AWAL MULA KEMUNCULAN TEORI SOSIOLOGI DAN
MENGENAL TEORI IBNU KHALDUN
Dosen Pembimbing : Ahmad Karmizi, M.A.
Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok
Teori-Teori Sosial
OLEH:
Muhammad Mauladi NIM : 11840114094
Windra Mansahriadi NIM
: 11840112628
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
PRODI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2019/2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan
penyusunan makalah Teori-Teori Sosial dengan judul "Awal Mula Kemunculan
Teori Sosiologi dan Mengenal Teori Ibnu Khaldun" tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu
tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh
karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para
pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini
dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para
pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah
selanjutnya.
Pekanbaru, 30 September 2019
Kelompok 1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1
A. Latar
Belakang.............................................................................................................. 1
B. Rumusan
Masalah........................................................................................................ 1
C. Tujuan............................................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................... 3
A. PENGERTIAN
TEORI................................................................................................ 3
B. AWAL MULA KEMUNCULAN TEORI SOSIOLOGI........................................... 4
C. BIOGRAFI SINGKAT IBNU KHALDUN................................................................ 6
D. CORAK DAN SISTEM PEMIKIRAN IBNU KHALDUN
(REALISME YANG RELIGIOUS)............................................................................ 7
E. MENGENAL TEORI-TEORI IBNU KHALDUN.................................................... 8
BAB III PENUTUP................................................................................................................. 21
A. KESIMPULAN........................................................................................................... 21
B. SARAN......................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... iv
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dunia yang mengalami perubahan memerlukan adanya cara dan
usaha untuk mendefinisikan serta memaknainya. Dalam kehidupan sosial selalu
muncul masalah sosial dan itu muncul karena social creation yang tercipta
sebagai hasil dari pemikiran manusia dalam kebudayaan yang terdapat dalam suatu
masyarakat, akibat langsung dari interaksi sosial dalam suatu keadaan tertentu
dan konteks sosial-politik tertentu. Masalah sosial memerlukan cara untuk
menjelaskannya, memerlukan metode untuk menemukan hukum-hukum dasar.
Dalam konteks perubahan dan kemunculan sejumlah masalah
sosial dalam masyarakat dalam beragam isunya. Perubahan sosial yang berlangsung
belakangan ini telah membentuk struktur sosial yang baru, membentuk relasi
sosial yang baru, dan hubungan-hubungan sosial yang mencerminkan nilai-nilai
yang berubah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan teori?
2.
Bagaimana sejarah kemunculan teori sosiologi?
3.
Mengetahui siapa Ibnu Khaldun?
4.
Bagaimana sistem berfikir yang digunakan Ibnu Khaldun?
5.
Apa saja teori-teori berfikir dari Ibnu Khaldun?
C.
Tujuan
1. Memahami defenisi dari teori baik itu secara bahasa
maupun istilah.
2. Memahami awal mula kemunculan dari teori sosiologi.
3. Mengetahui biografi dari tokoh Ibnu Khaldun.
4. Mengetahui kerangka berfikir yang digunakan tokoh Ibnu
Khaldun.
5. Memahami teori-teori yang di kemukakan oleh tokoh besar
Ibnu Khaldun dalam kerangka berfikirnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN TEORI
a)
Secara Bahasa (Etimologi)
Teori, berasal dari kata “theoria” (bahasa latin) dan juga bahasa
Yunani dengan kata yang sama atau theory dalam bahasa Inggris. Theoria
merupakan kata benda yang secara harfiah memiliki pengertian: perenungan,
spekulasi (pengandaian), atau visi, juga berdasarkan pemahaman lebih jauh
terhadap kata kerjanya “theorien” yang berarti: memperhatikan,
mengamati, atau melihat.[1]
Pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data
dan argumentasi, penyelidikan, eksperimen, yang mampu menghasilkan fakta
berdasarkan ilmu pasti, logika, metodologi, dan argumentasi.[2]
Teori adalah dalil, ajaran atau paham, pandangan tentang sesuatu berdasarkan
kekuatan akal (rasio), patokan dasar atau garis-garis dasar sains dan ilmu
pengetahuan, pedoman praktek.[3]
b) Secara Istilah (Terminologi)
Teori menurut para ahli,
1.
Teori merupakan ide atau prinsip-prinsip umum yang berhubungan dengan
fakta-fakta pada pokok persoalan. (Merriam-Webster).
2.
Teori adalah sebuah sistem konsep yang abstrak dan hubungan-hubungan konsep
tersebut membantu seseorang untuk memahami sebuah fenomena atau kejadian. (Lettlejhon
& Karen Foss).[4]
B. AWAL MULA KEMUNCULAN TEORI SOSIOLOGI
Seorang filosof
barat yang untuk pertama kalinya menelaah masyarakat secara sistematis adalah
Plato (429-347 S.M), Seorang filosof romawi. Sebetulnya plato bermaksud untuk
merumuskan suatu teori tentang bentuk Negara yang bercita-citakan, yang
organisasinya didasarkan pada pengamatan yang kritis terhadap sistem-sistem
sosial yang ada pada zamannya. Plato menyatakan, bahwa masyarakat sebenarnya
merupakan refleksi dari manusia perorangan. Intelegensia merupakan unsur
pengendali, sehingga
suatu Negara juga merupakan refleksi dari ketiga unsur yang berimbang atau
serasi tadi.
Pengertian
politik dipergunakannya dalam arti luas, yakni mencangkup juga masalah-masalah
ekonomi dan sosial sebagaimana halnya dengan plato, maka perhatiannya terhadap
biologi menyebabkan dia mengadakan suatu analogi antara masyarakat dengan
organism biologis dari manusia. Disamping itu aristoteles menggaris bawahi
kenyataan, bahwa basis masyarakat adalah moral (etika dalam arti yang sempit).
Pada akhir abad
pertengahan muncullah ahli filsafat arab Ibnu. Khaldun (1332-1406), yang
mengemukakan beberapa prinsip, prinsip yang kokoh, untuk menafsirkan
kejadian-kejadian sosial dan peristiwa-peristiwa dalam sejarah. Prinsip-prinsip
yang sama akan dapat dijumpai, bila ingin mengadakan analisa terhadap timbul
dan tenggelamnya Negara-negara. Faktor yang menyebabkan bersatunya manusia
didalam suku-suku, clean, Negara, dan sebagainya, adalah rasa solidaritas.
Faktor itulah yang menyebabkan adanya ikatan dan usaha-usaha atau
kegiatan-kegiatan bersama antara manusia, pada zaman renainsance (1200-1600),
tercatat nama-nama seperti Thomas More dengan Utopia-nya dan Campanella yang
menulis City of the Sun. mereka masih sangat terpengaruh, oleh gagasan-gagasan
terhadap adanya masyarakat-masyarakat yang ideal.
Untuk pertama
kalinya politik dipisahkan dari moral, sehingga terjadi suatu pendekatan yang
mekanis terhadap masyarakat. Abad ke-17 ditandai dengan munculnya tulisan
Hobbes (1588-1679) yang berjudul The Leviathan, yang ditandai
dengan inspirasi-inspirasi dari hukum alam, fisika dan matematika, dia
beranggapan, bahwa dalam keadaan alamiah, kehidupan manusia didasarkan pada
keinginan yang mekanis, sehingga manusia selalu saling berkelahi.
Dapatlah
dikatakan, bahwa alam pikiran ke abad 17 tadi ditandai oleh anggapan-anggapan,
bahwa lembaga-lembaga permasyarakatan terikat pada hubungan-hubungan yang
tetap. Pada abad ke-18 muncullah antara lain ajaran john locke (1632-1704) dan
J.J. Rousseau (1712-1778) yang masih berpegang pada konsep kontrak sosial dari
Hobbes. Menurut Locke, manusia pada dasarnya mempunyai hak asasi yang berupa
hak untuk hidup, kebebasan dan hak atas harta benda. Rousseau antara lain
berpendapat, bahwa kontak antara pemerintah dengan yang diperintah, menyebabkan
tumbuhnya suatu kolektivitas yang mempunyai keinginan-keinginan sendiri, yaitu
keinginan umum. Keinginan umum tadi adalah berbeda dengan keinginan
masing-masing individu.
Pada awal abad
ke-19 antara lain muncul ajaran-ajaran dari sains simon (1760-1825) yang
terutama menyatakan, bahwa manusia hendaknya dipelajari dalam kehidupan
berkelompok. Ilmu politik merupakan suatu ilmu yang positif. Artinya,
maslah-masalah dalam ilmu politik hendaknya dianalisa dengan metode-metode yang
lazim dipakai terhadap gejala-gejala lain.
Sosiologi
statis memusatkan perhatian pada hukum-hukum statis, yang menjadi dasar dari
adanya masyarakat. Cita-cita dasar yang menjadi latar belakang dari sosiolgi
statis adalah, bahwa semua gejala sosial saling berkaitan, yang berarti bahwa
adalah percuma untuk mempelajari salah satu gejala sosial secara tersendiri. Sosiologi dinamis merupakan teori tentang perkembangan, dalam arti
banggunan. Ilmu pengetahuan ini menggamabarkan cara-cara pokok dalam mana
perkembangan manusia terjadi, dari tingkat intelleigensia yang rendah ke
tingkat yang lebih tinggi. Dengan demikian, maka dinamika menyangkut
masyasrakat untuk menunjukan adanya perkembangan.[5]
C.
BIOGRAFI SINGKAT IBNU KHALDUN
Ibnu khaldun adalah seorang filsuf sejarah
yang berbakat dan cendekiawan terbesar pada zamannya, salah seorang pemikir
terkemuka yang pernah dilahirkan. Beliau adalah seorang pendiri ilmu
pengetahuan sosiologi yang secara khas membedakan cara memperlakukan sejarah
sebagai ilmu serta memberikan alasan-alasan untuk mendukung kejadian-kejadian
yang nyata.[6]
Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah Abu Zayd
‘Abd Al-Rahman
Ibnu Muhammad Ibnu Khaldun al-Hadrami. Beliau dilahirkan di Tunisia pada 1
Ramadhan 732 H. / 27 Mei 1332 M, wafat 19 Maret 1406/808H. Beliau
dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Alqur’an sejak
usia dini, selain itu beliau juga membahas tentang pendidikan islam. Karyanya
yang terkenal adalah Muqaddimah(Pendahuluan).[7]
D.
CORAK DAN SISTEM
PEMIKIRAN IBNU KHALDUN (REALISME YANG RELIGIOUS)
Pola pemikiran
intelrektual sebelum Ibnu khaldun, telah menyadarkan sikap kritis Ibnu Khaldun
untuk bisa menjelaskan realitas sosial politik. Perbedaan mendasar dari
pemikiranya dapat di lihat dari konteks memahami fenomena kemasyarakatan yang
nuansanya realis, bermaksud mengungkap fenomena dengan apa adanya. Ibnu Khaldun
tidak berpegang dan menciptakan nilai normative sistem kekuasaan, melainkan
meletakan sistem sosial politik berjalan sesuai dengan watak alamiyahnya.
Ibnu Khaldun
memang seorang realis, tetapi tidak mengesampingkan sesuatu yang religius. Apa
yang harus terjadi sama benarnya dengan dengan yang terjadi, masing – masing
harus di tempatkan pada posisi yang sebenarnya. Ibnu Khaldun menolak pemikiran
– pemikiran konvesional, yang cenderung mencampur adukan keduanya. Ibnu Khaldun
menyerang sejarawan seperti menulis Al-Hadist.
Para penulis Al-Hadits selalu
menyibukkan diri dengan mempertanyakan apakah nabi benar–benar mengucapkan
suatu hadits tertentu. Metode Al-Hadits tidak
bisa di gunakan dalam penulisan sejarah. Sejarah berhubungan dengan masa lalu dan untuk
mempelajarinya perlu memahami hukum–hukum sosial yang berlaku pada masyarakat.
Realisme Ibnu
Khaldun di samping bersumber realitas pengalaman empiris, lalu membangung suatu
teori, hukum, premis atas fakta–fakta yang di lihatnya, Ibnu Khaldun berupaya
mendialokkan dengan teks–teks Al–Qur’an dan Al-Hadits. Dalam
seluruh pembicaraannya di Muqqodimah, selalu menghubungkan dasar argumentasi
dengan teks al–Qur’an dan Hadits, sekaligus memberi interprestasirtas teks–teks
tersebut.[8]
E. MENGENAL TEORI-TEORI IBNU KHALDUN
1. Teori Tentang Ekonomi dalam
pandangan Ibnu Khaldun.
Ibnu Khaldun membahas aneka ragam masalah ekonomi yang luas, termasuk
ajaran tentang tata nilai, pembagian kerja, sistem harga, hukum penawaran dan
permintaan, konsumsi dan produksi, uang, pembentukan modal, pertumbuhan
penduduk, makro ekonomi dari pajak dan pengeluaran publik, daur perdagangan,
pertanian, indusrtri dan perdagangan, hak milik dan kemakmuran, dan sebagainya.
Ia juga membahas berbagai tahapan yang dilewati masyarakat dalam perkembangan
ekonominya. Kita juga menemukan paham dasar yang menjelma dalam kurva penawaran
tenaga kerja yang kemiringannya berjenjang mundur.
Ibnu Khaldun telah menemukan sejumlah besar ide dan pemikiran ekonomi
fundamental, beberapa abad sebelum kelahiran resminya (di Eropa). Ia menemukan
keutamaan dan kebutuhan suatu pembagian kerja sebelum ditemukan Smith dan
prinsip tentang nilai kerja sebelum Ricardo. Ia telah mengolah suatu teori
tentang kependudukan sebelum Malthus dan mendesak akan peranan negara di dalam
perekonomian sebelum Keynes. Bahkan lebih dari itu, Ibnu Khaldun telah
menggunakan konsepsi-konsepsi ini untuk membangun suatu sistem dinamis yang
mudah dipahami dimana mekanisme ekonomi telah mengarahkan kegiatan ekonomi
kepada fluktuasi jangka panjang.[9]
Menurut Ibnu Khaldun, seorang individu tidak akan dapat memenuhi seluruh
kebutuhan ekonominya seorang diri, melainkan mereka harus bekerjasama dengan
pembagian kerja dan spesialisasi. Apa yang dapat dipenuhi melalui kerjasama
yang saling menguntungkan jauh lebih besar daripada apa yang dicapai oleh
individu-individu secara sendirian. Dalam teori modern, pendapat ini mirip
dengan teori comparative advantage.
Menurut Spegler, pemikiran ekonomi Ibnu Khaldun sangat penting tidak saja
karena telah banyak mendahului pemikiran ekonom barat, tetapi karena ia
memiliki penguasaan ilmu pengetahuan yang luas dan mendalam sehingga mampu
menulis pemikiran ekonomi dalam perspektif yang lengkap.[10]
2.
Teori Tentang Produksi dalam pandangan Ibnu
Khaldun.
Dalam pemikiran ekonominya Ibnu Khaldun menegaskan bahwa kekayaan suatu
Negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang di suatu Negara, tetapi ditentukan
oleh tingkat produksi Negara tersebut dan neraca pembayaran yang positif
(konsekuensi alamiah dari tingkat produksi yang tinggi). Bisa saja suatu Negara
mencetak uang sebanyak-banyaknya, tetapi bila hal itu bukan merupakan refleksi
pesatnya pertumbuhan sektor produksi, uang yang melimpah itu tidak ada
nilainya. Sektor
produksilah yang menjadi motor pembangunan, menyerap tenaga kerja, meningkatkan
pendapatan pekerja dan menimbulkan permintaan atas faktor produksi lainnya.
Bagi Ibnu khaldun
produksi adalah aktivitas manusia yang diorganisasikan secara sosial dan
internasional.[11]
3.
Teori Tentang Eksistensi Distribusi
Optimum dalam pandangan Ibnu Khaldun.
Harga
suatu produk terdiri dari tiga unsur: gaji, laba, dan pajak. Gaji adalah imbal
jasa bagi produser, laba adalah imbal jasa bagi pedagang, dan pajak adalah
imbal jasa bagi pegawai negeri dan penguasa.[12]
Besarnya ketiga
jenis pendapatan ini ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran. Menurut Ibnu
Khaldun pendapatan ini memiliki nilai optimum.
a)
Gaji
Bila gaji
terlalu rendah, pasar akan lesu dan produksi tidak mengalami peningkatan. Jika
gaji terlalu tinggi, akan terjadi tekanan inflasi dan produsen kehilangan minat
untuk bekerja.
“pekerja,
pengrajin dan para professional menjadi sombong.”
b)
Laba
Laba adalah
selisih antara harga jual dengan harga beli yang diperoleh oleh pedagang. Namun
selisih ini bergantung pada hukum permintaan dan penawaran, yang menentukan
harga beli melalui gaji dan menentukan harga jual melalui pasar.
Bagi Ibnu
Khaldun perdagangan adalah “Membeli dengan harga murah dan menjual
dengan harga mahal.”
Jika laba
sangat rendah, pedagang terpaksa melikuidasi saham-sahamnya dan tidak dapat
memperbaruinya karena tidak ada modal. Jika laba terlalu tinggi, para pedagang
akan melikuidasi saham-sahammnya pula dan tidak dapat memperbaruinya karena
tekanan inflasi.
c)
Pajak
Pajak
bervariasi menurut kekayaan penguasa dan penduduknya. Karenanya, jumlah
pajak ditentukan oleh permintaan dan penawaran terhadap produk, yang
pada gilirannya menentukan pendapatan penduduk dan kesiapannya untuk membayar.
Jika pajak
terlalu rendah, pemerintah tidak dapat menjalani fungsinya:
“pemilik harta
dan kekayaan yang berlimpah dalam peradaban tertentu
memerlukan kekuatan protektif untuk membelanya.”
Jika pajak
terlalu tinggi, tekanan fiskal menjadi terlalu kuat, sehingga laba para
pedagang dan produsen menurun dan hilanglah insentif mereka untuk bekerja:
Oleh karena
itu, Ibnu Khaldun membagi pendapatan nasional menjadi tiga kategori: gaji, laba
dan pajak, dengan masing-masing kategori ini memiliki tingkat optimum. Namun
demiikian, tingkat optimum ini tidak dapat terjadi dalam jangka panjang, dan
siklus aktivitas ekonomi harus terjadi.[13]
4.
Teori Tentang Siklus Populasi dalam pandangan
Ibnu Khaldun.
Produksi
ditentukan oleh populasi. Semakin banyak populasi, semakin banyak produksinya.
Demikian pula, semakin besar populasi semakin besar permintaannya terhadap
pasar dan semakin besar produksinya.
Namun populasi
sendiri ditentukan oleh produksi. Semakin besar produksi, semakin benyak permintaan
terhadap tenaga kerja dipasar. Hal ini menyebabkan semakin tinggi gajinya,
semakin banyak pekerja yang berminat untuk masuk ke lapangan tersebut, dan
semakin besar kenaikan populasinya. Akibatnya, terhadap suatu proses kumulatif
dari pertumbuhan populasi dan produksi, pertumbuhan ekonomi menentukan
pertumbuhan populasi dan sebaliknya.
Bagi Ibnu
Khaldun, produksi bergantung kepada penawaran dan permintaan terhadap produk.
Namun penawaran sendiri tergantung kepada jumlah produsen dan hasratnya untuk
bekerja, demikian juga permintaan tergantung pada jumlah pembeli dan hasrat
mereka untuk membeli.
Variabel
penentu bagi produksi adalah populasi serta pendapatan dan belanja Negara,
keuangan publik.
5.
Teori Tentang Pengeluaran Pemerintah dalam pandangan Ibnu Khaldun.
Negara juga
merupakan faktor produksi yang penting. Dengan pengeluarannya, Negara
meningkatkan produksi, dan dengan pajaknya Negara membuat produksi menjadi
lesu.
Bagi Ibnu
Khaldun, sisi pengeluaran keuangan publik sangatlah penting. Pada satu sisi,
sebagian dari pengeluaran ini penting bagi aktivitas ekonomi. Tanpa
infrastruktur yang disiapkan oleh Negara, mustahil terjadi populasi yang besar.
Tanpa ketertiban dan kestabilan politik, produsen tidak memiliki insentif untuk
berproduksi.
Oleh karenanya,
semakin banyak yang dibelanjakan oleh pemerintah, semakin baik akibatnya bagi
perekonomian.
6. Teori Tentang Perpajakan dalam pandangan
Ibnu Khaldun.
Uang yang
dibelanjakan oleh pemerintah berasal dari penduduk melalui pajak. Pemerintah
dapat meningkatkan pengeluarannya hanya jika pemerintah menaikkan pajaknya,
tapi tekanan fiskal yang terlalu tinggi akan melemahkan semangat kerja orang.
Akibatnya, timbul siklus fiskal. Pemerintah harus menasionalisasi
perusahaan-perusahaan, karena produsen tidak memiliki insentif laba untuk
menjalankannya.
Jadi bagi Ibnu Khaldun, terdapat optimum fiskal tapi juga mekanisme yang
tidak dapat dibalik, yang memaksa pemerintah untuk membelanjakan lebih banyak
dan memungut lebih banyak pajak, yang menimbulkan siklus produksi. Dengan
demikian, Ibnu Khaldun menguraikan sebuah teori dinamik yang berdasarkan hukum
populasi dan hukum keuangan publik. Menurut hukum yang tidak bisa ditawar-tawar
lagi, suatu negeri tidak dapat tidak harus melalui
siklus-siklus perkembangan ekonomi dan depresi.
7. Teori Tentang Produksi dan
Pembagian Kerja dalam pandangan Ibnu Khaldun.
Ibnu
Khaldun melihat secara mendasar yang membedakan kedua jenis masyarakat adalah peradaban
dan proses produksi serta dalam pembagian kerja dalam masyarakat. Tipologi yang
direfleksikan oleh masyarakat badawa adalah tipologi
masyarakat yang identik denagn pertanian dan cocok-tanam, sementara
masyarakat hadharah merefleksikan peradaban kota yang pola
produksi dan pembagian kerjanya berdasarkan keahlian.
1) Proses produksi masyarakat
2)
Teori
nilai dalam proses produksi
3)
Pembagian kerja.
8.
Teori tentang Membangun Paradigma
Peradaban Masyarakat (Al-Umrân)
dalam Pandangan Ibnu Khaldun.
Ibnu
Khaldun menyatakan bahwa ilmu ini merupakan kumpulan dari segala ilmu
pengetahuan, termasuk di antaranya ilmu sosiologi.[14]
Al-Umrân mempunyai makna luas,
meliputi seluruh aspek aktifitas kemanusiaan, di antaranya frame geografi peradaban, perekonomian, sosial, politik, dan ilmu
pengetahuan.
Maksud
dari al-umrân dalam kerangka
pemikiran Ibnu Khaldun adalah ilmu metodologi umum yang membahas tentang
dasar-dasar peradaban, dan dengannya, tercapai puncak peradaban bumi.[15]
Secara natural, menurut Ibnu Khaldun, manusia
membutuhkan interaksi dalam menumbuhkan peradaban, karena menurutnya manusia
secara tabiat adalah makhluk sosial. Oleh karena itu, manusia harus berkumpul,
karena hal ini merupakan karakteristik kesosialannya. Hal seperti ini
mengandung makna esensial dari sebuah peradaban. Pertemuan sangat urgen bagi
kehidupan manusia. Tanpa pertemuan, keberadaannya tidak sempurna. Tuhan berkeinginan
memakmurkan bumi ini oleh mereka semua dan memberikan khilafahnya hanyalah
kepada mereka.[16]
Ibnu Khaldun terkenal dengan teorinya, “tingkat
keberadaan kekayaan”
bisa menentukan kelas sosial. Dalam hal ini, ia berkata; …kemudian kekayaan itu terbagi-bagi di masyarakat, dan membentuk tingkat kedudukan sosialnya.
Kelas paling tinggi adalah kedudukan raja, tidak ada yang tinggi lagi yang bisa
memberikan sesuatu kepada manusia lainnya. Sedangkan kelas bawahan adalah dari
orang yang tidak mempunyai apa-apa di kalangan yang sejenisnya, serta di antara
kalangan yang berbeda-beda kelasnya.
Kemudian ia menghubungkan sifat kebaikan dengan
kefakiran. Menurutnya bahwa kita banyak menemukan dari orang-orang yang selalu
berbuat senang-senang dengan kemewahan dan kemuliaan, tetapi tidak mencapai
pada tingkat kebahagiaan, melainkan mereka mencari-cari lahan kehidupan pada
pekerjaannya, sehingga mereka pun menjadi fakir dan miskin.[17]
9.
Teori Tentang Memandang Masyarakat dalam Pandangan Ibnu Khaldun.
Dalam konteks sosiologi, Ibnu Khaldun membagi masyarakat menjadi tiga
tingkatan: pertama, masyarakat
primitif (wahsy), dimana
mereka belum mengenal peradaban, hidup berpindah-pindah dan hidup secara liar. Kedua, masyarakat pedesaan, hidup menetap walaupun masih
sederhana. Mata pencaharian mereka dari pertanian dan peternakan. Dalam kelas
ekonomi mereka dibagi menjadi tiga, yaitu: petani, penggembala sapi dan kambing
serta penggembala unta. Sedangkan yang ketiga,
masyarakat kota. Masyarakat ini menurutnya sebagai masyarakat berperadaban, di
mana mata pencahariannya dari perdagangan dan
perindustrian. Tingkat ekonomi dan kebudayaan cukup tinggi, mampu mencukupi
kebutuhannya bukan hanya kebutuhan pokok, melainkan juga kebutuhan sekunder dan
mewah.[18]
10. Teori Perkembangan Negara dalam Pandangan Ibnu
Khaldun.
Negara menurut Ibnu
Khaldun adalah suatu makhluk yang lahir, mekar, menjadi tua dan akhirnya
hancur. Jadi Negara mempunyai umur yang sama dengan makhluk-makhluk yang lain. Ibnu
Khaldun berpendapat bahwa umur suatu negara adalah tiga generasi, sekitar 120
tahun, dimana satu generasi dihitung umur yang biasa bagi seseorang, yaitu 40
tahun. Tiga generasi tersebut adalah:[19]
a) Generasi Pertama: Hidup dalam
keadaan primitif yang keras, jauh
dari kemewahan dan kehidupan kota. Masih tinggal di pedesaan dan padang pasir.
b) Generasi Kedua: Berhasil meraih
kekuasaan dan mendirikan negara,
sehingga inipun beralih dari kehidupan primitif yang keras ke kehidupan kota
yang penuh dengan kemewahan.
c) Generasi Ketiga: Negara mengalami
kehancuran, sebab generasi ini
tenggelam dalam kemewahan, penakut dan kehilangan makna kehormatan, keperwiraan
dan keberanian.
11. Teori Politik dalam Pandangan Ibnu Khaldun.
Ibnu Khaldun
mempunyai keyakinan bahwa kekuasaan harus ada dalam masyarakat, untuk menjaga
eksistensinya dan mengatur sistem interaksi muamalah antar mereka. Dalam
konsepnya, kekuasaan harus didasari oleh ‘ashabiyah
(solidaritas), di mana sekelompok masyarakat yang mempunyai kesepakatan untuk
mendirikan kekuasaan mempunyai komitmen yang sama. ‘Ashabiyah ini bukan hanya karena pertalian darah, tetapi bisa dengan perjanjian, kesamaan nasib dan
latar belakang. Hanya saja, memang harus diakui bahwa garis nasab (keturunan)
sangat menentukan dalam regenerasi kekuasaan. Terjadinya kudeta dari sistem
khilafah ke sistem kerajaan setelah Ali (Khulafaurrasyidin), membuat Ibnu
Khaldun semakin yakin tentang signifikansi konsep ‘ashabiyahnya ini.[20]
Menurut Ibnu Khaldun “Political is
quite important in human life and its distinguish the human being to
animal” artinya, “Politik sangat
penting dalam kehidupan manusia dan membedakan antara manusia dengan
hewan” yang dimaksudkan disini adalah politik merupakan mekanisme yang
mengajarkan manusia untuk mencapai keselamatan dunia dan akhirat. Dalam
politik, manusia dituntut harus berusaha keras untuk mempertahakan dirinya dari
serangan orang luar, dan itu merupakan jihad.
12. Teori Pendidikan dalam Pandangan Ibnu Khaldun.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat 4 faktor pendidikan yang ditawarkan Ibnu
Khaldun yakni tujuan, pendidik, peserta didik, metode pengajaran dan materi
pendidikan. Semua komponen pendidikan tersebut sesuai dengan konsep pemikiran
para ahli pendidikan sekarang. Namun, ada beberapa pemikiran beliau yang
berbeda dengan para ahli pendidikan yakni tentang tujuan pendidikan.
Disini
pemikiran Ibnu Khaldun lebih kepada realistis. Bahwa pendidikan bukan hanya
untuk mengangkat derajat manusia. Namun, agar manusia mampu memperoleh
penghasilan dan menghasilkan industri-indutri untuk eksistensi hidup manusia
selanjutnya. Selain itu, pemikiran beliau tentang jangan berhenti terlalu lama
dalam proses belajar, belum ditemukan dalam teori para ahli pendidikan masa
sekarang. Serta hal-hal yang menghambat proses pendidikan belumlah berlaku pada
masa sekarang yakni tentang banyaknya buku dan banyaknya ringkasan. Konsep
pemikiran Ibnu Khaldun juga sangat relevan dengan konsep pendidikan masa
sekarang, dan sangat cocok untuk diterapkan dalam kegiatan belajar dimana pun.
Keunikan
pemikiran Ibnu Khaldun bila dibandingkan dengan ahli pendidikan pada masanya
bahwa apakah prestasi dan keberhasilan dalam pembelajaran - hingga kini masih
diperdebatkan- ditentukan oleh bawaan atau kemampuan hasil belajar, dan Ibnu
Khaldun tampaknya cenderung pada pendapat terakhir yaitu hasil kemampuan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Suatu teori pada hakikatnya merupakan
antara dua fakta atau lebih atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu.
Fakta tersebut merupakan sesuatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat
diuji secara empiris. Oleh sebab itu, dalam bentuknya yang paling sederhana,
suatu teori merupakan hubungan antara dua variable atau lebih, yang telah diuji
kebenarannya.
Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah Abu Zayd
‘Abd Al-Rahman
Ibnu Muhammad Ibnu Khaldun al-Hadrami. Beliau dilahirkan di Tunisia pada 1
Ramadhan 732 H. / 27 Mei 1332 M, wafat 19 Maret 1406/808H. Beliau
dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Alqur’an sejak
usia dini, selain itu beliau juga membahas tentang pendidikan islam. Karyanya
yang terkenal adalah Muqaddimah(Pendahuluan).
Ibnu khaldun adalah seorang filsuf sejarah
yang berbakat dan cendekiawan terbesar pada zamannya, salah seorang pemikir
terkemuka yang pernah dilahirkan. Beliau adalah seorang pendiri ilmu
pengetahuan sosiologi yang secara khas membedakan cara memperlakukan sejarah
sebagai ilmu serta memberikan alasan-alasan untuk mendukung kejadian-kejadian
yang nyata.
Ada banyak teori-teori
yang di kemukakan oleh tokoh besar Ibnu Khaldun, diantaranya:
1. Teori Tentang Ekonomi dalam pandangan
Ibnu Khaldun.
2. Teori Tentang Produksi dalam pandangan
Ibnu Khaldun.
3. Teori Tentang Eksistensi Distribusi Optimum
dalam pandangan Ibnu Khaldun.
4. Teori Tentang Siklus Populasi dalam
pandangan Ibnu Khaldun.
5. Teori Tentang Pengeluaran Pemerintah
dalam pandangan Ibnu Khaldun.
6. Teori Tentang Perpajakan dalam pandangan
Ibnu Khaldun.
7. Teori Tentang Produksi dan
Pembagian Kerja dalam pandangan Ibnu Khaldun.
8. Teori tentang Membangun Paradigma Peradaban Masyarakat
(Al-Umrân) dalam
Pandangan Ibnu Khaldun.
9. Teori Tentang Memandang Masyarakat dalam Pandangan Ibnu
Khaldun.
10. Teori Perkembangan Negara dalam Pandangan Ibnu
Khaldun.
11. Teori Politik dalam Pandangan Ibnu Khaldun.
12. Teori Pendidikan dalam Pandangan Ibnu Khaldun.
B. Kritik dan Saran
Demikianlah makalah tentang “Awal Mula Kemunculan Teori Sosiologi dan Mengenal
Teori Ibnu Khaldun”
yang telah Kami paparkan. Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna
maka dari itu kritik yang membangun dari pembaca sangat Kami harapkan untuk
perbaikan. Harapan Kami, semoga makalah ini dapat memberi pengetahuan baru dan
bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahmân Ibnu Khaldun al-Maghriby, (1995). Muqaddimah, Dâr al-Qalam,
Beirut Libanon, cet ke-5, 1983.
Adiwarman A. Karim, (2004). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT Raja
Grafindo
Persada.
Hafidz Hasyim, (2012). Watak Peradaban dalam Epistemologi
Ibnu Khaldun,
Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Hendri Anto, Pengantar
Ekonomi Mikro Islami, Yogyakarta: Ekonisia
Huky Wilo, (1986). Pengantar
Sosiologi, Surabaya: PT. Usaha Nasional.
Jamil Ahmad, (2003), Seratus
Muslim Terkemuka,
Pustaka Firdaus
Misbâh al-آmily, Ibnu Khaldun;
(1988). Wa Tawaffuq al-Fikr al-Araby
‘Ala al-Fikr
al-Yûnâny bi Iktisyâfihi Haqâiq al-Falsafah, (Ad-Dâr al-Jamâhîriyyah li an-
Nasyr wa at-Tauzî’ wa al-I’lân, cet I.
Muhammad ‘آbid al-Jâbiry, (1995). Naqd al-Aql al-Araby III; al-Aql as-Syiyasi al-
Araby, Muhaddadâtuhu
wa Tajliyatuhu, Markaz Dirâsât al-Wihdah
al-
Arabiyyah, Beirut, cet III.
Zainab al-Khudhairi, Filsafat Sejarah
Ibnu Khaldun, Pustaka: Bandung.
[1] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2006, hlm. 26.
[2] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahsa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 2005, hlm. 1177.
[3] Alex, MA, Kamus Ilmiah Populer Kontemporer, (Politik, Ekonomi, Hukum,
Sosial, Budaya, Agama) Referensi Intelektual, Surabaya: Karya Harapan,
2005, hlm. 633-634.
[8] Hafidz Hasyim, Watak Peradaban
dalam Epistemologi Ibnu Khaldun, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 77-80.
[9] http://gabunganmakalah.blogspot.com/2013/05/normal-0-false-false-false-in-x-none-ar.html (Diakses di Pekanbaru, Pukul 1:40 WIB 30/09/2019)
[11] Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 358-364.
[13] http://lilikhunaina.blogspot.com/2016/11/sejarah-pemikiran-ibnu-khaldun.html (Diakses di Pekanbaru, Pukul 1:15 WIB 30/09/2019)
[14] Misbâh al-آmily, Ibnu Khaldun; Wa Tawaffuq
al-Fikr al-Araby ‘Ala al-Fikr
al-Yûnâny bi Iktisyâfihi Haqâiq al-Falsafah, (Ad-Dâr al-Jamâhîriyyah
li an-Nasyr wa at-Tauzî’ wa al-I’lân,
cet I, 1988). hlm. 318.
[16] Abdurrahmân Ibnu Khaldun al-Maghriby, Muqaddimah,
Dâr al-Qalam, Beirut Libanon, cet ke-5, 1983, hlm. 41-43.
[20] Muhammad ‘آbid al-Jâbiry, Naqd al-Aql al-Araby
III; al-Aql as-Syiyasi al-Araby, Muhaddadâtuhu wa Tajliyatuhu, Markaz
Dirâsât al-Wihdah al-Arabiyyah, Beirut, cet III, 1995, hlm. 256.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar