Rabu, 13 Mei 2020

Tokoh Teori Modern dan Postmodern - Makalah Teori Sosial

TOKOH TEORI MODREN DAN POSTMODERN

 

Dosen Pembimbing : Ahmad Karmizi, M.A.

 

Makalah

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok Teori-Teori Sosial

 

 

 

 

 

 

 

OLEH KELOMPOK 11:

 

MUHAMMAD MAULADI 

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

PRODI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2019/2020


 

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah Teori-Teori Sosial dengan judul “Tokoh Teori Modren dan Postmodern” tepat pada waktunya.

Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam merampungkan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.

 

 

Pekanbaru, 29 Novemver 2019

 

 

Kelompok 11

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1

A.    Latar Belakang.............................................................................................................. 1

B.     Rumusan Masalah........................................................................................................ 2

C.    Tujuan............................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................... 3

A.     MENGENAL TOKOH TEORI MODERN................................................................ 3

B.      MENGENAL TOKOH TEORI POSTMODERN................................................... 11

BAB III PENUTUP................................................................................................................. 21

A.    Kesimpulan.................................................................................................................. 21

B.     Kritik dan Saran......................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... iv

 


 


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Durkheim dianggap sebagai “bapak” sosiologi modern, karena usaha-usahanya menjadikan sosiologi sebagai sebuah disiplin ilmu yang baru. Ia percaya bahwa masyarakat dapat dipelajari secara ilmiah. Ia menolak pendekatan individual dalam memahami fenomena dalam masyarakat dan lebih memilih pendekatan secara sosial. Oleh karena itu ia juga berusaha memperbaiki metoda berpikir sosiologis yang tidak hanya berdasarkan pada pemikiran-pemikiran logika filosofi tetapi sosiologi.  Menurut Durkheim, masyarakat dibentuk oleh “fakta sosial” yang melampaui pemahaman intuitif kita dan mesti diteliti melalui observasi dan pengukuran. Ide tersebut adalah inti dari sosiologi yang menyebabkan Durkheim sering Dianggap sebagai “bapak” sosiologi. Meskipun istilah “sosiologi” telah dilahirkan Auguste Comte beberapa tahun sebelumnya, namun belum ada lapangan sosiologi yang berdiri sendiri dalam universitas pada akhir abad ke-19. Belum ada sekolah, departemen, apalagi professor dalam bidang sosiologi. Tantangan yang signifikan dari sosiologi adalah filsafat dan psikologi, dua ranah ilmu ini mengklaim melingkupi ranah yang ingin diduduki sosiologi. Cita-cita Durkheim terhadap sosiologi sekaligus menjadi dilemanya adalah menjadikan sosiologi menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri dan merupakan ranah yang bisa diidentifikasi.

Untuk memisahkan sosiologi dari filsafat, Durkheim berpendapat bahwa sosiologi mesti berorientasi kepada penelitian empiris. Ia merasa terancam oleh aliran filsafat yang terdapat dalam sosiologi itu sendiri. Dalam pandanganya, tokoh utama lainya  seperti Auguste Comte dan Herbert Spencer, keduanya lebih memiliki perhatian pada filsafat, dalam teori abstrak, kemudian mereka mempelajari dunia sosial secara empiris.

 

B.     Rumusan Masalah

1)      Siapa saja tokoh teori modren?

2)      Siapa saja tokoh teori postmodren?

 

C.     Tujuan

1)      Mengetahui tokoh teori modren.

2)      Mengetahui tokoh teori postmodren.

 

 

 


 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    MENGENAL TOKOH TEORI MODERN

Teori sosiologi modren berbeda dari teori sosiologi klasik. Teori sosiologi klasik memusat kan analisanya pada pemikiran tokoh - tokoh sosiologi sedangkan teori - teori sosiologi modren memusatkan analisanya pada aliran sosiologi pergeseran dari para ahli teori sosiologi secara idividual kedalam aliran - aliran sosiologi menunjukkan bahwa sosiologi mengalami perubahan. Pada awal perkembangannya, sosiologi itu di dominasi oleh para ahli termasyur secara individual, seperti Comte, Marx, Durkheim, Weber, ataupun Simmel. Tetapi dewasa ini analisa sosiologi lebih terarah kepada aliran - aliran.

Beberapa kekuatan sosial yang melatarbelakangi munculnya teori - teori sosial dan sekaligus menjadi fokus perhatian para ahli sosial, diantaranya adalah revolusi politik, revolusi industri, perkembangan kapitalisme, perkembangan sosialisme, feminisme, urbanisasi, perubahan agama, serta pertumbuhan ilmu pengetahuan. Perkembangan teori - teori sosial tersebut tidak hanya terjadi di satu negara, tetapi dibeberapa negara terutama yang terjadi dikawasan Eropa Barat, diantaranya adalah di Prancis, Jerman, Italia, dan Inggris.

Perubahan berupa revolusi sosial politik serta kebangkitan kapitalisme membawa dampak - dampak yang tidak saja bersifat positif tetapi juga memunculkan masalah - masalah sosial baru. Hal ini telah memacu para ahli sosial dan filsafat untuk menemukan kaidah - kaidah baru yang terkait dengan perkembangan teori sosial dan sekaligus sebagai suatu upaya dalam memahami dan menanggulangi masalah - masalah sosial tersebut, serta mengarahkan bagaimana bentuk masyarakat yang diharapkan di kemudian hari. Seperti perkembangan kehidupan politik (Revolusi Prancis sejak tahun 1789) menjadi cikal bakal perkembangan teori sosiologi di Prancis. Demikian pula, pertumbuhan kapitalisme di Inggris telah memacu munculnya pemikiran - pemikiran baru dibidang sosial.

a)      Teori Klasik menurut para tokoh ternama:

1)      Aguste Comte

Perjalanan Hidup dan Karya Comte serta Pandangannya tentang Ilmu Pemgetahuan Aguste Comte adalah seseorang yang untuk pertama kali memunculkan istilah “sosiologi” untuk memberi nama pada satu kajian yang memfokuskan diri pada kehidupan sosial atau kemasyarakatan. Saat ini sosiologi menjadi suatu ilmu yang diakui untuk memahami masyarakat dan telah berkembang pesat sejalan dengan ilmu - ilmu lainnya. Dalam hal itu, Aguste Comte diakui sebagai “Bapak” dari sosiologi. Aguste Comte pada dasarnya bukanlah orang akademisi yang hidup di dalam kampus.

Perjalanannya didalam menimba ilmu tersendat - sendat dan putus di tengah jalan. Berkat perkenalannya dengan Saint - Simon, sebagai sekretarisnya, pengetahuan Comte semakin terbuka, bahkan mampu mengkritisi pandangan-pandangan dari Saint-Simon. Pada dasarnya Auguste Comte adalah orang pintar, kritis, dan mampu hidup sederhana tetapi kehidupan sosial ekonominya dianggap kurang berhasil. Pemikirannya yang dikenang orang secara luas adalah filsafat positivisme, serta memberikan gambaran mengenai metode ilmiah yang menekankan pada pentingnya pengamatan, eksperimen, perbandingan, dan analisis sejarah. Pemikiran Auguste Comte Tentang Individu, Masyarakat, dan Perubahan Sosial Perkembangan masyarakat pada abad ke-19 menurut Comte dapat mencapai tahapan yang positif (positive stage). Tahapan ini diwarnai oleh cara penggunaan pengetahuan empiris untuk memahami dunia sosial sekaligus untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik. Sosiologi adalah menyelidiki hukum - hukum tindakan dan reaksi terhadap bagian - bagian yang berbeda dalam sistem sosial, yang selalu bergerak berubah secara bertahap. Hal ini merupakan hubungan yang saling menguntungkan (mutual relations) diantara unsur - unsur dalam suatu sistem sosial secara keseluruhan.

2)      Emile Durkheim

Sosiolog besar ini dilahirkan di Epinal diprovinsi lorraine di perancis timur pada 15 April 1885, sejumlah empat buku yang telah ditulis durkheim untuk mengukuhkan dirinya sebagai seorang sosiolog yang terkenal, bukunya yang pertama adalah yang berjudul ”one the-division of social labor” yang diterbitkan tahun 1893. Dua tahun kemudian pada tahun 1895 terbit buku keduanya “the rules of socuological method” dan buku ketiganya “suicide” terbit pada tahun 1897 sedangkan buku yang keempat atau karyanya yang terakhir “the elemententary forms of religious life” terbit pada tahun 1912.

Durkheim sangat termashur dengan kerangka teorinya tentang adanya “jiwa kelompok” yang mempengaruhi jiwa individu. Dia mengatakan bahwa ada dua macam kesadaran yaitu kolektip dan individual conciousness. Durkheim menyatakan ada dua sifat yang dimiliki oleh kesadaran kolektif  yaitu sifatnya yang exterior dan sifatnya yang konstarint didalam exterior kesadaran kolektif berada diluar individu manusia dan yang yang masuk ke dalam individu tersebut dalam perwujuadan sebagai aturan - aturan moral, agama, tentang baik dan buruk dan lain sebagainya.

Sedangkan dalam sifat nya yang konstraint kesadaran kolektif tersebut memiiki daya memaksa terhadap individu - individu manusia pelanggaran yang dilakukan oleh anggota masyarakat terhadap kesadaran - kesadaran kolektif ini akan mengakibatkan adanya sangsi - sangsi hukuman terhadap anggota masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian kesadarn kolektif itu adalah suatu konsensus masyarakat yang mengatur hubungan sosial  diantara masyarakat yang bersangkutan. Kesadaran kolektif ini merupakan bentuk tertinggi dari kehidupan psikis / kejiwaan dan merupakan suatu ‘kesadaran dari kesadaran yang berada di luar  dan di atas individu - individu dan dengan kesadaran yang demikian itu maka masyarakat adalah merupakan suatu yang lebih baik dari pada individu.[1]

3)      Karl Marx

Sebagai seorang filusuf, nama Marx mungkin berdengung diseluruh dunia dengan kehebatan yang luar biasa. Bahkan lebih dari itu, Marx dikenal pula sebagai seorang pemikir dalam banyak bidang ilmu. Mulai dari lapangan ekonomi sampai kepada sosiologi. Filsuf yang di lahirkan pada tanggal 5 mei 1818 di kota trier di tepi sungai rhine ini sesungguh nya keturunan seorang borjuis, karya Marx yang pertama kali yang dapat dicatat adalah di sertasinya sendiri di Universitas jana, yang berjudul On the differences between the natural philoshopy of  democritus and epicurus (1841) dimana sesungguhnya dia sudah mulai menyerang konsep - konsep agama dan karya - karya Marx tidaklah terbilang banyak nya. Mulai dari “The Mesery of philophy, The Poverty of philosophy, sampai kepada  Manifesto Komunis dan Das Kapital. Buku yang di sebut terakhir ini justru merupakan buku yang paling termashur.

Sejarah kehidupan manusia kata Marx, tidak lebih dari pertentangan antar kelas, atau antar golongan, mulai dari golongan atau kelas yang berdiri dari orang-orang yang bebas merdeka dari budak - budak, sampai kepada pertentangan antara kelas penindas dengan yang ditindas. Disinilah keistimewan Marx sebenarnya, yang melihat adanya suatu pertikaian abadi yang menandai sejarah perkembangan manusia.[2]

b)      Perkembangan teorinya:

1)      Awal perkembangan teori sosiologi di Amerika

Pada tahun 1858 ada kuliah tentang masalah - masalah sosial di Universitas Oberlinis, istilah sosiologi yang berasal dari Comte digunakan oleh George Fithugh tahun 1880-an kemudian William Graham Sumner mengajar ilmu sosial di Unversitas Yale pada tahun 1873.Pada tahun 1880-an, kuliah - kuliah yang berjudul sosiologi mulai muncul. Departemen sosiologi pertama didirikan di Universitas Kansas tahun 1889. Tahun 1892 Albion Small pindah ke Universitas Chicago dan mendirikan Departemen sosiologi di Universitas tersebut. Departemen sosiologi dari Universitas Chicago berkembang menjadi satu aliran tersendiri yang di kenal dengan nama The Chicago School. Dari departemen ini lahirlah journal of sociology yang masih bertahan hingga saat ini. DarUniversitas ini pula lahirlah American Sociological Society, yakni perkumpulan para ahli sosiologi se - Amerika yang tahun 1959 berubah nama American Sociological Association dan masih bertahan hingga saat ini.

2)      Perkembangan teori sosiologi hingga pertengahan abad 20

Perkembangan teori sosiologi pada abad 20 tidak bisa dipisahkan dari perkembangan sosiologi di Universitas Harvard. Kehadiran teori sosioloigi pada Universitas Harvard muncul bersamaan dengan masuknya Peter Sorokin ke Universitas itu pada tahun1930. Sebelum Sorokin tiba belum ada Departemen sosiologi di Harvard. Tetapi pada akhir tahun yang sama departemen sosiologi didirikan di Universitas itu dan dia sendiri dipilih sebagai ketua jurusan. Inilah jasa Sorokin yang terbesar sebab teori - teorinya  tentang perubahan sosial dan budaya sebagaimana tertulis dalam buku Social and Cultual Dynamics (1937 dan 1941).[3]

                           i.            Teori  Funsionalisme Struktural

Fungsionalisme struktural adalah salah satu paham perspektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri dari bagian – bagian yang saling berhubungan satu sama lain dan bagian yang satu tak dapat berfungsi tanpa ada hubungan dengan bagian yang lain. Kemudian, perubahan yang terjadi pada salah satu bagian akan menyebabkan ketidak – seimbangan dan pada gilirannya akan menciptakan perubahan pada bagian lain. Perkembangan fungsionalisme didasarkan atas model perkembangan sistem organisme yang didapat dalam biologi.[4] Asumsi dasar teori ini ialah, bahwa semua elemen atau unsur kehidupan masyarakat harus berfungsi atau fungsional sehingga masyarakat secara keseluruhan bisa menjalankan fungsinya dengan baik.

Secara ekstrim teori ini mengatakan, bahwa segala sesuatu didalam masyarakat ada fungsinya, termasuk hal – hal seperti kemiskinan, peperangan, atau kematian. Tetapi, persoalannya ia berfungsi untuk siapa ? kemiskinan, pasti berfungsi untuk orang kaya sebagai yang diuraikan oleh Herbert Ganz[5]. Tetapi tentu tidak berfungsi untuk orang yang miskin. Karena itu, sebagai ilmuan sosial kita harus selalu dengan kritis bertanya entah sesuatu itu fungsional untuk siapa.

                        ii.            Teori FungsionalismStratifikasi

Salah satu karya yang cukup terkenal dari fungsionalisme struktural ialah teorinya tentang stratifikasi sosial. Teori ini dikemukakan oleh Kings Ley Dapis dan Wilbert Moure[6] (1945). Dapis dan Moure menganggap stratifikasi sosial sebagai suatu kenyataan yang universal dan perlu untuk mempertahankan kelangsungan hidup suatu masyarakat. Mereka berpendapat, bahwa tidak ada masyarakat yang tidak punya sistem stratifikasi sosial. Stratifikasi adalah suatu keharusan.

Disini ada 2 hal yang harus diperhatikan, yakni :

·         Pertama, bagaimana masyarakat membangkitkan didalam individu – individu yang tertentu keinginan unttuk menduduki posisi tertentu.

·         Kedua, setelah orang itu menerima untuk menduduki posisi yang dirasa cocok, bagaimana masyarakt membangkitkan didalam diri orang itu keinginan untuk memenuhi persyaratan – persyaratan yang dituntut oleh posisi itu atau bagaimana ia menjalankan tugas – tugas sesuai posisinya itu.

Persoalan penempatan orang – orang kedalam posisi yang tepat muncul epermukaan karena 3 alasan.

·         Pertama, ada  posisi – posisi tertentu yang lebih nyaman dibandingkan dari posisi lainnya.

·         Kedua, ada posisi – posisi tertentu yang penting untuk menjaga keberlangsungan hidup suatu masyarakat dibandingkan dengan posisi lainnya.

·         Ketiga, posisi – posisi didalam masyarakat menuntut sejumlah bakat dan kemampuan tertentu. Itulah sebabnya penempatan orang kedalam posisi – posisi tertentu menjadi persoalan.[7]

 

B.     MENGENAL TOKOH TEORI POSTMODERN

a)      Pengertian

Istilah postmodern memang tidak memiliki definisi yang pasti, yang mampu merangkul seluruh hasil pemikiran para teori tikus yang menamakan diri mereka sebagai kelompok postmodernisme. Secara sekilas, konsep postmodern dirangkai dari konsep “Post” dan “Modern” ; “Post” dapat dimaknai sebagai era “Sesudah”, sehingga postmodern mengandung makna setelah modernitas.

Ada beberapa istilah yang masih berkaitan dengan istilah postmodern, yaitu postmodernitas, postmodernisme. Menurut Umar, istilah postmodernitas menunjukkan pada suatu epos – jangka waktu, zaman, masa – sosial dan politik yang biasanya terlihat mengiringi era modern dalam suatu pemahaman sejarah. Jadi, definisi postmodern meliputi suatu epos sejarah baru, produk budaya yang baru, serta tipe teori baru yang menjelaskan dunia sosial.

Menurut beberapa para ahli yang lainnya, seperti Louis Leahy, postmodernisme adalah suatu pergerakan ide yang menggantikan ide- ide zaman modern.[8] Menurut Emanuel, postmodernisme adalah keseluruhan usaha yang bermaksud merevisi kembali paradigma modern.[9] Sedangkan menurut Ghazali dan Effendi, postmodernisme mengoreksi modernisme yang tidak terkendali yang telah muncul sebelumnya.[10]

Maka dapat disimpulkan bahwa postmodernisme merupakan suatu ide baru yang menolak atau pun yang termasuk dari pengembangan suatu ide yang telah ada tentang teori pemikiran masa sebelumnya yaitu paham modernisme yang mencoba untuk memberikan kritikan-kritikan terhadap modernisme yang dianggap telah gagal dan bertanggung jawab terhadap kehancuran martabat manusia; ia merupakan pergeseran ilmu pengetahuan dari ide-ide modern menuju pada suatu ide yang baru yang dibawa oleh postmodernisme itu sendiri.

Teori postmodern banyak memberikan kritik atas realitas “manusia modern” yang terlalu dalam persepsi mereka. Rosenau menjelaskan mengenai beberapa posisi dari teori postmodern mengenai modernitas.

·         Pertama, postmodern mengkritik masyarakt modern yang dinilai gagal dalam memenuhi janji – janjinya. Postmodern mempertanyakan bagaimana setiap orang dapat mempercayai bahwa modernitas telah membawa kemajuan dan harapan masyarakat depan yang lebih cemerlang.

·         Kedua, teori postmodern cendrung menolak apa yang biasanya dikenal dengan pandangan dunia (world view), metanarasi totalitas dan sebagainya.

·         Ketiga, teori postmodern cenderung menerakkan fenomena besar postmodern, seperti emosi, perasaan, intuisi, refleksi, spekulasi, pengalaman personal, kebiasaan, kekerasan, metafisika, tradisi, dan sebagainya.

·         Keempat, teori  postmodern menolak kecendrungan dunia modern yang meletakkan batas – batas antara hal – hal tertentu seperti disipin akademis, budaya dan kehidupan, fiksi, dan teori, citra, dan realitas.

b)      Lahirnya Teori Postmodern

Munculnya postmodernisme tidak dapat dilepaskan dari modernisme itu sendiri. Kata modernisme mengandung makna serba maju, gemerlap, dan progresif. Modernisme selalu menjanjikan pada kita untuk membawa pada perubahan ke dunia yang lebih mapan di mana semua kebutuhan akan dapat terpenuhi. Rasionalitas akan membantu kita menghadapi mitos-mitos dan keyakinan-keyakinan tradisional yang tak berdasar, yang membuat manusia tak berdaya dalam menghadapi dunia ini.[11]

Namun demikian, modernisme memiliki sisi gelap yang menyebabkan kehidupan manusia kehilangan diorientasi. Apa yang dikatakan oleh Max Horkheimer, Ardono, dan Herbert Marcuse bahwa pencerahan tersebut melahirkan sebuah penindasan dan dominasi disamping juga melahirkan kemajuan.

Modernisme, menurut Anthony Giddens, menimbulkan berkembangbiaknya petaka bagi umat manusia. Pertama, penggunaan kekerasan dalam menyelesaikan sengketa. Kedua, penindasan oleh yang kuat atas yang lemah. Ketiga, ketimpangan sosial yang kian parah. Keempat, kerusakan hidup yang kian menghawatirkan.[12]

Tumbangnya modernisme dan munculnya postmodernisme dapat kita ketahui dari pemikiran filsafatnya Soren Kierkegaard, sebagaimana dikutip oleh Ali Maksum, yang menentang rekonstruksi- rekonstruksi rasional dan masuk akal yang menentukan keabsahan kebenaran ilmu. Sesuatu itu dikatakan benar ketika sesuai dengan konsensus atau aturan yang berlaku di dunia modern, yaitu rasional dan objektif. Namun tidak dengan Kierkegaard, dia berpendapat bahwa kebenaran itu bersifat subjektif.[13] Truth is subjectivity, artinya bahwa pendapat tentang kebenaran subjektif itu menekankan pentingnya pengalaman yang dialami oleh seorang individu yang dianggapnya relatif.

Gejala Postmodernisme yang merambah ke berbagai bidang kehidupan tersebut yang didalamnya termasuk ilmu pengetahuan merupakan suatu reaksi terhadap gerakan modernisme yang dinilainya mengalami kegagalan. Modernisme yang berkembang dengan ditandai oleh adanya rasionalisme, materialisme, dan kapitalisme yang didukung dengan perkembangan teknologi serta sains menimbulkan disorientasi moral keagamaan dengan runtuhnya martabat manusia.[14]

Atas latar belakang itulah, para tokoh dan pemikir postmodernisme menghadirkan sebuah gagasan baru yang disebut dengan postmodernisme dalam rangka melakukan dekonstruksi paradigma terhadap berbagai bidang keilmuan, sebagai sebuah upaya untuk mengoreksi atau membuat dan bahkan menemukan paradigma yang baru. Postmodernisme seperti yang dikatakan oleh Derrida dan Lyotard, merupakan anti tesis dari modernisme. Hampir semua istilah yang diajukan oleh postmodernisme adalah antonimasi modernisme. Kelahiran postmodernisme membuat istilah baru dan mengakibatkan perbedaan dengan paham modernisme. Berikut ini beberapa istilah yang digunakan oleh aliran modernisme dan postmodernisme atau pembeda antara keduanya[15]:

MODERNISME

POSTMODERNISME

Sentralisasi

Desentralisasi

Pertarungan Kelas

Pertarungan Etnis

Konstruksi

Dekonstruksi

Kultur

Sub-Kultur

Hermeneutis

Nihilisme

Budaya Tinggi

Budaya Rendah

Hierarki

Anarki

Industri

Pasca-Industri

Teori

Paradigma

Kekuatan Negara

Kekuatan Bersama

Agama

Sekte-sekte

Legitimasi

Delegitimasi

Konsensus

Dekonsensus

Budaya Tradisional

Liberalisme

Kontinuitas

Diskontinuitas

 

c)      Tokoh-tokoh teori postmodern

Ada beberapa tokoh yang bisa disebut mewakili era Postmodernisme. Pertama, Jean-Francois Lyotard, merupakan salah satu filsuf postmodernisme yang paling terkenal sekaligus paling penting di antara filsuf-filsuf postmodernisme yang lainnya. Dua karya yang menjadikannya terkenal baik di Perancis maupun diluar negeri yaitu The Postmodernisme Condition dan The Differend. Karyanya itu juga baik sesuatu ataupun seseorang yang ditolak bersuara terhadap sistem ideologis yang dominan yang menentukan sesuatu yang dapat diterima dan tidak dapat diterima.[16]

Pemikiran Lyotard tentang ilmu pengetahuan dari pandangan modernisme.

·         Pertama, Lyotard berpendapat menurutnya yang sebagai narasi besar seperti kebebasan, kemajuan, dan sebagainya kini menurutnya mengalami permasalahan yang sama seperti abad pertengahan yang memunculkan istilah religi, nasional kebangsaan, dan kepercayaan terhadap keunggulan negara eropa untuk saat ini tidak dapat dipercaya atau kurang tepat kebenarannya. Maka, postmodernisme menganggap sesuatu ilmu tidak harus langsung diterima kebenarannya harus diselidiki dan dibuktikan terlebih dahulu. Bagi Lyotard, ilmu pengetahuan postmodernisme bukanlah semata-mata menjadi alat penguasa, ilmu pengetahuan postmodern memperluas kepekaan kita terhadap pandangan yang berbeda dan memperkuat kemampuan kita untuk bertoleransi atas pendirian yang tak mau dibandingkan.

·         Kedua, Michel Foucault, adalah seorang tokoh postmodernisme yang menolak keuniversalan pengetahuan. Ada beberapa asumsi pemikiran pencerahan yang ditolak oleh Foucault yaitu:

1)      Pengetahuan itu tidak ersifat metafisis, transendental, atau universal, tetapi khas untuk setiap waktu dan tempat

2)      Tidak ada pengetahuan yang mampu menangkap katakter objektif dunia, tetapi pengetahuan itu selalu mengambil perspektif.

3)      Pengetahuan tidak dilihat sebagai pemahaman yang netral dan murni, tetapi selalu terikat dengan rezim-rezim penguasa.

Namun demikian, menurut Foucault, tidak ada perpisahan yang jelas, pasti, dan final antara pemikiran pencerahan dan pasca-modern, atau antara modern dan pasca-modern. Paradigma modern, kesadaran, dan objektivitas adalah dua unsur membentuk rasional- otonom, sedangkan bagi Foucault pengetahuan bersifat subjektif.

·         Ketiga, Jacques Derrida. Membahas filsuf yang satu ini tidak akan lepas dari buah pikirannya tentang dekonstruksi. Istilah ini merupakan salah satu konsep kunci postmodernisme. Apa itu dekonstruksi? secara etimologis, dekonstruksi adalah berarti mengurai, melepaskan, dan membuka.

Derrida menciptakan sebuah pemikiran dekonstruksi, yang merupakan salah satu kunci pemikiran postmodernisme, yang mencoba memberikan sumbangan mengenai teori-teori pengetahuan yang dinilai sangat kaku dan kebenarannya tidak bisa dibantah, yang dalam hal ini pemikiran modernisme. Derrida mencoba untuk meneliti kebenaran terhadap suatu teori pengetahuan yang baginya bisa dibantah kebenarannya yang dalam arti bisa membuat teori baru asalkan hal tersebut dapat terbukti kebenarannya dan dipertanggungjawabkan.

·         Keempat, Jean Baudrillard; pemikirannya memusatkan perhatian kepada kultur, yang dilihatnya mengalami revolusi besar-besaran dan merupakan bencana besar. Revolusi kultural itu menyebabkan massa menjadi semakin pasif ketimbang semakin berontak seperti yang diperkirakan pemikir marxis. Dengan demikian, massa dilihat sebagai lubang hitam yang menyerap semua makna, informasi, komunikasi, pesan dan sebagainya, menjadi tidak bermakna. Massa menempuh jalan mereka sendiri, tak mengindahkan upaya yang bertujuan memanipulasi mereka.  Kekacauan,      apatis,  dan      kelebaman       ini merupakan istilah yang tepat untuk melukiskan kejenuhan massa terhadap tanda media, simulasi, dan hiperealitas (Maksum, 2014: 338). Bagi Jean Baudrillard, karya-karyanya mempunyai sumbangan terhadap pemikiran teori sosial untuk postmodernisme yang baginya bahwa objek konsumsi merupakan tatanan produksi. Sehingga baginya masyarakat hidup dalam simulasi yang dicirikan dengan ketidakbermaknaan. Karena manusia kehilangan identitasnya dan jati dirinya      yang banyak terjadi pada masa kontenporer. Tokoh inilah yang terkenal dengan menyebut dunia postmodernisme sebagai kehidupan yang Hiperealitas.

·         Kelima, Fedrick Jameson. Ia merupakan salah satu kritikus literatur berhaluan marxis paling terkemuka. George Ritzer dalam Postmodern Social Theori, menempatkan Jameson dengan Daniel Bell, kaum feminis dan teoritis multikultur. Jameson menggunakan pola berfikir Marxis untuk menjelaskan epos historis yang baru (postmodernisme), yang baginya bukan modification dari kapitalisme, melainkan ekspansi darinya. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa periode historis yang ada sekarang bukanlah keterputusan, melainkan kelanjutannya.

Menurut Jameson, postmodernisme memiliki dua ciri utama, yaitu pastiche dan schizofrenia. Jameson mulai dengan menjelaskan bahwa modernisme besar didasarkan pada gaya yang personal atau pribadi. Subjek individual borjois tidak hanya merupakan subjek masa lalu, tapi juga mitos subjek yang tidak pernah benar-benar ada, hanya mistifikasi, kata Jameson, yang tersisa adalah pastiche. Pastiche dari pastiche, tiruan gaya yang telah mati. Kita telah kehilangan kemampuan memposisikan ini secara historis. Postmodernisme memiliki konsep waktu yang khas. Jameson, menjelaskan apa yang ia maksudkan dengan menggunakan teori schizofrena lacan. Schizofrenik adalah pengalaman penanda material yang terpisah, terisolir, dan gagal membentuk rangkaian yang koheren.[17]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Kekuatan sosial yang melatarbelakangi munculnya teori - teori sosial dan sekaligus menjadi fokus perhatian para ahli sosial, diantaranya adalah revolusi politik, revolusi industri, perkembangan kapitalisme, perkembangan sosialisme, feminisme, urbanisasi, perubahan agama, serta pertumbuhan ilmu pengetahuan.

Teori sosiologi modren berbeda dari teori sosiologi klasik.teori sosiologi klasik memusat kan analisanya pada pemikiran tokoh-tokoh  sosiologis sedangkan teori-teori sosiologi modren memusatkan analisanya pada analisanya pada aliran sosiologi pergeseran dari para ahli teori sosiologi.

Istilah postmodern memang tidak memiliki definisi yang pasti, yang mampu merangkul seluruh hasil pemikiran para teori tikus yang menamakan diri mereka sebagai kelompok postmodernisme.

 

B.     Kritik dan Saran

Demikianlah makalah tentang “Tokoh Teori Modren dan Postmodern” yang telah Kami paparkan. Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna maka dari itu kritik yang membangun dari pembaca sangat Kami harapkan untuk perbaikan. Harapan Kami, semoga makalah ini dapat memberi pengetahuan baru dan bermanfaat bagi kita semua.


 


DAFTAR PUSTAKA

Ajala, Emmanuel Majekodunmi. (2012). The Influence of Workplace Environment

on Workers’ Welfare, Performance and Productivity. The African

Symposium.

Alimul, Hidayat A. A. (2008). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa

Data. Jakarta: Salemba Medika

Davis, Kingsley. (1960). Human Society. New York: The Mac Millan Company.

Gans, Herbert J. (1979). Deciding What’s News: A Study of CBS Evening News,

NBC Nightly News, Newsweek, and Time. New York: Pantheon Books.

Gazali, Effendi. Interaksi Politik dan Media, Dari Komunikasi Politik ke Politik

Komunikasi. Yogyakarta: Media Komunikasi.

Hardiman, Budi. (2011). Teori sosiologi modern, Jakarta: Erlangga.

Hotman M. Siahaan, (2006). Pengantar ke Arah Sejarah Teori Sosiologi, Jakarta:

Gramedia.

Kaelan. (2002). Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.

Yogyakarta: Paradigma.

Leahy, L. (2002). Horizon Manusia Dari Pengetahuan ke Kebijaksanaan.

Yogyakarta: Kanisius.

Maksum Azhar. (2011). Analisis Pengungkapan Informasi Corporate Social

Responsibility dan Pengaruhnya Terhadap Return Saham. Retrieved from

Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia.

Theodorson A. George cs. (1969). A Moderen Dictionary of sociology. New

York: Thoman Y. Crowell.

Zaprulkhan, (2015). Filsafat Ilmu. Sebuah Analisis Kontemporer, Jakarta:

Grafindo Persada.

 



[1] Hotman M. Siahaan, Pengantar ke Arah Sejarah Teori Sosiologi, (Jakarta: Gramedia, 2006), hlm. 141 - 145.

[2] Ibid.,  hlm. 178 – 181.

[3] Hardiman, Budi. Teori sosiologi modern, (Jakarta: Erlangga, 2011), hlm 35 - 41.

[4] Theodorson A. George cs. A Moderen Dictionary of sociology. (New York: Thoman Y. Crowell, 1969), hlm. 67.

[5] Gans, Herbert J. Deciding What’s News: A Study of CBS Evening News, NBC Nightly News, Newsweek, and Time. (New York: Pantheon Books, 1979), hlm. 275-289.

[6] Davis, Kingsley. Human Society. (New York: The Mac Millan Company, 1960), hlm 131.

[7] Hardiman, Budi. Ibid., hlm. 48–51.

[8] Leahy, L. Horizon Manusia Dari Pengetahuan ke Kebijaksanaan. (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 271.

[9] Ajala, Emmanuel Majekodunmi. 2012. The Influence of Workplace Environment on Workers’ Welfare, Performance and Productivity. The African Symposium, hlm. 93.

[10] Gazali, Effendi. Interaksi Politik dan Media, Dari Komunikasi Politik ke Politik Komunikasi. (Yogyakarta: Media Komunikasi), hlm. 161.

[11] Maksum Azhar. Analisis Pengungkapan Informasi Corporate Social Responsibility dan Pengaruhnya Terhadap Return Saham. (Retrieved from Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, 2011), hlm. 309.

[12] Ibid., hlm. 311.

[13] Gazali, Effendi. Op. Cit, hlm. 314.

[14] Kaelan. Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. (Yogyakarta: Paradigma, 2002), hlm. 298.

[15] Maksum Azhar. Op. Cit., hlm. 348

[16] Zaprulkhan, Filsafat Ilmu. Sebuah Analisis Kontemporer, (Jakarta: Grafindo Persada, 2015), hlm. 320.

[17] Alimul, Hidayat A. A. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. (Jakarta: Salemba Medika, 2008), hlm. 227.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar