ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT
Dosen Pembimbing : Muharrani M. Pd
OLEH KELOMPOK 9 :
Ø Muhammad
Mauladi NIM
: 11840114094
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
PRODI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2018/2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan
penyusunan makalah Filsafat Umum dengan judul "ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT"
tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu
tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh
karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para
pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini
dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para
pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah
selanjutnya.
Pekanbaru, 16 Oktober 2018
Kelompok 9
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG................................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................................. 1
C. TUJUAN........................................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................... 2
A.
ALIRAN – ALIRAN
FILSAFAT................................................................................ 2
a.
Empirisme............................................................................................................... 2
b.
Rasionalisme............................................................................................................ 3
c.
Positivisme............................................................................................................... 4
d.
Idealisme.................................................................................................................. 4
B.
TOKOH – TOKOH ALIRAN FILSAFAT................................................................. 5
a.
Tokoh Empirisme................................................................................................... 5
b.
Tokoh Rasionalisme................................................................................................ 6
c.
Tokoh Positivisme................................................................................................... 7
d.
Tokoh Idealisme...................................................................................................... 7
BAB III PENUTUP................................................................................................................... 8
A.
Kesimpulan.................................................................................................................... 8
B.
Kritik dan Saran........................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... iv
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembahasan
aliran – aliran filsafat merupakan penelahan salah satu aspek sekaligus
menyangkut dengan faham dan pandangan para ahli pikir dan filosuf. Dari kajian
ini para ahli melihat sesuatu atau menyeluruh, mendalam dan sistematis. Para
filsus menggunakan sudut pandang yang berbeda sehingga menghasilkan filsafat
yang berbeda pula. Antara aliran atau paham satu dengan yang lainnya, ada yang
saling bertentangan dan ada pula yang memiliki konsep dasar yang sama. Akan
tetapi meskipun bertentangan, bukanlah untuk saling dipertentangkan. Justru
dengan banyak aliran atau paham yang sudah diperkenalkan oleh tokoh – tokoh
filsafat, kita dapat memilih cara yang pas dengan persoalan yang sedang kita
hadapi.
Memahami sistem filsafat sesungguhnya menelusuri dan
mengkaji suatu pemikiran mendasar dan tertua yang mengawali kebudayaan
manusia. Suatu sistem, filsafat berkembang
berdasarkan ajaran seorang atau beberapa orang tokoh pemikir filsafat. Sistem
filsafat sebagai suatu masyarakat atau bangsa. Sistem filsafat amat ditentukan
oleh potensi dan kondisi masyarakat atau bangsa itu, tegasnya oleh kerjasama
faktor dalam dan faktor luar. Faktor-faktor ini diantaranya yang utama ialah
sikap dan pandangan hidup, citakarsa dan kondisi alam lingkungan. Apabila
cita karsanya tinggi dan kuat tetapi kondisi alamnya tidak menunjang, maka
bangsa itu tumbuhnya tidak subur (tidak jaya). Tujuan dari penulisan makalah ini sendiri, selain memenuhi
kewajiban membuat tugas, adalah untuk memenuhi rasa ingin tahu dan keterkaitan
penulis terhadap bab aliran filsafat idealisme, materialisme, eksistensialisme,
monisme, dualisme, dan pluralisme.
B. RUMUSAN
MASALAH
a. Bagaimanakah pengertian dari aliran
empirisme, rasionalisme, positivisme dan idealisme?
b. Siapa saja yang berperan dan paling
berperan dalam aliran – aliran filsafat tersebut?
C. TUJUAN
a. Untuk mengetahui pengertian dari aliran-
aliran filsafat
b. Untuk mengetahui tokoh – tokoh yang
berperan dalam aliran – aliran tersebut
BAB II
PEMBAHASAN
Kata
ini berasal dari bahasa Yunani emoeiria,
empeiros (berarti berpengalaman
dalam, berkenalaan dengan, terampil untuk).[1] Empirisme
adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan
berasal dari pengalaman manusia. Berbeda dengan anggapan rasionalis yang
mengatakan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio. Paham ini berpendapat bahwa
indera atau pengalaman adalah sumber satu-satunya atau paling tidak sumber
primer dari pengetahuan manusia, sehingga pengenalan inderawi merupakan
pengenalan yang paling jelas dan sempurna. Sumber ilmu pengetahuan dalam teori
empirisme adalah pengalaman dan penginderaan inderawi.
Dalam
sejarah filsafat, klaim empiris ialah tidak ada sesuatu dalam pikiran yang
mulanya tidak ada dalam indera. Hal tersebut mengandung makna bahwa:
1. Sumber seluruh
pengetahuan harus dicari dalam pengalaman
2. Semua ide
(gagasan) merupakan abstraksi yang dibentuk lewat menggabungkan apa yang dialami
3. Pengalaman
inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan
4. Akal budi tidak
dapat memberikan tentang realitas tanpa acuan dari pengalaman inderawi.[2]
Empirisme berpendirian bahwa pengetahuan
dapat di peroleh melalui indera. Indera memperoleh kesan-kesan dari alam nyata.
Untuk kemudian kesan-kesan tersebut berkumpul dalam diri manusia sehingga
menjadi pengalaman. Pengetahuan yang berupa pengalaman terdiri dari penyusunan
dan pengaturan kesan-kesan yang bermacam- macam.[3]
Rasionalisme
adalah paham filsafat yang menyatakan akal (reason)
adalalah terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalisme,
sesuatu pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir.[4] Rasio
adalah sumber kebenaran. Hanya pada rasio sajalah yang dapat membawa orang
kepada kebenaran.
Rasionalisme
tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan, pengalaman
indera diperlukan untuk merangsang akal yang dapat memberikan bahan – bahan
yang menyebabkan akal tersebut bekerja. Akan tetapi untuk sampainya manusia
kepada kebenaran adalah semata – mata dengan akal. Laporan indera menurut
rasionalisme merupakan bahan yang belum jelas. Bahan ini kemudian
dipertimbangkan oleh akal dalam pengalaman berpikir. Akal membentuk bahan
tersebut sehingga terbentuk pengetahuan yang benar. Jadi akal bekerja karena
bahan dari indera. Akan tetapi akal juga dapat menghasilkan pengetahuan yang
tidak berdasarkan bahan inderawi sama sekali, jadi akal juga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang objek yang betul – betul abstrak. [5]
Rasionalisme
adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat tepenting untuk memperoleh pengetahuan dan
mengetes pengetahuan. Jika empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh
dengan alam mengalami objek empiris. Maka rasionalisme mengajarkan bahwa
pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Alat dalam berpikir itu kaidah –
kaidah logis atau
kaidah- kaidah logika.[6]
Ada
dua macam rasionalisme yaitu dalam bidang agama
dan bidang filsafat. Dijelaskan bahwa
bidang agama dalam rasionalisme seperti
mengimplementasikan atau menafsirkan agama dengan menggunakan akal. Seperti
dalam menafsirkan syari’at islam akal mempunyai peran penting dalam ijtihad
atau mengqiyaskan suatu hukum. Sedangkan dalam bidang
filsafat lawannya ialah empirisme. Jelas sekali perbedaanya karena di dalam
agama rasionalisme mengkritik ajaran agama dan bidang filsafat rasionalisme
menjelaskan teori pengetahuan.
Meskipun
antara rasionalisme dan empirisme bertetantangan namun kedua aliran ini mampu
bekerja sama yang mana menghasilkan scientific
method (Metode ilmiah atau
proses ilmiah) dan dari hasil metode ini timbulah scientific knowledge (Pengetahuan Ilmiah).
Mengapa? Singkatnya pengetahuan sains hanyalah pengetahuan yang logis yang berdasarkan empiris.
Positivisme
berasal dari kata “positif”. Kata positif sama artinya dengan kata faktual,
yaitu apa yang berdasarkan fakta – fakta. Menurut positivisme, pengetahuan kita
tidak pernah boleh melebihi fakta – fakta. Dalam filsafat positivisme adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta
positif yang diluar fakta atau kenyataan yang dikesampingkan dalam pembicaraan
filsafat dan ilmu pengetahuan.[7]
Positivisme adalah aliran yang beranggapan bahwa pengetahuan itu semata – mata
berdasarkan pengalaman dan ilmu yang pasti. Perbedaan pengalaman manusia akan
menjadi perbedaan dalam menentukan kebenaran, yang mana pada metafisik
kebenaran bersifat abstrak.
Ajaran
positivisme timbul pada abad ke 19 dan termasuk jenis filsafat abad modern.
Kelahirannya hamper bersamaan dengan empirisme. Kesamaan diantara keduanya
antara lain bahwa keduanya mengutamakan
pengalaman. Perbedaanya hanyalah
positivisme membatasi diri pada pengalaman yang objektif, sedangkan empirisme
menerima juga pengalaman batiniah atau pengalaman yang subjektif.[8]
Jadi
pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang khas berdiri sendiri. Ia
hanya menyempurnakan empirisme dan rasionalisme yang bekerja sama. Dengan kata
lain, ia menyempurnakan metode ilmiah (scientific
method) dengan memasukkan perlunya eksperimen dan ukuran – ukuran. Jadi
pada dasarnya positivisme itu sama dengan rasionalisme dan empirisme yang menggunakan akalnya untuk berpikir dari
pengalaman-pengalaman.[9]
Idealisme
berasal dari kata idea yang berarti
sesuatu yang hadir dalam jiwa dan isme
yang berarti paham atau pemikiran. Sehingga
idealisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa hakikat dan fisik hanya dapat
dipahami dalam kebergantungannya pada jiwa (mind) dan spirit (roh). Keyakinan
ini ada pada Plato.[10]
Idealisme
mempunyai nama lain serba cita yang merupakan salah satu aliran filsafat
tradisional yang paling tua dan merupakan aliran ilmu filsafat yang
mengagungkan jiwa. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan –
angan yaitu dunia idea. Aliran ini
memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu
tetap dan tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak
tidak dikategorikan idea. Alasan terpenting dari aliran ini adalah manusia
menganggap roh atau sukma lebih berharga, lebih tinggi nilainya dari materi
dari kehidupan manusia. Roh itu dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya.
Sehingga materi hanyalah badannya, bayangan atau penjelmaannya saja.
Jadi secara umum, idealisme memandang
bahwa dunia ide dan gagasan merupakan hakikat dari realitas yang mana
pengetahuan dibentuk berdasarkan ide – ide yang abstrak dan mengedepankan akal
pikiran dan moral.
1.
John Locke (1632-1704)
Ia lahir tahun 1632 di Bristol
Inggris dan wafat tahun 1704 di Oates Inggris. Ia juga ahli politik, ilmu alam,
dan kedokteran. Pemikiran John termuat dalam tiga buku pentingnya yaitu essay concerning human understanding,
terbit tahun 1600; letters on tolerantion
terbit tahun 1689-1692; dan two treatises
on government, terbit tahun 1690. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap
aliran rasionalisme. Bila rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio,
maka menurut empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh melalui
panca indera. Dengan ungkapan singkat Locke:
Segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi
(otak). Otak tak lebih dari sehelai kertas yang masih putih, baru melalui
pengalamanlah kertas itu terisi. Dengan demikian dia menyamakan pengalaman
batiniah (yang bersumber dari akal budi) dengan pengalaman lahiriah (yang
bersumber dari empiri)
2.
David Hume (1711-1776)
Hume
adalah pelopor para empiris, yang percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang
dunia berasal dari indera. Menurut Hume, ada batasan-batasan yang tegas tentang
bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indra kita. Namun terlepas
dari berbagai kritik yang muncul, pemikiran Hume umumnya merupakan wujud
ekspresi dan sikap naturalism dan skeptismenya. Dia sesungguhnya telah berupaya
memberikan penjelasan tentang sifat dasar alamiah manusia, yang tidak dapat
diabsahkan oleh nalar.
1.
Descartes (1596-1650)
Descartes
dianggap sebagai bapak aliran filsafat modern. Ia merupakan filosof yang ajaran
filsafatnya sangat populer, karena pandangannya yang tidak pernah goyah,
tentang kebenaran tertinggi berada pada akal atau rasio manusia. Descartes
menjelaskan kebenaran melalui metode keragu-raguan. Dalam karyanya Anaxemens
Discourse on Methode ada 4 hal yang harus diperhatikan sebagai
berikut:
1)
Kebenaran baru dinyatakan sahih jika
benar-benar indrawi dan realitasnya telah jelas dan tegas (clearly and
distincictly), sehingga tidak ada keraguan apapun yang mampu merobohkannya.
2)
Pecahkanlah setiap kesulitan atau
masalah sampai sebanyak mungkin sehingga tidak ada keraguan apapun yang mampu
merobohkannya.
3)
Bimbinglah pikiran dengan teratur
(mulai dari yang sederhana atau mudah diketahui sampai hal yang paling sulit
atau kompleks).
4)
Pencarian dan pemeriksaan harus
dibuat dengan perhitungan yang sempurna serta mempertimbangkan secara
menyeluruh sehingga diperoleh keyakinan bahwa tidak ada satupun yang terabaikan
atau terlewatkan.
2.
Bruch de Spinoza (1632-1677)
Spinoza
memiliki pemikiran bahwa kebenaran itu berpusat pada pemikiran dan keluasan.
Pemikiran adalah jiwa, sedangkan keluasan adalah tubuh, yang ekstensinya
berbarengan antara jiwa dan tubuh pada setiap individu.[11]
Baruch
Spinoza atau Benedictus de Spinoza merupakan salah satu pengikut pemikiran
Descartes yang menjadikan substansi sebagai tema pokok dalam metafisika yang
sampai saat ini dikenal dengan mazhab rasionalisme. Spinoza menjawab
pertanyaan-pertannyaan kebenaran dengan tentang sesuatu, menggunakan metode
deduksi matematis yang meletakkan definisi aksioma, proposisi, kemudian
berulang membuat pembuktian atau menyimpulkan.
Seperti
Descartes, Spinoza juga mengatakan bahwa kebenaran itu terpusat pada pemikiran
dan keluasaan. Pemikiran adalah jiwa, sedangkan keluasaan adalah tubuh yang
eksistensinya berbarengan.
1.
Auguste Comte (1798-1857)
Filsafat
Positivisme diperkenalkan oleh Auguste Comte. Ia penganut empirisme. Ia
berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh pengetahuan,
tetapi harus dipertajam dengan alat
bantu dan diperkuat dengan eksperimen.
Menurut
Auguste Comte bahwa perkembangan pikiran manusia terdapat tiga tahapan yaitu
tahap teologis, tahap metafisis, dan tahap ilmiah atau positif.
1. Plato (477
-347 S.M)
Menurutnya,
cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di
antara gambaran asli dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca
indra. Dan pada dasarnya sesuatu itu dapat dipikirkan oleh akal, dan yang
berkaitan juga dengan ide atau gagasan. Mengenai kebenaran tertinggi, dengan
doktrin yang dikenal dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini
tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan.
Menurut Plato,
kebaikan merupakan hakikat tertinggi dalam mencari kebenaran. Tugas ide
adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja
yang telah mengetahui ide, manusia akan mengetahui jalan yang pasti,
sehingga dapat menggunakannya sebagai alat untuk mengukur, mengklarifikasikan
dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
2.
Fichte (1762-1814)
Johann
Gottlieb Fichte adalah filosof Jerman. Menurut Fichte, Manusia memandang objek benda-benda dengan indranya.
Dalam mengindra objek tersebut, manusia berusaha mengetahui yang dihadapinya.
Maka berjalanlah proses intelektualnya untuk membentuk dan mengabstraksikan
objek itu menjadi pengertian seperti yang dipikirkannya.
Hal tersebut bisa dicontohkan seperti, ketika kita
melihat sebuah meja dengan mata kita, maka secara tidak langsung akal (rasio)
kita bisa menangkap bahwa bentuk meja itu seperti yang kita lihat (bulat,
persegi panjang, dll). dengan adanya anggapan itulah akhirnya manusia bisa
mewujudkan dalam bentuk yang nyata.[12]
3.
Hegel (1770-1831)
Pusat
filsafat Hegel adalah konsep Geist (roh atau spirit). Idealisme Jerman memuncak
pada George Wilhelm Friedrich Hegel. Walaupun usianya lebih tua dibandingnkan
Schelling sudah menjadi folosif terkenal. Konsep filsafat Hegel seluruhnya
adalah historis dan relative. Karena juga dipengaruhi oleh pandangan –
pandangan antropologi dan sosial modern. Ia mengatakan bahwa yang benar adalah perubahan. Kunci
filsafat Hegel terletak pada pandanganya tentang sejarah.[13]
.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas bahwa aliran filsafat
ini berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Terutama aliran empirisme,
rasionalisme, positivisme dan idealisme. Aliran empirisme memandang bahwa
pengetahuan ini bukanlah ada pada kita, akan tetapi ada diluar pada diri kita.
Aliran rasionalisme memandang bahwa akal pikiran atau rasio adalah sebagai
dasar pengetahuan manusia. Aliran positivisme memandang bahwa pengetahuan ini
lebih memberi tekanan pada fakta, kepada bukti – bukti yang kongkrit ke sesuatu
yang diverifikasi. Sedangkan aliran idealisme memandang bahwa dunia ide dan
gagasan merupakan hakikat dari realitas yang mana pengetahuan dibentuk
berdasarkan ide – ide yang abstrak dan mengedepankan akal pikiran dan moral.
Tokoh – tokoh dalam aliran filsafat berbeda – beda.
Pada aliran empirisme tokohnya adalah John Locke dan David Hume yang mana
mereka mempunyai pemikiran untuk mendapat kebenaran maka harus diperoleh dari
pengalaman. Tokoh Rasionalisme adalah Descartes dan Spinoza yang mana pemikiran
dari tokoh ini adalah rasionalisme dapat diimplikasikan menggunakan kaidah –
kaidah logika yang bersifat pasti. Tokoh positivisme adalah Auguste Comte,
menurutnya positivisme kebenaran berdasarkan pengalaman aktualfisikal.
Terakhir, tokoh idealisme adalah Fitche dan Hegel, menurut mereka bahwa aliran
idealisme ini bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dengan kaitan roh
dan jiwa.
B.
Kritik dan Saran
Demikianlah
makalah tentang “Aliran-Aliran
Filsafat” yang telah kami paparkan. Kami
menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna maka dari itu kritik yang
membangun dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan. Harapan kami,
semoga makalah ini dapat memberi pengetahuan baru dan bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Hakim, Atang, Beni
Ahmad Saeban. 2008. Filsafat Umum dari
Metodologi sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia
Bagus, Lorens. 1997. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia.
Ghafur, Abd. 2007. Filsafat Ilmu. Malang: Kantor Jaminan
Mutu KJM UIN Malang.
Hadiwijono, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2.
Yogyakarta: Kanisius.
Ihsan, Fuad. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Petrus, Simon,
L.Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual.
Yogyakarta: Kanisius.
Tafsir, Ahmad. 2010. Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
[4] Atang Abdul Hakim, Beni
Ahmad Saebani, Filsafat Umum dari
Metodologi sampai Teofilosofi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 247
[5] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales
sampai Capra, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2013), hlm.
25
