Minggu, 27 Oktober 2019

Makalah Ilmu Kepenudukan - Aglomerasi dan Disparitas Wilayah


AGLOMERASI DAN DISPARITAS WILAYAH

Dosen Pembimbing : Zulhafizh, M.Pd.

Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok Ilmu Kependudukan






OLEH:

Muhammad Mauladi                      NIM : 11840114094
Nisa Lidesbesd                                 NIM : 11840124060

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
PRODI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2019/2020


KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah Ilmu Kependudukan dengan judul "Aglomerasi Dan Disparitas Wilayah" tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.


Pekanbaru, 14 Oktober 2019


Kelompok 6
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1
A.    Latar Belakang.............................................................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah........................................................................................................ 2
C.    Tujuan............................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................... 3
A.     AGLOMERASI............................................................................................................. 3
B.      DISPARITAS (KETIMPANGAN).............................................................................. 4
C.     ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN
ANTAR DAERAH........................................................................................................ 6
D.     ESENSI PERENCANAAN PERKOTAAN................................................................ 8
E.     KONSEP INDUSTRIALISASI, REGIONAL, DAN BIROKRASI....................... 10
BAB III PENUTUP................................................................................................................. 17
A.    KESIMPULAN........................................................................................................... 17
B.     SARAN......................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... iv




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. Marpaung dalam Mujiono menyebutkan bahwa kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri.
Menurut Montgomery teori aglomerasi adalah konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan karena penghematan akibat lokasi yang berdekatan (economies of proximity) yang diasosiasikan dengan kluster spasial dari perusahaan, para pekerja dan konsumen.
Teori lokasi adalah Ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki lokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial serta hubungan-nya dengan atau pengaruh-nya terhadap keberadaan berbagai macam usaha / kegiatan lain, baik ekonomi maupun sosial.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dibutuhkan suatu analisis mengenai konsep dasar teori aglomerasi dan lokasi dalam menentukan kawasan industri, dimana dengan adanya konsep dasar tersebut  dapat menjadi prinsip dalam pemilihan aglomerasi dan lokasi yang terbaik dan menguntungkan secara ekonomi bagi industri itu sendiri.

B.     Rumusan Masalah
1)      Apa yang dimaksud dengan aglomerasi?
2)      Apa yang dimaksud dengan disparitas?
3)      Bagaimana analisis ketimpangan pembangunan antar daerah?
4)      Bagaimana esensi perencanaan perkotaan?
5)      Bagaimana konsep dari industrialisasi, regional, dan birokrasi terhadap daerah?

C.     Tujuan
1)      Memahami apa definisi dari aglomerasi.
2)      Memahami apa definisi dari disparitas.
3)      Memahami analisis ketimpangan pembangunan antar daerah.
4)      Mengetahui bagaimana perancangan sebuah kota.
5)      Mengatahui konsep dari industrialisasi, regional, dan birokrasi terhadap daerah.





BAB II
PEMBAHASAN
A.    AGLOMERASI
Aglomerasi adalah gabungan, kumpulan dua atau lebih pesat kegiatan, tempat pengelompokan berbagai macam kegiatan dalam satu lokasi atau kawasan tertentu. Pemusatan industri dapat terjadi pada suatu tempat terkonsentrasinya beberapa faktor yang dibutuhkan dalam kegiatan industri. Misalnya bahan mentah, energi, tenaga kerja, pasar, kemudahan dalam perizinan, pajak yang relatif murah, dan penanggulangan limbah merupakan pendukung aglomerasi industri. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, penyebab terjadinya aglomerasi industri antara lain:
1)      Terkonsentrasinya beberapa faktor produksi yang dibutuhkan pada suatu  lokasi;
2)      Kesamaan lokasi usaha yang didasarkan pada salah satu faktor produksi tertentu;
3)      Adanya wilayah pusat pertumbuhan industri yang disesuaikan dengan tata ruang dan fungsi wilayah;
4)      Adanya kesamaan kebutuhan sarana, prasarana, dan bidang pelayanan industri lainnya yang lengkap;
5)      Adanya kerja sama dan saling membutuhkan dalam menghasilkan suatu produk. Tujuan dibentuknya suatu kawasan industri (aglomerasi yang disengaja), antara lain untuk mempercepat pertumbuhan industri, memberikan kemudahan bagi kegiatan industri, mendorong kegiatan industri agar terpusat dan berlokasi di kawasan tersebut, dan menyediakan fasilitas lokasi industri yang berwawasan lingkungan. Misalnya: beberapa kawasan industri di Indonesia, antara lain Medan, Cilegon (Banten), Pulogadung (Jakarta), Cikarang (Bekasi), Cilacap (Jateng), Rungkut (Surabaya), dan Makassar.
Selain kawasan industri, dikenal juga istilah kawasan berikat (Bonded zone). Kawasan berikat (Bonded zone) merupakan suatu kawasan dengan batas tertentu di dalam wilayah pabean yang di dalamnya diberlakukan ketentuan khusus di bidang pabean. Ketentuan tersebut antara lain mengatur lalu lintas pabean dari luar daerah atau dari dalam pabean Indonesia lainnya tanpa terlebih dahulu dikenakan bea cukai atau pungutan negara lainnya, sampai barang tersebut dikeluarkan untuk tujuan impor atau ekspor. Kawasan berikat berfungsi sebagai tempat penyimpanan, penimbunan, dan pengolahan barang yang berasal dari dalam atau luar negeri. Contoh kawasan berikat, yaitu PT Kawasan Berikat Indonesia meliputi Tanjung Priok, Cakung, dan Batam.

B.     DISPARITAS (KETIMPANGAN)
Ketimpangan pembangunan antar daerah dengan pusat dan antar daerah satu dengan daerah lain merupakan suatu hal yang wajar, karena adanya perbedaan dalam sumber daya dan awal pelaksanaan pembangunan antar daerah. Ketimpangan yang paling lazim dibicarakan adalah ketimpangan ekonomi. Dalam ketimpangan, ada Ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah secara absolut maupun ketimpangan relatif antara potensi dan tingkat kesejahteraan tersebut dapat menimbulkan masalah dalam hubungan antar daerah. Falsafah pembangunan ekonomi yang dianut pemerintah jelas tidak bermaksud membatasi arus modal (bahkan yang terbang ke luar negeri saja hampir tidak dibatasi). Arus modal mempunyai logika sendiri untuk berakumulasi di lokasi-lokasi yang mempunyai prospek return atau tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi, dan tingkat risiko yang lebih rendah. Sehingga tidak dapat dihindari jika arus modal lebih terkonsentrasi di daerah-daerah kaya sumber daya alam dan kota-kota besar yang prasarana dan sarananya lebih lengkap yang mengakibatkan jumlah penduduk yang menganggur di Provinsi yang berkembang akan meningkat.
Pendapatan per kapita rata-rata suatu daerah dapat disederhanakan menjadi Produk Domestik Regional Bruto dibagi dengan jumlah penduduk. Cara lain yang bisa digunakan adalah dengan mendasarkan kepada pendapatan personal yang didekati dengan pendekatan konsumsi (Widiarto, 2001). Dalam pengukuran ketimpangan pembangunan ekonomi regional digunakan Indeks Williamson.
Berikut beberapa definisi ketimpangan menurut teori para ahli:
1)      Menurut Andrinof A. Chaniago
Ketimpangan adalah buah dari pembangunan yang hanya berfokus pada aspek ekonomi dan   melupakan aspek sosial.
2)      Menurut Budi Winarno
Ketimpangan merupakan akibat dari kegagalan   pembangunan di era globalisasi untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikis warga masyarakat.
3)      Menurut Jonathan Haughton & Shahidur R. Khandker
Ketimpangan sosial adalah bentuk-bentuk ketidak-adilan yang terjadi dalam proses pembangunan.
4)      Roichatul Aswidah
Ketimpangan sosial sering dipandang sebagai dampak residual dari proses pertumbuhan ekonomi.

C.     ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR DAERAH
Secara teoritis permasalahan ketimpangan pembangunan antar daerah mula – mula dimunculkan oleh Douglas C North dalam analisanya tentang Teori Pertumbuhan Neo-Klasik. Dalam teori tersebut dimunculkan sebuah prediksi tentang hubungan antar tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu Negara dengan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Hipotesa ini kemudian lazim dikenal sebagai Hipotesa Neo-Klasikyang menarik perhatian para ekonom dan perencana pembangunan daerah.
Menurut Hipotesa Neo-Klasik pada permulaan proses pembangunan suatu negara, ketimpangan pembangunan antar daerah cenderung meningkat. Proses ini akan terjadi sampai ketimpangan tersebut mencapai titik puncak. Setelah itu, bila proses pembangunan terus berlanjut, maka secara berangsur -angsur ketimpangan pembangunan antar daerah tersebut akan menurun. Berdasarkan hipotesa ini, dapat ditarik suatu kesimpulan sementara bahwa pada Negara- negara sedang berkembang umumnya ketimpangan pembangunan antar daerah cenderung lebih tinggi, sedangkan pada negara maju ketimpangan tersebut akan menjadi lebih rendah. Dengan kata lain, kurva ketimpangan pembangunan antar daerah adalah berbentuk huruf U terbalik (Reserve U-shape Curve) sebagaimana telah dijelaskan pada bab 4 terdahulu.
Pertanyaan yang menarik adalah mengapa pada waktu proses pembangunan dilaksanakan di negara sedang berkembang, justru ketimpangan meningkat? Jawabannya adalah karena pada waktu proses pembangunan baru dimulai di negara sedang berkembang. Kesempatan dan peluang pembangunan yang ada umumnya dimanfaatkan oleh daerah- daerah yang kondisi pembangunan sudah lebih baik. Sedangkan daerah-daerah yang masih sangat terbelakang tidak mampu memanfaatkan peluang ini karena keterbatasan prasarana dan sarana serta rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Hambatan ini tidak saja disebabkan oleh factor ekonomi, tetapi juga oleh factor social-budaya sehingga akibatnya ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung lebih cepat di daerah dengan kondisinya lebih baik, sedangkan daerah yang terbelakang tidak banyak mengalami kemajuan.
Keadaan yang berbeda terjadi di Negara yang sudah maju dimana kondisi daerahnya ummnya telah dalam kondisi yang lebih baik dari segi prasarana dan sarana serta kualitas sumberdaya manusia. Disamping itu, hambatan-hambatan social dan budaya dalam proses pembangunan hampir tidak ada sama sekali. Dalam kondisi yang demikian, setiap kesempatan peluang pembangunan dapat dimanfaatkan secara lebih merata antar daerah. Akibatnya, proses pembangunan pada Negara maju akan cenderung mengurangi ketimpangan pembangunan antar daerah.
Kebenaran Hipotesa Neo-Klasik ini kemudian diuji kebenarannya oleh Jefrey G. Willamson pada tahun 1996 melalui suatu studi tentang ketimpangan pembnagunan antar daerah pada negara maju dan Negara sedang berkembang dengan menggunakan data time series dan cross-section. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa Hipotesa Neo-Klasik yang diformulasikan secara teoritis ternyata terbukti benar secara empiric. Ini berarti bahwa proses pembangunan suatu Negara tidak otomatis dapat menurunkan ketimpangan pembangunan antar daerah, tetapi pada tahap permulaan justru terjadi hal sebaliknya.
Fakta empiric ini menunjukan bahwa peningkatan ketimpangan pembangunan yang terjadi di Negara-negara sedang berkembang sebenarnya bukanlah karena kesalahan pemerintah atau masyarakatnya, tetapi hal tersebut terjadi secara natural diseluruh Negara. Bahkan ketika Amerika Serikat mulai melaksanakan proses pembangunan pada abad kedelapan belas dulu, peningkatan ketimpangan pembangunan antar daerah juga meningkat tajam. Peningkatan ketimpangan ini bahkan sampai memicu terjadinya perang saudara antar Negara bagian di Selatan yang masih relative tertinggal dengan Negara bagian di Utara yang sudah lebih maju. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia dengan adanya pemberontakan PRRI-Persemesta di Sumatera Barat tahun 1957, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM).

D.    ESENSI PERENCANAAN PERKOTAAN
Kota merupakan suatu tempat dimana terjadinya konsentrasi penduduk dengan berbagai macam aktivitasnya baik itu sosial, ekonomi, budaya, pemerintahan, dan sebagainya dimana tempat itu terdapat jumlah penduduk yang sangat tinggi tetapi ruang atau wilayahnya terbatas. Perencanaan kota mengacu pada pengertian perencanaan secara umum sebagai proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam hal ini yang menjadi domainnya sektor publik, yang dalam skala spasial objeknya adalah kota atau kawasan perkotaan. Pertumbuhan perkotaan pada hakikatnya disebabkan oleh pertambahan penduduk baik secara alamiah maupun migrasi serta perubahan dan perkembangan kegiatan sosial-ekonomi masyarakat kota.
Perencanaan kota pada dasarnya intervensi (campur tangan) terhadap perkembangan kawasan perkotaan yang berlangsunng pesat seiring pertumbuhan penduduk. Perencanaan Kota merupakan perencanaan fisik yang terpadu, karena perencanaan kota mempunyai aspek yang sangat kompleks menyangkut aspek sosial-budaya, ekonomi, dan politik dalam satu kesatuan wilayah fisik (ruang kota). Perencanaan kota memiliki urgensi untuk dapat menyelesaikan persoalan, Perencanaan kota juga memiliki urgensi untuk menata struktur dan relasi sosial masyarakat karena berbeda dengan masyarakat perdesaan yang cenderung homogeny, masyarakat perkotaan terdiri atas berbagai macam kelas dan etnis (heterogen). Dalam hal ini, perencanaan kota juga memiliki fungsi untuk menjaga stabilitas sosial.

E.     KONSEP INDUSTRIALISASI, REGIONAL, DAN BIROKRASI
1)      Industrilalisasi
Industrialisasi adalah sistem produksi yang muncul dari pengembangan yang mantap penelitian dan penggunaan pengetahuan ilmiah. Ia dilandasi oleh pembagian tenaga kerja dan spesialisasi, menggunakan alat-alat bantu mekanik, kimiawi, mesin, dan organisasi serta intelektual dalam produksi.
Industrialisasi dalam arti sempit menggambarkan penggunaan secara luas sumber-sumber tenaga non-hayati, dalam rangka produksi barang atau jasa. Meskipun definisi ini terasa sangat membatasi industrialisasi tidak hanya terdapat pada pabrik atau manufaktur, tapi juga bisa meliputi pertanian karena pertanian tidak bisa lepas dari mekanisasi (pemakaian sumber tenaga non-hayati) demikian pula halnya dengan transportasi dan komunikasi.
Industrialisasi merupakan proses peralihan dari satu bentuk masyarakat tertentu, menuju masyarakat industrial modern ada tiga jenis definisi untuk memahami industrialisasi antara lain:
·         Residual, industri berarti semua hal yang bukan pertanian.
·         Sektoral, yang mengatakan bahwa industri adalah energi, pertambangan, dan usaha manufaktur.
·         Bersifat mikro dan makro, yaitu sebagai proses produksi, dan yang lebih luas lagi sebagai proses sosial industrialisasi

Proses industrialisasi bisa dipahami melalui konsep pembangunan, karena arti pembangunan dan industrialisasi seringkali dianggap sama. Konsep pembangunan bersifat dinamik, karena konsep itu bisa berubah menurut lingkupnya. Apabila pembangunan itu dihubungkan pada setiap usaha pembangunan dunia, maka pembangunan akan merupakan usaha pembangunan dunia. Industrialisasi sebagai proses dan pembangunan industri berada pada satu jalur kegiatan, yaitu pada hakekatnya berfungsi meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan rakyat. Industrialisasi tidaklah terlepas dari upaya peningkatan mutu sumber daya manusia, dan pemanfaatan sumber daya alam.
Secara umum kaitan antara pembangunan dengan industrialisasi dijelaskan oleh Garna, yakni:
·         Bahan untuk proses industrialisasi dan pembangunan industri merupakan satu jalur kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
·         Pembangunan industri merupakan upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia dan kemampuan memanfaatkan sumber daya alam.
·         Pembangunan industri akan memacu dan menyangkut pembangunan sektor lainnya, yang dapat memperluas lapangan kerja yang diharapkan akan meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat.
·         Dalam pembangunan industri akan terjadi ketimpangan yang merugikan, yang bersifat ekonomi ataupun non ekonomi.

Pembangunan itu senantiasa harus melalui lima tahapan yang berkaitan satu sama lainnya yakni;
·         Masyarakat tradisional.
·         Prakondisi lepas landas.
·         Lepas landas.
·         Bergerak ke kedewasaan.
·         Zaman konsumsi masal yang tinggi.

Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat di berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa modernisasi adalah proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju dalam rangka untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Menurut Wilbert E Moore modernisasi mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomi dan politis yang menjadi ciri negara-negara barat yang stabil.
Syarat-syarat modernisasi modernisasi pada hakikatnya mancakup bidang-bidang yang sangat banyak. Syarat-syarat suatu modernisasi adalah sebagai berikut:
a)      Dalam modernisasi harus memiliki cara berpikir yang ilmiah, dimana melembaga dalam kelas penguasa maupun dalam masyarakat. Hal ini menghendaki agar suatu sistem pendidikan dan pengajaran terencana dan baik.
b)      Dalam modernisasi harus memiliki sistem administrasi negara yang baik, benar-benar mewujudkan birokrasi.
c)      Dalam modernisasi adanya sistem pengumpulan data yang baik, teratur dan terpusat pada suatu lembgai atau badan tertentu. Hal ini memerlukan penelitian yang berlangsung secara terus-menerus, agar data yang dimiliki tidak tertinggal.
d)      Tingkat organisasi yang tinggi dalam modernisasi menyebabkan di satu pihak berarti disiplin, sedangkan di lain pihak berarti pengurangan kemerdekaan.
e)      Dalam modernisasi harus memiliki sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial. Apabila itu tidak dilakukan, maka perencanaan akan terpengaruh oleh kekuatan-kekuatan dari kepentingan-kepentingan yang ingin mengubah perencanaan tersebut demi kepentingan suatu organisasi kecil di dalam masyarakat.
Faktor Penghambat Modernisasi:
·         Perasaan takut akan disintegrasi Perasaan ini biasanya muncul pada masyarakat yang   masih memegang teguh tradisi nenek moyangnya, sehingga modernisasi dianggap akan merusak intergrasi atau organisasi masyarakat yang telah ada sebelumnya.
·         Kurang berkembangnya IPTEK Masyarakat yang masih berpikiran kolot biasanya menolak adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
·         Adanya vested interested (nilai- nilai yang telah tertanam dengan sangatkuat)
·         Adanya prasangka buruk terhadap budaya luar
·         Kurangnya hubungan dengan masyarakat luar
·         Perkembangan pendidikan yang lambat
·         Sikap yang kuat dari masyarakat terhadap tradisi yang dimiliki
·         Rasa takut dari masyarakat jika terjadi kegoyahan (pro kemapanan)
·         Cenderung menolak terhadap hal-hal baru

3)      Pengertian Birokrasi
Secara etimologi, birokrasi yang dalam bahasa inggris disebut bureaucracy berasal dari dua kata yaitu “bureau” yang artinya meja dan “ cratein” berarti kekuasaan .jadi maksudnya kekuasaan yang berada pada orang-orang yang dibelakang meja. Sedang kan menurut kamus besar bahasa Indonesia kata “birokrasi “artinya sistem pemerintahan yang di jalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan, cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban serta menurut tata aturan yang banyak liku – likunya.
 Menurut Pryudi Atmosudirdjo dalam Harbani Pasolong mengemukakan bahwa birokrasi mempunyai tiga arti yaitu;
1.      Birokrasi sebagai suatu tipe organisasi tertentu.
2.      Birokrasi sebagai system.
3.      Birokrasi sebagai jiwa kerja.
Max Weber adalah seorang sosiolog besar asal Jerman yang pemikirannya tentang birokrasi telah menjadi sangat klasik dalam literatur akademis, Weber menggunakan istilah birokratisasi untuk menjelaskan semakin luasnya penerapan prinsip-prinsip birokrasi dalam berbagai organisasi dan institusi modern.
 Menurut Weber dalam Miftah Thoha, tipe ideal birokrasi yang rasional itu dilakukan dalam cara-cara sebagai berikut:
1.      Individu pejabat secara personal bebas, akan tetapi dibatasi oleh jabatannya manakala ia menjalankan tugas-tugas atau kepentingan individual dalam jabat­annya. Pejabat tidak bebas menggunakan jabatannya untuk keperluan dan kepentingan pribadinya ter­masuk keluarganya.
2.      Jabatan-jabatan itu disusun dalam tingkatan hierarki dari atas ke bawah dan ke samping. Konsekuensinya ada jabatan atasan dan bawahan, dan ada pula yang menyandang kekuasaan lebih besar dan ada yang lebih kecil.
3.      Tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam hierarki itu secara spesifik berbeda satu sama lainnya.
4.      Setiap pejabat mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan. Uraian tugas (job description) masing­masing pejabat merupakan domain yang menjadi wewenang dan tanggung jawab yang harus dijalankan sesuai dengan kontrak.
5.      Setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profe­sionalitasnya, idealnya hal tersebut dilakukan melalui ujian yang kompetitif.
6.      Setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak untuk menerima pensiun sesuai dengan tingkatan hierarki jabatan yang disandangnya. Setiap pejabat bisa me­mutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan jabat­annya sesuai dengan keinginannya dan kontraknya bisa diakhiri dalam keadaan tertentu.
7.      Terdapat struktur pengembangan karier yang jelas dengan promosi berdasarkan senioritas dan merit sesuai dengan pertimbangan yang objektif.
8.      Setiap pejabat sama sekali tidak dibenarkan menja­lankan jabatannya dan resourcesinstansinya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.
9.      Setiap pejabat berada di bawah pengendalian dan peng­awasan suatu sistem yang dijalankan secara disiplin.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Menurut Montgomery teori aglomerasi adalah konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan karena penghematan akibat lokasi yang berdekatan (economies of proximity) yang diasosiasikan dengan kluster spasial dari perusahaan, para pekerja dan konsumen.
Aglomerasi adalah gabungan, kumpulan dua atau lebih pesat kegiatan, tempat pengelompokan berbagai macam kegiatan dalam satu lokasi atau kawasan tertentu.

B.     Kritik dan Saran
Demikianlah makalah tentang “Aglomerasi Dan Disparitas Wilayah” yang telah Kami paparkan. Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna maka dari itu kritik yang membangun dari pembaca sangat Kami harapkan untuk perbaikan. Harapan Kami, semoga makalah ini dapat memberi pengetahuan baru dan bermanfaat bagi kita semua.



DAFTAR PUSTAKA
Bagong Suyanto, 2013. Anatomi Kemiskinan Dan Strategi
Penanganannya. Malang: In- TRANS Publishing.
Chriswardani Suryawati, 2005. Jurnal Memahami Kemiskinan Secara
Multidimensional.
Nano Prawoto, 2009. Jurnal Ekonomi Dan Studi Pembangunan 9.
Ninik Sudarwati, 2009. Kebijakan Pengentasan Kemiskinan: Mengurang
Kegagalan Penanggulangan Kemiskinan. Malang: Intimedia.
Oscar Lewis dalam Parsudi Suparlan, 1994. Kemiskinan Di Perkotaan.
Jakarta: Sinar Harapan.