tersebut yang didalamnya termasuk ilmu pengetahuan merupakan suatu
reaksi terhadap gerakan modernisme yang dinilainya mengalami kegagalan.
Modernisme yang berkembang dengan ditandai oleh adanya rasionalisme, materialisme,
dan kapitalisme yang didukung dengan perkembangan teknologi serta sains
menimbulkan disorientasi moral keagamaan dengan runtuhnya martabat manusia.[14]
Atas latar belakang itulah, para tokoh dan pemikir
postmodernisme menghadirkan sebuah gagasan baru yang disebut dengan
postmodernisme dalam rangka melakukan dekonstruksi paradigma terhadap berbagai
bidang keilmuan, sebagai sebuah upaya untuk mengoreksi atau membuat dan bahkan
menemukan paradigma yang baru. Postmodernisme seperti yang dikatakan oleh Derrida
dan Lyotard, merupakan anti tesis dari modernisme. Hampir semua istilah yang
diajukan oleh postmodernisme adalah antonimasi modernisme. Kelahiran
postmodernisme membuat istilah baru dan mengakibatkan perbedaan dengan paham
modernisme. Berikut ini beberapa istilah yang digunakan oleh aliran modernisme
dan postmodernisme atau pembeda antara keduanya[15]:
|
MODERNISME |
POSTMODERNISME |
|
Sentralisasi |
Desentralisasi |
|
Pertarungan Kelas |
Pertarungan Etnis |
|
Konstruksi |
Dekonstruksi |
|
Kultur |
Sub-Kultur |
|
Hermeneutis |
Nihilisme |
|
Budaya Tinggi |
Budaya Rendah |
|
Hierarki |
Anarki |
|
Industri |
Pasca-Industri |
|
Teori |
Paradigma |
|
Kekuatan Negara |
Kekuatan Bersama |
|
Agama |
Sekte-sekte |
|
Legitimasi |
Delegitimasi |
|
Konsensus |
Dekonsensus |
|
Budaya Tradisional |
Liberalisme |
|
Kontinuitas |
Diskontinuitas |
c) Tokoh-tokoh teori postmodern
Ada beberapa tokoh yang bisa disebut mewakili era
Postmodernisme. Pertama, Jean-Francois Lyotard, merupakan salah satu filsuf
postmodernisme yang paling terkenal sekaligus paling penting di antara
filsuf-filsuf postmodernisme yang lainnya. Dua karya yang menjadikannya
terkenal baik di Perancis maupun diluar negeri yaitu The Postmodernisme
Condition dan The Differend. Karyanya itu juga baik sesuatu ataupun seseorang
yang ditolak bersuara terhadap sistem ideologis yang dominan yang menentukan
sesuatu yang dapat diterima dan tidak dapat diterima.[16]
Pemikiran Lyotard tentang ilmu pengetahuan dari pandangan
modernisme.
·
Pertama, Lyotard berpendapat menurutnya yang sebagai narasi besar seperti
kebebasan, kemajuan, dan sebagainya kini menurutnya mengalami permasalahan yang
sama seperti abad pertengahan yang memunculkan istilah religi, nasional
kebangsaan, dan kepercayaan terhadap keunggulan negara eropa untuk saat ini
tidak dapat dipercaya atau kurang tepat kebenarannya. Maka, postmodernisme
menganggap sesuatu ilmu tidak harus langsung diterima kebenarannya harus
diselidiki dan dibuktikan terlebih dahulu. Bagi Lyotard, ilmu pengetahuan
postmodernisme bukanlah semata-mata menjadi alat penguasa, ilmu pengetahuan
postmodern memperluas kepekaan kita terhadap pandangan yang berbeda dan
memperkuat kemampuan kita untuk bertoleransi atas pendirian yang tak mau
dibandingkan.
·
Kedua, Michel Foucault, adalah seorang tokoh postmodernisme yang menolak
keuniversalan pengetahuan. Ada beberapa asumsi pemikiran pencerahan yang
ditolak oleh Foucault yaitu:
1)
Pengetahuan itu tidak ersifat metafisis, transendental, atau universal,
tetapi khas untuk setiap waktu dan tempat
2)
Tidak ada pengetahuan yang mampu menangkap katakter objektif dunia, tetapi
pengetahuan itu selalu mengambil perspektif.
3)
Pengetahuan tidak dilihat sebagai pemahaman yang netral dan murni, tetapi
selalu terikat dengan rezim-rezim penguasa.
Namun demikian, menurut Foucault, tidak ada perpisahan yang jelas, pasti,
dan final antara pemikiran pencerahan dan pasca-modern, atau antara modern dan
pasca-modern. Paradigma modern, kesadaran, dan objektivitas adalah dua unsur
membentuk rasional- otonom, sedangkan bagi Foucault pengetahuan bersifat
subjektif.
·
Ketiga, Jacques Derrida. Membahas filsuf yang satu ini tidak akan lepas
dari buah pikirannya tentang dekonstruksi. Istilah ini merupakan salah satu
konsep kunci postmodernisme. Apa itu dekonstruksi? secara etimologis,
dekonstruksi adalah berarti mengurai, melepaskan, dan membuka.
Derrida menciptakan sebuah pemikiran dekonstruksi, yang merupakan salah
satu kunci pemikiran postmodernisme, yang mencoba memberikan sumbangan mengenai
teori-teori pengetahuan yang dinilai sangat kaku dan kebenarannya tidak bisa
dibantah, yang dalam hal ini pemikiran modernisme. Derrida mencoba untuk
meneliti kebenaran terhadap suatu teori pengetahuan yang baginya bisa dibantah
kebenarannya yang dalam arti bisa membuat teori baru asalkan hal tersebut dapat
terbukti kebenarannya dan dipertanggungjawabkan.
·
Keempat, Jean Baudrillard; pemikirannya memusatkan perhatian kepada kultur,
yang dilihatnya mengalami revolusi besar-besaran dan merupakan bencana besar.
Revolusi kultural itu menyebabkan massa menjadi semakin pasif ketimbang semakin
berontak seperti yang diperkirakan pemikir marxis. Dengan demikian, massa
dilihat sebagai lubang hitam yang menyerap semua makna, informasi, komunikasi,
pesan dan sebagainya, menjadi tidak bermakna. Massa menempuh jalan mereka sendiri,
tak mengindahkan upaya yang bertujuan memanipulasi mereka. Kekacauan, apatis, dan kelebaman ini merupakan istilah yang tepat untuk
melukiskan kejenuhan massa terhadap tanda media, simulasi, dan hiperealitas
(Maksum, 2014: 338). Bagi Jean Baudrillard, karya-karyanya mempunyai sumbangan
terhadap pemikiran teori sosial untuk postmodernisme yang baginya bahwa objek
konsumsi merupakan tatanan produksi. Sehingga baginya masyarakat hidup dalam
simulasi yang dicirikan dengan ketidakbermaknaan. Karena manusia kehilangan
identitasnya dan jati dirinya yang
banyak terjadi pada masa kontenporer. Tokoh inilah yang terkenal dengan
menyebut dunia postmodernisme sebagai kehidupan yang Hiperealitas.
·
Kelima, Fedrick Jameson. Ia merupakan salah satu kritikus literatur berhaluan
marxis paling terkemuka. George Ritzer dalam Postmodern Social Theori,
menempatkan Jameson dengan Daniel Bell, kaum feminis dan teoritis multikultur.
Jameson menggunakan pola berfikir Marxis untuk menjelaskan epos historis yang
baru (postmodernisme), yang baginya bukan modification dari kapitalisme,
melainkan ekspansi darinya. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa periode
historis yang ada sekarang bukanlah keterputusan, melainkan kelanjutannya.
Menurut Jameson, postmodernisme memiliki dua ciri utama, yaitu pastiche dan
schizofrenia. Jameson mulai dengan menjelaskan bahwa modernisme besar
didasarkan pada gaya yang personal atau pribadi. Subjek individual borjois
tidak hanya merupakan subjek masa lalu, tapi juga mitos subjek yang tidak
pernah benar-benar ada, hanya mistifikasi, kata Jameson, yang tersisa adalah
pastiche. Pastiche dari pastiche, tiruan gaya yang telah mati. Kita telah
kehilangan kemampuan memposisikan ini secara historis. Postmodernisme memiliki
konsep waktu yang khas. Jameson, menjelaskan apa yang ia maksudkan dengan
menggunakan teori schizofrena lacan. Schizofrenik adalah pengalaman penanda
material yang terpisah, terisolir, dan gagal membentuk rangkaian yang koheren.[17]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kekuatan sosial yang melatarbelakangi
munculnya teori - teori sosial dan sekaligus menjadi fokus perhatian para ahli
sosial, diantaranya adalah revolusi politik, revolusi industri, perkembangan
kapitalisme, perkembangan sosialisme, feminisme, urbanisasi, perubahan agama,
serta pertumbuhan ilmu pengetahuan.
Teori sosiologi modren berbeda dari teori sosiologi klasik.teori sosiologi
klasik memusat kan analisanya pada pemikiran tokoh-tokoh sosiologis
sedangkan teori-teori sosiologi modren memusatkan analisanya pada analisanya
pada aliran sosiologi pergeseran dari para ahli teori sosiologi.
Istilah postmodern memang tidak memiliki definisi yang pasti, yang mampu
merangkul seluruh hasil pemikiran para teori tikus yang menamakan diri mereka
sebagai kelompok postmodernisme.
B.
Kritik dan Saran
Demikianlah makalah tentang “Tokoh Teori Modren dan Postmodern” yang telah
Kami paparkan. Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna maka dari itu
kritik yang membangun dari pembaca sangat Kami harapkan untuk perbaikan.
Harapan Kami, semoga makalah ini dapat memberi pengetahuan baru dan bermanfaat
bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Ajala, Emmanuel
Majekodunmi. (2012). The Influence of Workplace Environment
on Workers’ Welfare, Performance and Productivity. The African
Symposium.
Alimul, Hidayat
A. A. (2008). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa
Data. Jakarta: Salemba Medika
Davis,
Kingsley. (1960). Human Society. New York: The
Mac Millan Company.
Gans, Herbert
J. (1979). Deciding What’s News: A Study of CBS Evening News,
NBC Nightly News, Newsweek, and Time. New York: Pantheon Books.
Gazali,
Effendi. Interaksi Politik dan Media, Dari
Komunikasi Politik ke Politik
Komunikasi. Yogyakarta: Media
Komunikasi.
Hardiman, Budi. (2011). Teori sosiologi modern, Jakarta: Erlangga.
Hotman M. Siahaan, (2006). Pengantar ke Arah Sejarah Teori Sosiologi, Jakarta:
Gramedia.
Kaelan. (2002). Filsafat
Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.
Yogyakarta: Paradigma.
Leahy, L. (2002). Horizon Manusia Dari Pengetahuan ke Kebijaksanaan.
Yogyakarta: Kanisius.
Maksum Azhar. (2011). Analisis
Pengungkapan Informasi Corporate Social
Responsibility dan Pengaruhnya Terhadap Return Saham. Retrieved from
Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia.
Theodorson A. George cs. (1969). A Moderen
Dictionary of sociology. New
York: Thoman Y. Crowell.
Zaprulkhan, (2015). Filsafat Ilmu. Sebuah Analisis
Kontemporer, Jakarta:
Grafindo Persada.
[1] Hotman M. Siahaan, Pengantar
ke Arah Sejarah Teori Sosiologi, (Jakarta: Gramedia, 2006), hlm. 141 - 145.
[2] Ibid., hlm. 178 –
181.
[3] Hardiman, Budi. Teori sosiologi modern, (Jakarta:
Erlangga, 2011), hlm 35 - 41.
[4] Theodorson A. George
cs. A Moderen Dictionary of sociology. (New
York: Thoman Y. Crowell, 1969), hlm. 67.
[5] Gans, Herbert
J. Deciding What’s News: A Study of CBS Evening News, NBC Nightly News,
Newsweek, and Time. (New York: Pantheon Books, 1979), hlm. 275-289.
[6] Davis,
Kingsley. Human Society. (New York: The Mac Millan Company, 1960), hlm 131.
[7] Hardiman, Budi. Ibid., hlm.
48–51.
[8] Leahy, L. Horizon
Manusia Dari Pengetahuan ke Kebijaksanaan. (Yogyakarta: Kanisius, 2002),
hlm. 271.
[9] Ajala,
Emmanuel Majekodunmi. 2012. The Influence of Workplace Environment on
Workers’ Welfare, Performance and Productivity. The African Symposium, hlm. 93.
[10] Gazali,
Effendi. Interaksi Politik dan Media,
Dari Komunikasi Politik ke Politik Komunikasi. (Yogyakarta: Media Komunikasi), hlm. 161.
[11] Maksum Azhar. Analisis
Pengungkapan Informasi Corporate Social Responsibility dan Pengaruhnya Terhadap
Return Saham. (Retrieved from Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, 2011), hlm. 309.
[12] Ibid., hlm. 311.
[13] Gazali,
Effendi. Op. Cit, hlm. 314.
[14] Kaelan. Filsafat
Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. (Yogyakarta:
Paradigma, 2002), hlm. 298.
[15] Maksum Azhar. Op. Cit., hlm. 348
[16] Zaprulkhan,
Filsafat Ilmu. Sebuah Analisis Kontemporer, (Jakarta: Grafindo Persada,
2015), hlm. 320.
[17] Alimul,
Hidayat A. A. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. (Jakarta:
Salemba Medika, 2008), hlm. 227.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar