Sabtu, 05 Oktober 2019

Awal Mula Kemunculan Teori Sosiologi dan Teori Ibnu Khaldun


AWAL MULA KEMUNCULAN TEORI SOSIOLOGI DAN MENGENAL TEORI IBNU KHALDUN

Dosen Pembimbing : Ahmad Karmizi, M.A.

Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok Teori-Teori Sosial







OLEH:

Muhammad Mauladi                      NIM : 11840114094
Windra Mansahriadi                       NIM : 11840112628

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
PRODI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2019/2020


KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah Teori-Teori Sosial dengan judul "Awal Mula Kemunculan Teori Sosiologi dan Mengenal Teori Ibnu Khaldun" tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.


Pekanbaru, 30 September 2019


Kelompok 1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1
A.    Latar Belakang.............................................................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah........................................................................................................ 1
C.    Tujuan............................................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................... 3
A.     PENGERTIAN TEORI................................................................................................ 3
B.      AWAL MULA KEMUNCULAN TEORI SOSIOLOGI........................................... 4
C.     BIOGRAFI SINGKAT IBNU KHALDUN................................................................ 6
D.     CORAK DAN SISTEM PEMIKIRAN IBNU KHALDUN
(REALISME YANG RELIGIOUS)............................................................................ 7
E.     MENGENAL TEORI-TEORI IBNU KHALDUN.................................................... 8
BAB III PENUTUP................................................................................................................. 21
A.    KESIMPULAN........................................................................................................... 21
B.     SARAN......................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... iv




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dunia yang mengalami perubahan memerlukan adanya cara dan usaha untuk mendefinisikan serta memaknainya. Dalam kehidupan sosial selalu muncul masalah sosial dan itu muncul karena social creation yang tercipta sebagai hasil dari pemikiran manusia dalam kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat, akibat langsung dari interaksi sosial dalam suatu keadaan tertentu dan konteks sosial-politik tertentu. Masalah sosial memerlukan cara untuk menjelaskannya, memerlukan metode untuk menemukan hukum-hukum dasar.
Dalam konteks perubahan dan kemunculan sejumlah masalah sosial dalam masyarakat dalam beragam isunya. Perubahan sosial yang berlangsung belakangan ini telah membentuk struktur sosial yang baru, membentuk relasi sosial yang baru, dan hubungan-hubungan sosial yang mencerminkan nilai-nilai yang berubah.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan teori?
2.      Bagaimana sejarah kemunculan teori sosiologi?
3.      Mengetahui siapa Ibnu Khaldun?
4.      Bagaimana sistem berfikir yang digunakan Ibnu Khaldun?
5.      Apa saja teori-teori berfikir dari Ibnu Khaldun?
C.     Tujuan
1.      Memahami defenisi dari teori baik itu secara bahasa maupun istilah.
2.      Memahami awal mula kemunculan dari teori sosiologi.
3.      Mengetahui biografi dari tokoh Ibnu Khaldun.
4.      Mengetahui kerangka berfikir yang digunakan tokoh Ibnu Khaldun.
5.      Memahami teori-teori yang di kemukakan oleh tokoh besar Ibnu Khaldun dalam kerangka berfikirnya.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN TEORI
a)      Secara Bahasa (Etimologi)
Teori, berasal dari kata “theoria” (bahasa latin) dan juga bahasa Yunani dengan kata yang sama atau theory dalam bahasa Inggris. Theoria merupakan kata benda yang secara harfiah memiliki pengertian: perenungan, spekulasi (pengandaian), atau visi, juga berdasarkan pemahaman lebih jauh terhadap kata kerjanya “theorien” yang berarti: memperhatikan, mengamati, atau melihat.[1]
Pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi, penyelidikan, eksperimen, yang mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pasti, logika, metodologi, dan argumentasi.[2] Teori adalah dalil, ajaran atau paham, pandangan tentang sesuatu berdasarkan kekuatan akal (rasio), patokan dasar atau garis-garis dasar sains dan ilmu pengetahuan, pedoman praktek.[3]
b)      Secara Istilah (Terminologi)
Teori menurut para ahli,
1.      Teori merupakan ide atau prinsip-prinsip umum yang berhubungan dengan fakta-fakta pada pokok persoalan. (Merriam-Webster).
2.      Teori adalah sebuah sistem konsep yang abstrak dan hubungan-hubungan konsep tersebut membantu seseorang untuk memahami sebuah fenomena atau kejadian. (Lettlejhon & Karen Foss).[4]

B.     AWAL MULA KEMUNCULAN TEORI SOSIOLOGI
Seorang filosof barat yang untuk pertama kalinya menelaah masyarakat secara sistematis adalah Plato (429-347 S.M), Seorang filosof romawi. Sebetulnya plato bermaksud untuk merumuskan suatu teori tentang bentuk Negara yang bercita-citakan, yang organisasinya didasarkan pada pengamatan yang kritis terhadap sistem-sistem sosial yang ada pada zamannya. Plato menyatakan, bahwa masyarakat sebenarnya merupakan refleksi dari manusia perorangan. Intelegensia merupakan unsur pengendali, sehingga suatu Negara juga merupakan refleksi dari ketiga unsur yang berimbang atau serasi tadi.
Pengertian politik dipergunakannya dalam arti luas, yakni mencangkup juga masalah-masalah ekonomi dan sosial sebagaimana halnya dengan plato, maka perhatiannya terhadap biologi menyebabkan dia mengadakan suatu analogi antara masyarakat dengan organism biologis dari manusia. Disamping itu aristoteles menggaris bawahi kenyataan, bahwa basis masyarakat adalah moral (etika dalam arti yang sempit).
Pada akhir abad pertengahan muncullah ahli filsafat arab Ibnu. Khaldun (1332-1406), yang mengemukakan beberapa prinsip, prinsip yang kokoh, untuk menafsirkan kejadian-kejadian sosial dan peristiwa-peristiwa dalam sejarah. Prinsip-prinsip yang sama akan dapat dijumpai, bila ingin mengadakan analisa terhadap timbul dan tenggelamnya Negara-negara. Faktor yang menyebabkan bersatunya manusia didalam suku-suku, clean, Negara, dan sebagainya, adalah rasa solidaritas. Faktor itulah yang menyebabkan adanya ikatan dan usaha-usaha atau kegiatan-kegiatan bersama antara manusia, pada zaman renainsance (1200-1600), tercatat nama-nama seperti Thomas More dengan Utopia-nya dan Campanella yang menulis City of the Sun. mereka masih sangat terpengaruh, oleh gagasan-gagasan terhadap adanya masyarakat-masyarakat yang ideal.
Untuk pertama kalinya politik dipisahkan dari moral, sehingga terjadi suatu pendekatan yang mekanis terhadap masyarakat. Abad ke-17 ditandai dengan munculnya tulisan Hobbes (1588-1679) yang berjudul The Leviathan, yang ditandai dengan inspirasi-inspirasi dari hukum alam, fisika dan matematika, dia beranggapan, bahwa dalam keadaan alamiah, kehidupan manusia didasarkan pada keinginan yang mekanis, sehingga manusia selalu saling berkelahi.
Dapatlah dikatakan, bahwa alam pikiran ke abad 17 tadi ditandai oleh anggapan-anggapan, bahwa lembaga-lembaga permasyarakatan terikat pada hubungan-hubungan yang tetap. Pada abad ke-18 muncullah antara lain ajaran john locke (1632-1704) dan J.J. Rousseau (1712-1778) yang masih berpegang pada konsep kontrak sosial dari Hobbes. Menurut Locke, manusia pada dasarnya mempunyai hak asasi yang berupa hak untuk hidup, kebebasan dan hak atas harta benda. Rousseau antara lain berpendapat, bahwa kontak antara pemerintah dengan yang diperintah, menyebabkan tumbuhnya suatu kolektivitas yang mempunyai keinginan-keinginan sendiri, yaitu keinginan umum. Keinginan umum tadi adalah berbeda dengan keinginan masing-masing individu.
Pada awal abad ke-19 antara lain muncul ajaran-ajaran dari sains simon (1760-1825) yang terutama menyatakan, bahwa manusia hendaknya dipelajari dalam kehidupan berkelompok. Ilmu politik merupakan suatu ilmu yang positif. Artinya, maslah-masalah dalam ilmu politik hendaknya dianalisa dengan metode-metode yang lazim dipakai terhadap gejala-gejala lain.
Sosiologi statis memusatkan perhatian pada hukum-hukum statis, yang menjadi dasar dari adanya masyarakat. Cita-cita dasar yang menjadi latar belakang dari sosiolgi statis adalah, bahwa semua gejala sosial saling berkaitan, yang berarti bahwa adalah percuma untuk mempelajari salah satu gejala sosial secara tersendiri. Sosiologi dinamis merupakan teori tentang perkembangan, dalam arti banggunan. Ilmu pengetahuan ini menggamabarkan cara-cara pokok dalam mana perkembangan manusia terjadi, dari tingkat intelleigensia yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Dengan demikian, maka dinamika menyangkut masyasrakat untuk menunjukan adanya perkembangan.[5]

C.     BIOGRAFI SINGKAT IBNU KHALDUN
Ibnu khaldun adalah seorang filsuf sejarah yang berbakat dan cendekiawan terbesar pada zamannya, salah seorang pemikir terkemuka yang pernah dilahirkan. Beliau adalah seorang pendiri ilmu pengetahuan sosiologi yang secara khas membedakan cara memperlakukan sejarah sebagai ilmu serta memberikan alasan-alasan untuk mendukung kejadian-kejadian yang nyata.[6]
Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah Abu Zayd ‘Abd Al-Rahman Ibnu Muhammad Ibnu Khaldun al-Hadrami. Beliau dilahirkan di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 H. / 27 Mei 1332 M, wafat 19 Maret 1406/808H. Beliau dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Alqur’an sejak usia dini, selain itu beliau juga membahas tentang pendidikan islam. Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah(Pendahuluan).[7]

D.    CORAK DAN SISTEM PEMIKIRAN IBNU KHALDUN (REALISME YANG RELIGIOUS)
Pola pemikiran intelrektual sebelum Ibnu khaldun, telah menyadarkan sikap kritis Ibnu Khaldun untuk bisa menjelaskan realitas sosial politik. Perbedaan mendasar dari pemikiranya dapat di lihat dari konteks memahami fenomena kemasyarakatan yang nuansanya realis, bermaksud mengungkap fenomena dengan apa adanya. Ibnu Khaldun tidak berpegang dan menciptakan nilai normative sistem kekuasaan, melainkan meletakan sistem sosial politik berjalan sesuai dengan watak alamiyahnya.
Ibnu Khaldun memang seorang realis, tetapi tidak mengesampingkan sesuatu yang religius. Apa yang harus terjadi sama benarnya dengan dengan yang terjadi, masing – masing harus di tempatkan pada posisi yang sebenarnya. Ibnu Khaldun menolak pemikiran – pemikiran konvesional, yang cenderung mencampur adukan keduanya. Ibnu Khaldun menyerang sejarawan seperti menulis Al-Hadist.
Para penulis Al-Hadits selalu menyibukkan diri dengan mempertanyakan apakah nabi benar–benar mengucapkan suatu hadits tertentu. Metode Al-Hadits tidak bisa di gunakan dalam penulisan sejarah. Sejarah berhubungan dengan masa lalu dan untuk mempelajarinya perlu memahami hukum–hukum sosial yang berlaku pada masyarakat.
Realisme Ibnu Khaldun di samping bersumber realitas pengalaman empiris, lalu membangung suatu teori, hukum, premis atas fakta–fakta yang di lihatnya, Ibnu Khaldun berupaya mendialokkan dengan teks–teks Al–Qur’an dan Al-Hadits. Dalam seluruh pembicaraannya di Muqqodimah, selalu menghubungkan dasar argumentasi dengan teks al–Qur’an dan Hadits, sekaligus memberi interprestasirtas teks–teks tersebut.[8] 

E.     MENGENAL TEORI-TEORI IBNU KHALDUN
1.      Teori Tentang Ekonomi dalam pandangan Ibnu Khaldun.
Ibnu Khaldun membahas aneka ragam masalah ekonomi yang luas, termasuk ajaran tentang tata nilai, pembagian kerja, sistem harga, hukum penawaran dan permintaan, konsumsi dan produksi, uang, pembentukan modal, pertumbuhan penduduk, makro ekonomi dari pajak dan pengeluaran publik, daur perdagangan, pertanian, indusrtri dan perdagangan, hak milik dan kemakmuran, dan sebagainya. Ia juga membahas berbagai tahapan yang dilewati masyarakat dalam perkembangan ekonominya. Kita juga menemukan paham dasar yang menjelma dalam kurva penawaran tenaga kerja yang kemiringannya berjenjang mundur.
Ibnu Khaldun telah menemukan sejumlah besar ide dan pemikiran ekonomi fundamental, beberapa abad sebelum kelahiran resminya (di Eropa). Ia menemukan keutamaan dan kebutuhan suatu pembagian kerja sebelum ditemukan Smith dan prinsip tentang nilai kerja sebelum Ricardo. Ia telah mengolah suatu teori tentang kependudukan sebelum Malthus dan mendesak akan peranan negara di dalam perekonomian sebelum Keynes. Bahkan lebih dari itu, Ibnu Khaldun telah menggunakan konsepsi-konsepsi ini untuk membangun suatu sistem dinamis yang mudah dipahami dimana mekanisme ekonomi telah mengarahkan kegiatan ekonomi kepada fluktuasi jangka panjang.[9]
Menurut Ibnu Khaldun, seorang individu tidak akan dapat memenuhi seluruh kebutuhan ekonominya seorang diri, melainkan mereka harus bekerjasama dengan pembagian kerja dan spesialisasi. Apa yang dapat dipenuhi melalui kerjasama yang saling menguntungkan jauh lebih besar daripada apa yang dicapai oleh individu-individu secara sendirian. Dalam teori modern, pendapat ini mirip dengan teori comparative advantage.
Menurut Spegler, pemikiran ekonomi Ibnu Khaldun sangat penting tidak saja karena telah banyak mendahului pemikiran ekonom barat, tetapi karena ia memiliki penguasaan ilmu pengetahuan yang luas dan mendalam sehingga mampu menulis pemikiran ekonomi dalam perspektif yang lengkap.[10]

2.      Teori Tentang Produksi dalam pandangan Ibnu Khaldun.
Dalam pemikiran ekonominya Ibnu Khaldun menegaskan bahwa kekayaan suatu Negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang di suatu Negara, tetapi ditentukan oleh tingkat produksi Negara tersebut dan neraca pembayaran yang positif (konsekuensi alamiah dari tingkat produksi yang tinggi). Bisa saja suatu Negara mencetak uang sebanyak-banyaknya, tetapi bila hal itu bukan merupakan refleksi pesatnya pertumbuhan sektor produksi, uang yang melimpah itu tidak ada nilainya. Sektor produksilah yang menjadi motor pembangunan, menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan pekerja dan menimbulkan permintaan atas faktor produksi lainnya.
Bagi Ibnu khaldun produksi adalah aktivitas manusia yang diorganisasikan secara sosial dan internasional.[11]

3.      Teori Tentang Eksistensi Distribusi Optimum dalam pandangan Ibnu Khaldun.
Harga suatu produk terdiri dari tiga unsur: gaji, laba, dan pajak. Gaji adalah imbal jasa bagi produser, laba adalah imbal jasa bagi pedagang, dan pajak adalah imbal jasa bagi pegawai negeri dan penguasa.[12]
Besarnya ketiga jenis pendapatan ini ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran. Menurut Ibnu Khaldun pendapatan ini memiliki nilai optimum.
a)      Gaji
Bila gaji terlalu rendah, pasar akan lesu dan produksi tidak mengalami peningkatan. Jika gaji terlalu tinggi, akan terjadi tekanan inflasi dan produsen kehilangan minat untuk bekerja.
pekerja, pengrajin dan para professional menjadi sombong.”
b)      Laba
Laba adalah selisih antara harga jual dengan harga beli yang diperoleh oleh pedagang. Namun selisih ini bergantung pada hukum permintaan dan penawaran, yang menentukan harga beli melalui gaji dan menentukan harga jual melalui pasar.
Bagi Ibnu Khaldun perdagangan adalah “Membeli dengan harga murah dan menjual dengan harga mahal.”
Jika laba sangat rendah, pedagang terpaksa melikuidasi saham-sahamnya dan tidak dapat memperbaruinya karena tidak ada modal. Jika laba terlalu tinggi, para pedagang akan melikuidasi saham-sahammnya pula dan tidak dapat memperbaruinya karena tekanan inflasi.
c)      Pajak  
Pajak bervariasi menurut kekayaan penguasa dan penduduknya. Karenanya, jumlah pajak ditentukan oleh permintaan dan penawaran terhadap produk, yang pada gilirannya menentukan pendapatan penduduk dan kesiapannya untuk membayar.
Jika pajak terlalu rendah, pemerintah tidak dapat menjalani fungsinya:
pemilik harta dan kekayaan yang berlimpah dalam peradaban tertentu memerlukan kekuatan protektif untuk membelanya.”
Jika pajak terlalu tinggi, tekanan fiskal menjadi terlalu kuat, sehingga laba para pedagang dan produsen menurun dan hilanglah insentif mereka untuk bekerja:
Oleh karena itu, Ibnu Khaldun membagi pendapatan nasional menjadi tiga kategori: gaji, laba dan pajak, dengan masing-masing kategori ini memiliki tingkat optimum. Namun demiikian, tingkat optimum ini tidak dapat terjadi dalam jangka panjang, dan siklus aktivitas ekonomi harus terjadi.[13]

4.      Teori Tentang Siklus Populasi dalam pandangan Ibnu Khaldun.
Produksi ditentukan oleh populasi. Semakin banyak populasi, semakin banyak produksinya. Demikian pula, semakin besar populasi semakin besar permintaannya terhadap pasar dan semakin besar produksinya.
Namun populasi sendiri ditentukan oleh produksi. Semakin besar produksi, semakin benyak permintaan terhadap tenaga kerja dipasar. Hal ini menyebabkan semakin tinggi gajinya, semakin banyak pekerja yang berminat untuk masuk ke lapangan tersebut, dan semakin besar kenaikan populasinya. Akibatnya, terhadap suatu proses kumulatif dari pertumbuhan populasi dan produksi, pertumbuhan ekonomi menentukan pertumbuhan populasi dan sebaliknya.
Bagi Ibnu Khaldun, produksi bergantung kepada penawaran dan permintaan terhadap produk. Namun penawaran sendiri tergantung kepada jumlah produsen dan hasratnya untuk bekerja, demikian juga permintaan tergantung pada jumlah pembeli dan hasrat mereka untuk membeli.
Variabel penentu bagi produksi adalah populasi serta pendapatan dan belanja Negara, keuangan publik.

5.      Teori Tentang Pengeluaran Pemerintah dalam pandangan Ibnu Khaldun.
Negara juga merupakan faktor produksi yang penting. Dengan pengeluarannya, Negara meningkatkan produksi, dan dengan pajaknya Negara membuat produksi menjadi lesu.
Bagi Ibnu Khaldun, sisi pengeluaran keuangan publik sangatlah penting. Pada satu sisi, sebagian dari pengeluaran ini penting bagi aktivitas ekonomi. Tanpa infrastruktur yang disiapkan oleh Negara, mustahil terjadi populasi yang besar. Tanpa ketertiban dan kestabilan politik, produsen tidak memiliki insentif untuk berproduksi.
Oleh karenanya, semakin banyak yang dibelanjakan oleh pemerintah, semakin baik akibatnya bagi perekonomian.

6.      Teori Tentang Perpajakan dalam pandangan Ibnu Khaldun.
Uang yang dibelanjakan oleh pemerintah berasal dari penduduk melalui pajak. Pemerintah dapat meningkatkan pengeluarannya hanya jika pemerintah menaikkan pajaknya, tapi tekanan fiskal yang terlalu tinggi akan melemahkan semangat kerja orang. Akibatnya, timbul siklus fiskal. Pemerintah harus menasionalisasi perusahaan-perusahaan, karena produsen tidak memiliki insentif laba untuk menjalankannya.
Jadi bagi Ibnu Khaldun, terdapat optimum fiskal tapi juga mekanisme yang tidak dapat dibalik, yang memaksa pemerintah untuk membelanjakan lebih banyak dan memungut lebih banyak pajak, yang menimbulkan siklus produksi. Dengan demikian, Ibnu Khaldun menguraikan sebuah teori dinamik yang berdasarkan hukum populasi dan hukum keuangan publik. Menurut hukum yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, suatu negeri tidak dapat tidak harus melalui siklus-siklus perkembangan ekonomi dan depresi.

7.      Teori Tentang Produksi dan Pembagian Kerja dalam pandangan Ibnu Khaldun.
Ibnu Khaldun melihat secara mendasar yang membedakan kedua jenis masyarakat adalah peradaban dan proses produksi serta dalam pembagian kerja dalam masyarakat. Tipologi yang direfleksikan oleh masyarakat badawa adalah tipologi masyarakat yang identik denagn pertanian dan cocok-tanam, sementara masyarakat hadharah merefleksikan peradaban kota yang pola produksi dan pembagian kerjanya berdasarkan keahlian.
1)      Proses produksi masyarakat
2)      Teori nilai dalam proses produksi
3)      Pembagian kerja.

8.      Teori tentang Membangun Paradigma Peradaban Masyarakat (Al-Umrân) dalam Pandangan Ibnu Khaldun.
Ibnu Khaldun menyatakan bahwa ilmu ini merupakan kumpulan dari segala ilmu pengetahuan, termasuk di antaranya ilmu sosiologi.[14] Al-Umrân mempunyai makna luas, meliputi seluruh aspek aktifitas kemanusiaan, di antaranya frame geografi peradaban, perekonomian, sosial, politik, dan ilmu pengetahuan.
Maksud dari al-umrân dalam kerangka pemikiran Ibnu Khaldun adalah ilmu metodologi umum yang membahas tentang dasar-dasar peradaban, dan dengannya, tercapai puncak peradaban bumi.[15]
Secara natural, menurut Ibnu Khaldun, manusia membutuhkan interaksi dalam menumbuhkan peradaban, karena menurutnya manusia secara tabiat adalah makhluk sosial. Oleh karena itu, manusia harus berkumpul, karena hal ini merupakan karakteristik kesosialannya. Hal seperti ini mengandung makna esensial dari sebuah peradaban. Pertemuan sangat urgen bagi kehidupan manusia. Tanpa pertemuan, keberadaannya tidak sempurna. Tuhan berkeinginan memakmurkan bumi ini oleh mereka semua dan memberikan khilafahnya hanyalah kepada mereka.[16]

Ibnu Khaldun terkenal dengan teorinya, “tingkat keberadaan kekayaan” bisa menentukan kelas sosial. Dalam hal ini, ia berkata; …kemudian kekayaan itu terbagi-bagi di masyarakat, dan membentuk tingkat kedudukan sosialnya. Kelas paling tinggi adalah kedudukan raja, tidak ada yang tinggi lagi yang bisa memberikan sesuatu kepada manusia lainnya. Sedangkan kelas bawahan adalah dari orang yang tidak mempunyai apa-apa di kalangan yang sejenisnya, serta di antara kalangan yang berbeda-beda kelasnya.
Kemudian ia menghubungkan sifat kebaikan dengan kefakiran. Menurutnya bahwa kita banyak menemukan dari orang-orang yang selalu berbuat senang-senang dengan kemewahan dan kemuliaan, tetapi tidak mencapai pada tingkat kebahagiaan, melainkan mereka mencari-cari lahan kehidupan pada pekerjaannya, sehingga mereka pun menjadi fakir dan miskin.[17]

9.      Teori Tentang Memandang Masyarakat dalam Pandangan Ibnu Khaldun.
Dalam konteks sosiologi, Ibnu Khaldun membagi masyarakat menjadi tiga tingkatan: pertama, masyarakat primitif (wahsy), dimana mereka belum mengenal peradaban, hidup berpindah-pindah dan hidup secara liar. Kedua, masyarakat pedesaan, hidup menetap walaupun masih sederhana. Mata pencaharian mereka dari pertanian dan peternakan. Dalam kelas ekonomi mereka dibagi menjadi tiga, yaitu: petani, penggembala sapi dan kambing serta penggembala unta. Sedangkan yang ketiga, masyarakat kota. Masyarakat ini menurutnya sebagai masyarakat berperadaban, di mana mata pencahariannya dari perdagangan dan perindustrian. Tingkat ekonomi dan kebudayaan cukup tinggi, mampu mencukupi kebutuhannya bukan hanya kebutuhan pokok, melainkan juga kebutuhan sekunder dan mewah.[18]

10.  Teori Perkembangan Negara dalam Pandangan Ibnu Khaldun.
Negara menurut Ibnu Khaldun adalah suatu makhluk yang lahir, mekar, menjadi tua dan akhirnya hancur. Jadi Negara mempunyai umur yang sama dengan makhluk-makhluk yang lain. Ibnu Khaldun berpendapat bahwa umur suatu negara adalah tiga generasi, sekitar 120 tahun, dimana satu generasi dihitung umur yang biasa bagi seseorang, yaitu 40 tahun. Tiga generasi tersebut adalah:[19]
a)      Generasi Pertama: Hidup dalam keadaan primitif yang keras, jauh dari kemewahan dan kehidupan kota. Masih tinggal di pedesaan dan padang pasir.
b)      Generasi Kedua: Berhasil meraih kekuasaan dan mendirikan negara, sehingga inipun beralih dari kehidupan primitif yang keras ke kehidupan kota yang penuh dengan kemewahan.
c)      Generasi Ketiga: Negara mengalami kehancuran, sebab generasi ini tenggelam dalam kemewahan, penakut dan kehilangan makna kehormatan, keperwiraan dan keberanian.

11.  Teori Politik dalam Pandangan Ibnu Khaldun.
Ibnu Khaldun mempunyai keyakinan bahwa kekuasaan harus ada dalam masyarakat, untuk menjaga eksistensinya dan mengatur sistem interaksi muamalah antar mereka. Dalam konsepnya, kekuasaan harus didasari oleh ‘ashabiyah (solidaritas), di mana sekelompok masyarakat yang mempunyai kesepakatan untuk mendirikan kekuasaan mempunyai komitmen yang sama. ‘Ashabiyah ini bukan hanya karena pertalian darah, tetapi bisa dengan perjanjian, kesamaan nasib dan latar belakang. Hanya saja, memang harus diakui bahwa garis nasab (keturunan) sangat menentukan dalam regenerasi kekuasaan. Terjadinya kudeta dari sistem khilafah ke sistem kerajaan setelah Ali (Khulafaurrasyidin), membuat Ibnu Khaldun semakin yakin tentang signifikansi konsep ‘ashabiyahnya ini.[20]
Menurut Ibnu Khaldun “Political is quite important in human life and its distinguish the human being to animal” artinya, “Politik sangat penting dalam kehidupan manusia dan membedakan antara manusia dengan hewan” yang dimaksudkan disini adalah politik merupakan mekanisme yang mengajarkan manusia untuk mencapai keselamatan dunia dan akhirat. Dalam politik, manusia dituntut harus berusaha keras untuk mempertahakan dirinya dari serangan orang luar, dan itu merupakan jihad.

12.  Teori Pendidikan dalam Pandangan Ibnu Khaldun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 4 faktor pendidikan yang ditawarkan Ibnu Khaldun yakni tujuan, pendidik, peserta didik, metode pengajaran dan materi pendidikan. Semua komponen pendidikan tersebut sesuai dengan konsep pemikiran para ahli pendidikan sekarang. Namun, ada beberapa pemikiran beliau yang berbeda dengan para ahli pendidikan yakni tentang tujuan pendidikan.
Disini pemikiran Ibnu Khaldun lebih kepada realistis. Bahwa pendidikan bukan hanya untuk mengangkat derajat manusia. Namun, agar manusia mampu memperoleh penghasilan dan menghasilkan industri-indutri untuk eksistensi hidup manusia selanjutnya. Selain itu, pemikiran beliau tentang jangan berhenti terlalu lama dalam proses belajar, belum ditemukan dalam teori para ahli pendidikan masa sekarang. Serta hal-hal yang menghambat proses pendidikan belumlah berlaku pada masa sekarang yakni tentang banyaknya buku dan banyaknya ringkasan. Konsep pemikiran Ibnu Khaldun juga sangat relevan dengan konsep pendidikan masa sekarang, dan sangat cocok untuk diterapkan dalam kegiatan belajar dimana pun.
 Keunikan pemikiran Ibnu Khaldun bila dibandingkan dengan ahli pendidikan pada masanya bahwa apakah prestasi dan keberhasilan dalam pembelajaran - hingga kini masih diperdebatkan- ditentukan oleh bawaan atau kemampuan hasil belajar, dan Ibnu Khaldun tampaknya cenderung pada pendapat terakhir yaitu hasil kemampuan.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Suatu teori pada hakikatnya merupakan antara dua fakta atau lebih atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut merupakan sesuatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris. Oleh sebab itu, dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu teori merupakan hubungan antara dua variable atau lebih, yang telah diuji kebenarannya.
Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah Abu Zayd ‘Abd Al-Rahman Ibnu Muhammad Ibnu Khaldun al-Hadrami. Beliau dilahirkan di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 H. / 27 Mei 1332 M, wafat 19 Maret 1406/808H. Beliau dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Alqur’an sejak usia dini, selain itu beliau juga membahas tentang pendidikan islam. Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah(Pendahuluan).
Ibnu khaldun adalah seorang filsuf sejarah yang berbakat dan cendekiawan terbesar pada zamannya, salah seorang pemikir terkemuka yang pernah dilahirkan. Beliau adalah seorang pendiri ilmu pengetahuan sosiologi yang secara khas membedakan cara memperlakukan sejarah sebagai ilmu serta memberikan alasan-alasan untuk mendukung kejadian-kejadian yang nyata.
Ada banyak teori-teori yang di kemukakan oleh tokoh besar Ibnu Khaldun, diantaranya:
1.      Teori Tentang Ekonomi dalam pandangan Ibnu Khaldun.
2.      Teori Tentang Produksi dalam pandangan Ibnu Khaldun.
3.      Teori Tentang Eksistensi Distribusi Optimum dalam pandangan Ibnu Khaldun.
4.      Teori Tentang Siklus Populasi dalam pandangan Ibnu Khaldun.
5.      Teori Tentang Pengeluaran Pemerintah dalam pandangan Ibnu Khaldun.
6.      Teori Tentang Perpajakan dalam pandangan Ibnu Khaldun.
7.      Teori Tentang Produksi dan Pembagian Kerja dalam pandangan Ibnu Khaldun.
8.      Teori tentang Membangun Paradigma Peradaban Masyarakat (Al-Umrân) dalam Pandangan Ibnu Khaldun.
9.      Teori Tentang Memandang Masyarakat dalam Pandangan Ibnu Khaldun.
10.  Teori Perkembangan Negara dalam Pandangan Ibnu Khaldun.
11.  Teori Politik dalam Pandangan Ibnu Khaldun.
12.  Teori Pendidikan dalam Pandangan Ibnu Khaldun.

B.     Kritik dan Saran
Demikianlah makalah tentang “Awal Mula Kemunculan Teori Sosiologi dan Mengenal Teori Ibnu Khaldun” yang telah Kami paparkan. Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna maka dari itu kritik yang membangun dari pembaca sangat Kami harapkan untuk perbaikan. Harapan Kami, semoga makalah ini dapat memberi pengetahuan baru dan bermanfaat bagi kita semua.



DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahmân Ibnu Khaldun al-Maghriby, (1995). Muqaddimah, Dâr al-Qalam,
Beirut Libanon, cet ke-5, 1983.
Adiwarman A. Karim, (2004). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Hafidz Hasyim, (2012). Watak Peradaban dalam Epistemologi Ibnu Khaldun,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hendri Anto, Pengantar Ekonomi Mikro Islami, Yogyakarta: Ekonisia
Huky Wilo, (1986). Pengantar Sosiologi, Surabaya: PT. Usaha Nasional.
Jamil Ahmad, (2003), Seratus Muslim Terkemuka, Pustaka Firdaus
Misbâh al-آmily, Ibnu Khaldun; (1988). Wa Tawaffuq al-Fikr al-Araby ‘Ala al-Fikr
al-Yûnâny bi Iktisyâfihi Haqâiq al-Falsafah, (Ad-Dâr al-Jamâhîriyyah li an-
Nasyr wa at-Tauzî’ wa al-I’lân, cet I.
Muhammad ‘آbid al-Jâbiry, (1995). Naqd al-Aql al-Araby III; al-Aql as-Syiyasi al-
Araby, Muhaddadâtuhu wa Tajliyatuhu, Markaz Dirâsât al-Wihdah al-
Arabiyyah, Beirut, cet III.
Zainab al-Khudhairi, Filsafat Sejarah Ibnu Khaldun, Pustaka: Bandung.


[1] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 26.
[2] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahsa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, hlm. 1177.
[3] Alex, MA, Kamus Ilmiah Populer Kontemporer, (Politik, Ekonomi, Hukum, Sosial, Budaya, Agama) Referensi Intelektual, Surabaya: Karya Harapan, 2005, hlm. 633-634.
[4] Opcit, hlm. 27.
[5] Huky Wilo, Pengantar Sosiologi, (Surabaya, PT. Usaha Nasional, 1986), hlm. 21-30.
[6] Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, Pustaka firdaus, 2003, hlm. 503.
[7] http://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_khaldun (Diakses di Pekanbaru, Pukul 0:59 WIB 30/09/2019)
[8] Hafidz Hasyim, Watak Peradaban dalam Epistemologi Ibnu Khaldun, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 77-80.
[10] Hendri Anto, Pengantar Ekonomi Mikro Islami, Yogyakarta, Ekonisia, hlm. 77-78.
[11] Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 358-364.
[12] Ibid, hlm. 367-371.
[14] Misbâh al-آmily, Ibnu Khaldun; Wa Tawaffuq al-Fikr al-Araby ‘Ala al-Fikr al-Yûnâny bi Iktisyâfihi Haqâiq al-Falsafah, (Ad-Dâr al-Jamâhîriyyah li an-Nasyr wa at-Tauzî’ wa al-I’lân, cet I, 1988). hlm. 318.
[15] Ibid., hlm. 311-317.
[16] Abdurrahmân Ibnu Khaldun al-Maghriby, Muqaddimah, Dâr al-Qalam, Beirut Libanon, cet ke-5, 1983, hlm. 41-43.
[17] Ibid., hlm. 390-391.
[18] Ibid., hlm.120.
[19] Zainab al-Khudhairi, Filsafat Sejarah Ibnu Khaldun, Pustaka Bandung, 1995, hlm. 168.
[20] Muhammad ‘آbid al-Jâbiry, Naqd al-Aql al-Araby III; al-Aql as-Syiyasi al-Araby, Muhaddadâtuhu wa Tajliyatuhu, Markaz Dirâsât al-Wihdah al-Arabiyyah, Beirut, cet III, 1995, hlm. 256.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar