<script async custom-element="amp-auto-ads"
src="https://cdn.ampproject.org/v0/amp-auto-ads-0.1.js">
</script>
DAKWAH DAN PENGAJARAN
Dosen Pembimbing : Dr. Aslati M. Ag
OLEH KELOMPOK 8 :
Ø Muhammad
Mauladi NIM
: 11840114094
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
PRODI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2018/2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan
penyusunan makalah Studi Hadis dengan judul "DAKWAH DAN PENGAJARAN"
tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu
tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh
karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para
pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini
dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para
pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah
selanjutnya.
Pekanbaru, 16 Oktober 2018
Kelompok 8
<amp-auto-ads type="adsense"
data-ad-client="ca-pub-3023967429118829">
</amp-auto-ads>
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG................................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................................. 1
C. TUJUAN........................................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................... 2
A. Dakwah.......................................................................................................................... 2
a. Pengertian Dakwah................................................................................................ 2
b. Hadis yang
berkaitan tentang Dakwah................................................................ 3
c. Dasar Hukum
Dakwah........................................................................................... 3
d. Hadis yang
berkaitan dengan pengajaran........................................................... 5
B. Metode Berdakwah dan
Pengajaran.......................................................................... 6
a. Metode dalam
berdakwah..................................................................................... 6
b. Pengajaran
dakwah................................................................................................ 8
BAB III PENUTUP................................................................................................................. 11
A. Kesimpulan.................................................................................................................. 11
B. Kritik dan
Saran......................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... iv
<amp-auto-ads type="adsense"
data-ad-client="ca-pub-3023967429118829">
</amp-auto-ads>
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Suatu
nikmat yang luarbiasa bagi kita umat Rasulullah, yang saat ini bisa merasakan
Iman dan Islam. Semua itu berawal dari Rasulullah, yang mendapat ‘mandat’
langsung dari Allah untuk menyebarluaskan Agama-Nya ke seluruh penjuru dunia,
bahkan semesta hingga saat ini sampai kepada kita semua. Adalah Dakwah yang
dilakukan Nabi SAW. Menyeru, mengajak, memberi petunjuk kepada kebenaran dan
kebaikan. Dan perjalanannya, dakwah beliau tak selalu mulus dan lancar. Justru
sebaliknya, beliau ditentang, diancam dan dikucilkan. Sebelum beliau mulai
mendakwah, beliau diberi gelar Al-Amin, artinya adalah yang Terpercaya atau
bisa dipercaya. Sungguh gelar yang begitu luarbiasa pada masa itu. Masa dimana
penduduk mekah adalah kaum bar-bar, kaum tanpa Moral dan Adab serta Akhlak. Dan
Sayidina Muhammad SAW, diberi gelar Al-Amin oleh penduduk Mekah. Manusia yang
diberi gelar Al-Amin, yang sudah terbukti bisa dipercaya oleh Penduduk Mekah,
bahkan menuai penolakan dan ancaman pembunuhan. Begitulah gambaran betapa
Dakwah adalah hal yang sungguh luar biasa berat. Tak bisa dipungkiri, dakwah
pada zaman Rasulullah juga penuh dengan pertumpahan darah.
Saat
ini, tidaklah seperti zaman Rasulullah. Tentu model dan metode dakwah juga
tidak bisa disamakan dengan zaman Rasulullah. Mengingat saat ini manusia juga
sudah beradab dan berbudaya, maka model dan metode dakwah juga seharusnya
sesuai zaman. Kemasan dakwah saat ini seharusnya dikemas sedemikian rupa untuk
bisa menarik minat orang atau sasaran dakwah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan dakwah dan
pengajaran?
2.
Apa saja metode dalam
berdakwah?
3.
Apa saja pengajaran yang diajarkan dalam
berdakwah?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui pengertian dakwah dan pengajaran serta dalilnya
2.
Mengetahui metode dakwah dan pengajaran
3.
Mengetahui pengajaran yang diajarkan dalam
berdakwah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DAKWAH
a.
Pengertian Dakwah
Dakwah menurut etimologi
(bahasa) berasal dari kata bahasa Arab : دعا– يدعوا – دعوة
(da’a – yad’u – da’watan) yang berarti mengajak, menyeru, dan memanggil.
Dalam dunia dakwah, rang yang berdakwah biasa disebut Da’i dan
orang yang menerima dakwah atau orang yang didakwahi disebut dengan Mad’u.
Menurut para tokoh dalam pengertian istilah dakwah diartikan sebagai
berikut:
1)
Prof. Toha Yaahya Oemar menyatakan bahwa dakwah Islam sebagai upaya
mengajak umat dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan
perintah Tuhan untuk kemaslahatan di dunia dan akhirat.
2)
Syaikh Ali Makhfudz, dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin memberikan
definisi dakwah sebagai berikut: dakwah Islam yaitu; mendorong manusia agar
berbuat kebaikan dan mengikuti petunjuk (hidayah), menyeru mereka berbuat
kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, agar mereka mendapat kebahagiaan di
dunia dan akhirat.
3)
Hamzah Ya’qub mengatakan bahwa dakwah adalah mengajak umat manusia
dengan hikmah (kebijaksanaan) untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
4)
Menurut Prof Dr. Hamka dakwah adalah seruan panggilan untuk
menganut suatu pendirian yang ada dasarnya berkonotasi positif dengan substansi
terletak pada aktivitas yang memerintahkan amar ma’ruf nahi mungkar.
5)
Syaikh Muhammad Abduh mengatakan bahwa dakwah adalah menyeru kepada
kebaikan dan mencegah dari kemungkaran adalah fardlu yang
diwajibkan kepada setiap muslim.
Dari beberapa definisi di atas secara singkat dapat disimpulkan bahwa
dakwah merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh informan (da’i) untuk
menyampaikan informasi kepada pendengar (mad’u) mengenai kebaikan dan mencegah
keburukan. Aktivitas tersebut dapat dilakukan dengan menyeru, mengajak atau
kegiatan persuasif lainnya.
Islam sebagai agama merupakan penerus dari risalah-risalah yang dibawa
nabi terdahulu, terutama agama-agama samawi seperti Yahudi dan Nasrani. Islam
diturunkan karena terjadinya distorsi ajaran agama, baik karena hilangnya
sumber ajaran agama sebelumnya ataupun pengubahan yang dilakukan pengikutnya.
Dalam agama Nasrani misalnya, hingga saat ini belum ditemukan kitab suci yang
asli.
Karena dakwah merupakan aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar, dakwah tidak
selalu berkisar pada permasalahan agama seperti pengajian atau kegiatan yang
dianggap sebagai kegiatan keagamaan lainnya. Paling tidak ada tiga pola yang
dapat dipahami mengenai dakwah.
Dalam hadist dijelaskan bahwa
dakwah/menyeru kepada kebaikan adalah wajib bagi tiap muslim. Tentu konteksnya
adalah sesuai dengan kemampuan masing masing muslim dalam berdakwah. Salah satu
hadist yang menerangkan kewajiban berdakwah yang diriwayatkan oleh Abu
Abdullah Hudzaifah ibn Hasil Al-Yamani r.a ;
وَالَّذَي
نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ،
وَلَتَأْخُذَنَّ عَلَى يَدِ الْمُسِيءِ، وَلَتَأْطِرُنَّهُ عَلَى الْحَقِّ
أَطْراً، أَوْ لَيَضْرِبَنَّ الله بِقُلُوبِ بَعْضِكُمْ عَلَى بَعْضٍ ثُمَّ
يَلْعَنَكُمْ كَمَا لَعَنَهُمْ – يعني بني إسرائيل – عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ
وَعِيسَى ابْن مَرْيَمَ
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam
bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaklah kalian
menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, mengambil tangan orang-orang
yang bersalah dan mengembalikannya kepada kebenaran dengan sebenar-benarnya;
atau Allah akan memisahkan hati sebagian kalian dengan sebagian yang lain,
kemudian Allah melaknat kalian sebagaimana Allah telah melaknat mereka – yaitu
Bani Israail – melalui lisan Dawud dan Isa bin Maryam”.
Beberapa ulama sepakat
bahwa dakwah adalah wajib bagi tiap-tiap muslim. Namun para ulama berbeda
pendapat tentang kewajiban berdakwah, apakah fardhu ain atau fardhu kifayah.
Para ulama yang menganggap bahwa dakwah adalah fardhu ain adalah berdasarkan
dari surat An-Nahl ayat 125 yang berbunyi;
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ
بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ
أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat
dijalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”[An-Nahl:
125]
Sedangkan ulama yang menganggap hukum
berdakwah adalah fardu kifayah berdasarkan surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ
إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ
وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada diantara kamu sebagian umat
yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”[ Ali Imran:
104]
وَلَا يَصُدُّنَّكَ عَنْ آيَاتِ اللَّهِ
بَعْدَ إِذْ أُنْزِلَتْ إِلَيْكَ ۖ وَادْعُ إِلَىٰ رَبِّكَ ۖ وَلَا تَكُونَنَّ
مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Dan
serulah mereka ke (jalan) Rabbmu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang
yang mempersekutukan Rabb.” [Al-Qashash: 87]
قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى
اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا
أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah, ‘Inilah jalan (agama)ku, aku dan
orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang
nyata.” [Yusuf: 108]
Allah Subhanahu wa Ta’ala
menjelaskan, bahwa para pengikut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah para dai dan para pemilik ilmu yang mapan. Dan yang wajib sebagaimana
diketahui, adalah mengikutinya dan menempuh cara yang dilakukan oleh Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ
يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” [Al-Ahzab:
21]
Para ulama menjelaskan,
bahwa mengajak manusia ke jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala hukumnya fardhu
kifayah di negeri-negeri atau wilayah-wilayah yang sudah ada para da’inya yang
melaksanakannya. Jadi, setiap negeri dan setiap wilayah memerlukan dakwah dan aktifitasnya,
maka hukumnya fardhu kifayah jika telah ada orang yang mencukupi pelaksanaannya
sehingga menggugurkan kewajiban ini terhadap yang lainnya dan hanya berhukum
sunnah muakkadah dan sebagai suatu amalan yang agung.
Jika di suatu negeri atau
suatu wilayah tertentu tidak ada yang melaksanakan dakwah dengan sempurna,
semuanya berdosa, dan wajib atas semuanya, yaitu atas setiap orang untuk
melaksanakan dakwah sesuai dengan kesanggupan dan kemampuannya. Adapun secara
nasional, wajib adanya segolongan yang konsisten melaksanakan dakwah di seluruh
penjuru negeri dengan menyampaikan risalah-risalah Allah dan menjelaskan
perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan berbagai cara yang bisa
dilakukan, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengutus para
dai dan berkirim surat kepada para pembesar dan para raja untuk mengajak mereka
ke jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala
Dalam hadist tersebut
dijelaskan, bahwa Rosulullah memerintah salah seorang sahabat untuk pergi ke
yaman. Dan Rasulullah meberi tatacara penyampaian supaya
dilakukan dengan cara yang lembut, dan mengajarkan dengan penuh hikmah. Juga
secara bertahap.
ﺤﺪﺜﻨﺎ ﺍﻤﻴﺔ ﺍﺒﻦﺑﺴﻁﺎﻢ ﺤﺪﺜﻨﺍ ﻴﺯﻴﺪ ﺒﻦ ﺯﺮﻴﻊ ﺤﺪﺜﻨﺎ ﺭﻭﺡ ﺑﻦ
ﺍﻠﻘﺎﺴﻢ ﻋﻦ ﺍﺴﻤﺎﻋﻴﻞﺒﻦ ﺍﻤﻴﺔ ﻋﻦ ﻴﺤﻴﻰ ﺑﻦ ﻋﺑﺪ ﷲ ﺑﻦ ﺼﻘﻲ ﻋﻦ ﺍﺑﻲ ﻤﻌﺑﺪ ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺑﺎﺲ
ﺮﺿﻲﷲﻋﻨﻬﻤﺎ ﺍﻦ ﺭﺴﻭﻞﷲ ﺻﻟﻰﷲﻋﻟﻴﻪ ﻮﺴﻟﻡ ﻟﻤﺎﺑﻌﺚ ﻤﻌﺎﺫﺍ ﺮﻀﻲﷲﻋﻨﻪ ﻋﻟﻰﺍﻠﻴﻤﻦ ﻘﺎﻞ ﺍﻨﻚ ﺘﻘﺩﻢ
ﻋﻟﻰﻘﻭﻢ ﺍﻫﻞ ﻜﺗﺎﺏ ﻔﻟﻴﻜﻦ ﺍﻭﻞ ﻤﺎﺘﺪﻋﻮﻫﻢ ﺍﻟﻴﻪ ﻋﺑﺎﺪﺓ ﺍﷲ ﻔﺈﺬﺍ ﻋﺭﻔﻭﺍ ﺍﷲ ﻔﺄﺨﺑﺭﻫﻡ ﺍﻦﷲ ﻘﺪ
ﻓﺭﺽ ﻋﻠﻴﻬﻡ ﺧﻣﺱ ﺼﻠﻭﺍﺕ ﻓﻲ ﻴﻭﻤﻬﻡ ﻭﻠﻴﻠﺗﻬﻡ ﻓﺈﺫﺍ ﻓﻌﻠﻭ ﻓﺎﺨﺑﺮﻫﻡ ﺍﻦﷲ ﻓﺭﺽ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺯﻜﺎﺓ ﻤﻦ
ﺍﻤﻭﺍﻟﻬﻡ ﻭﺗﺭﺩ ﻋﻟﻰ ﻓﻘﺭﺍﺋﻬﻡ ﻓﺈﺬﺍ ﺃﻄﺎﻋﻭﺍ ﺑﻬﺎ ﻓﺧﺬ ﻤﻧﻬﻡ ﻭﺘﻭﻖ ﻛﺭﺍﺌﻡ ﺍﻤﻭﺍﻞ ﺍﻠﻧﺎﺱ
“Dari ibnu Abbas ra. Berkata: sesungguhnya
rasulullah bersabda: beliau mengutus mu’adz ra. Ke yaman. Beliau bersabda:
sesungguhnya kami mendatangi masyarakat ahli kitab, maka hendaknya yang pertama
kali ajaran yang kamu serahkan kepada mereka adalah kepada Allah. Lalu jika
mereka mengenang allah, lalu beritahukan mereka bahwa Allah telah mewajibkan
shalat kepada mereka lima kali sehari semalam, lalu apabila mereka sudah
melaksanakannya maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada
mereka membayar zakat hartanya, dan zakat itu di berikan kepada fakir-miskin di
antara mereka. Kemudian apabila mereka telah mematuhinya maka terimalah dari
mereka, berhati-hatilah jangan sampai kamu mengambil harta kesayangan mereka”
a.
Metode dakwah dengan Lisan (Billisan)
Metode dakwah dengan lisan (billisan), maksudnya dengan kata-kata yang lemah lembut, yang dapat difahami oleh
mad’u, bukan dengan kata-kata yang keras dan menyakitkan hati.
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ
الْإِيمَانِ
“Siapa di antara kamu melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya, jika
tidak mampu, ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya,
dan yang terakhir inilah selemah-lemah iman.” [H.R. Muslim].
Contoh: ceramah dalam
majlis taklim,
b.
Metode dakwah Bil Hikmah.
Dakwah bil Hikmah Yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif
bijaksana, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek
dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada
paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan kata lain dakwah bi al-hikmah merupakan
suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif.
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ
وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Serulah [manusia] kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik …….“ [Q.S. An-Nahl: 125].
Dalam kitab al-Hikmah fi al dakwah Ilallahi ta’ala oleh Said bin Ali bin wahif al-Qathani diuraikan lebih jelas
tentang pengertian al-Hikmah, antara lain:
Menurut bahasa:
·
Adil, ilmu, sabar, kenabian.
·
Memperbaiki (membuat manjadi lebih baik atau pas) dan terhindar dari
kerusakan
·
Ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu yang utama
·
Obyek kebenaran (al-haq) yang didapat melalui ilmu dan akal
·
Pengetahuan atau ma’rifat.
Menurut istilah Syar’i:
·
Benar dalam perkataan dan perbuatan, mengetahui yang benar dan
mengamalkannya, wara’
(meninggalkan hal yang menuju ke dosa) dalam Dinullah
(agama Allah), meletakkan sesuatu pada
tempatnya dan menjawab dengan tegas dan tepat.
Contoh:
Kita ingat bagaimana Rasulullah Saw tidak marah saat seorang kaum
musyrik meludahi beliau setiap pergi ke masjid. Suatu hari, ketika Rasulullah
Saw pergi ke masjid, beliau merasakan keanehan karena orang yang setiap saat
meludahi beliau setiap akan pergi ke masjid tidak ada. Sesampainya di masjid
Rasulullah Saw menanyakan kepada para sahabat di mana orang itu berada. Lalu
Rasulullah Saw memperoleh jawaban bahwa orang yang meludahi beliau jatuh sakit.
Setelah mendengar jawaban itu, Rasulullah datang membesuk orang tersebut dan
mendoakan kesembuhan baginya. Akhirnya, orang tersebut kemudian menyatakan diri
sebagai Muslim.
c.
Metode dakwah dengan Bil Mauidhokhasanah
Metode ini dipergunakan untuk menyeru atau
mendakwahi orang-orang awam, yaitu orang yang belum dapat berfikir secara
kritis atau ilmu pengetahuannya masih rendah. Mereka pada umumnya mengikuti
sesuatu tanpa pertimbangan terlebih dahulu dan masih berpegang pada adat
istiadat yang turun temurun. Kepada mereka ini hendak disajikan materi yang
mudah dipahami dan disampaikan dengan bahasa yang sederhana sehingga mudah
dimengerti.
Contoh: Misal memberi ceramah kepada orang awam
tentang hukum–hukum muamalah.
d.
Billati Hiya Ahsan (Pemikiran yang terbaik).
Pada penafsiran yang lebih terperinci, akan
didapati perbedaan pendapat di kalangan para mufasir. Akan
tetapi, perbedaan itu sesungguhnya dapat dihimpun (jama)
dan diletakkan dalam aspeknya masing-masing. Perbedaan itu dapat dikategorikan menjadi tiga aspek.
1)
Dari segi cara (uslûb), sebagian mufasir menafsirkan jidâl billati hiya ahsan
sebagai cara yang lembut (layyin) dan lunak (rifq), bukan dengan cara keras
lagi kasar.
2)
Dari segi topik (fokus) debat, sebagian mufasir menjelaskan bahwa jidâl
billati hiya ahsan sebagai debat yang dimaksudkan semata-mata untuk mengungkap
kebenaran pemikiran, bukan untuk merendahkan atau menyerang peribadi lawan
debat.
3)
Dari segi hujjah, sebahagian mufasir menjelaskan bahawa hujjah dalam
jidâl billati hiya ahsan mempunyai dua tujuan sekaligus, yaitu untuk
menghancurkan hujjah lawan (yang batil) dan menegakkan hujjah kita (yang haq).
Contoh: Ulama’ berdiskusi untuk membahas masalah yang kurang jelas hukumnya.
Contoh: Ulama’ berdiskusi untuk membahas masalah yang kurang jelas hukumnya.
b.
Pengajaran dakwah
a.
Qaulan Layyinan
Di dalam al-Quran tema Qaulan Layyinan hanya ditemukan sekali saja dalam
surah Thaha ayat 44:
فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ
أَوْ يَخْشَىٰ
“Maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah
lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.”
Asal makna layyin adalah lembut atau gemulai, yang pada mulanya digunakan
untuk menunjuk gerakan tubuh. Kemudian kata ini dipinjam untuk menunjukkan
perkataan yang lembut.
Sedangkan pengertian Qoulan Layyinan adalah
perkataan yang mengandung anjuran, ajakan, pemberian contoh di mana si
pembicara berusaha meyakinkan pihak lain bahwa apa yang disampaikan adalah
benar dan rasional, dengan tidak bermaksud merendahkan pendapat atau pandangan
orang yang diajak bicara tersebut.
Dengan demikian, Qaulan Layyinan adalah salah satu pengajaran dakwah, karena tujuan utama dakwah adalah mengajak orang lain kepada
kebenaran, bukan untuk memaksa dan unjuk kekuatan.
Contoh: “Kisah nabi Musa saat berdakwah menghadapi
Fir’aun yaitu dengan cara yang lemah lembut.
b.
Qaulan Sadidan (kata-kata jelas)
Di dalam al-Quran kata qaulan sadidan disebutkan dua kali. Pertama dalam
surah An-Nisa ayat 9:
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ
ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا
قَوْلًا سَدِيدًا
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka
meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutu rkata yang benar.”
Kedua, dalam surah Al-Ahzab
ayat 70:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan
ucapkanlah perkataan yang benar.”
Berkaitan dengan perkataan Qaulan Sadidan, ada
banyak penafsiran, antara lain perkataan yang jujur dan tepat sasaran,
perkataan yang lembut dan mengandung kemuliaan bagi pihak yang lain,
pembicaraan yang tepat sasaran dan logis, perkataan yang tidak menyakitkan
pihak lain, perkataan yang memiliki kesesuaian antara apa yang diucapkan dengan
apa yang di dalam hatinya.
c.
Qaulan Maisyura (kata-kata yang memudahkan)
Tema ini hanya ditemukan
sekali saja dalam surah Al-Isra ayat 28:
وَإِمَّا تُعْرِضَنَّ عَنْهُمُ ابْتِغَاءَ رَحْمَةٍ مِنْ
رَبِّكَ تَرْجُوهَا فَقُلْ لَهُمْ قَوْلًا مَيْسُورًا
“Dan jika engkau berpaling
dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang engkau harapkan, maka
katakanlah kepada mereka ucapan yang lemah lembut.”
Pada prinsipnya, qaulan maisura adalah segala
bentuk perkataan yang baik, lemah lembut, dan melegakan. Ada juga yang
menjelaskan bahwa qaulan maisuran adalah menjawab dengan cara yang sangat baik,
lemah lembut, dan tidak mengada-ada. Ada juga yang berpendapat sama dengan
pengertian qaulan ma’rufan. Artinya perkataan yang maisur, adalah ucapan yang
wajar dan sudah dikenal sebagai perkataan yang baik bagi masyarakat setempat.
Ucapan yang lemah lembut adalah perisai seorang muslim dalam
berkomunikasi. Meskipun konflik perbedaan pendapat semakin panas tetapi kalau
metode penyampaian dapat dilakukan secara lemah lembut biasanya debat yang
terjadi akan terkontrol, namun perkataan lemah lembut ini tidak muncul begitu
saja melainkan harus dilatih dan diiringi dengan budi pekerti yang baik.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dakwah dan pengajaran sangat erat kaitanya.
Seperti yang disabda-kan Rasulullah ketika memerintah muad ke Yaman,
ketika berdakwah adalah sekaligus mengajar. Dakwah dan pengajaran harus
dilakukan Dengan cara bertahap dan lemah lembut kepada suatu kaum.
Dakwah bukanlah hal yang mudah untuk
dilakukan. Namun, berdakwah adalah wajib bagi tiap-tiap muslim. Tetapi dalam
prakteknya diperlukan metode dan strategi agar berhasil dalam berdakwah. Dan
dalam proses berdakwah, pendakwah haruslah berlaku lemah lembut kepada sasaran
dakwah. Begitupun dalam menyampaikan pengajaran. Diperlukan kelemah lembutan
dan penyampaian yang penuh dengan hikmah. Adapun, dalam menyikapi kelompok yang
berdakwah dengan cara yang keras, yang justru membuat orang orang lari dari
islam, maka perlu adanya pengingatan bagi mereka. Karena sesama muslim juga
wajib untuk saling mengingatkan untuk kebaikan dan kemaslahatan. Dan umat muslim yang baik akan memberi
nasehat yang baik kepada saudara saudaranya agar ilmu yang ia dapat bisa
bermanfaat bagi orang banyak dan menjadi amal jariyah baginya.
B.
Kritik dan Saran
Demikianlah makalah tentang “Dakwah
dan Pengajaran” yang telah
kami paparkan. Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna
maka dari itu kritik yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan untuk
perbaikan. Harapan kami, semoga makalah ini dapat memberi pengetahuan baru dan
bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. 2009. Ilmu Dakwah.
Jakarta: Amzah
Syafei, Rachmat. 2000. Al-Hadis.
Aqidah Akhlaq Sosial dan Hukum. Bandung: PUSTAKA SETIA
Daljono M, Drs.
1997. Psikologi Pendidikan, Cet. I, Rineka Cipta, Jakarta
Hamalik Oemar,
Dr. Prof. 2004. Proses Belajar Mengajar, Bumi Aksara, Jakarta
Sardiman AM.,
2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Sriyono,
Drs.1991, Teknik Belajar Mengajar Dalam CBSA, Rineka Cipta,
Jakarta.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar