AGLOMERASI DAN DISPARITAS WILAYAH
Dosen Pembimbing : Zulhafizh, M.Pd.
Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok Ilmu
Kependudukan
OLEH:
Muhammad Mauladi NIM : 11840114094
Nisa Lidesbesd NIM
: 11840124060
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
PRODI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2019/2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan
penyusunan makalah Ilmu Kependudukan dengan judul "Aglomerasi Dan
Disparitas Wilayah" tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu
tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh
karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para
pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini
dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para
pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah
selanjutnya.
Pekanbaru, 14 Oktober 2019
Kelompok 6
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1
A. Latar
Belakang.............................................................................................................. 1
B. Rumusan
Masalah........................................................................................................ 2
C. Tujuan............................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................... 3
A. AGLOMERASI............................................................................................................. 3
B. DISPARITAS
(KETIMPANGAN).............................................................................. 4
C. ANALISIS
KETIMPANGAN PEMBANGUNAN
ANTAR
DAERAH........................................................................................................ 6
D. ESENSI PERENCANAAN PERKOTAAN................................................................ 8
E. KONSEP
INDUSTRIALISASI, REGIONAL, DAN BIROKRASI....................... 10
BAB III PENUTUP................................................................................................................. 17
A. KESIMPULAN........................................................................................................... 17
B. SARAN......................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan
kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan
sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau barang yang kurang
nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat
kepada pemakai akhir. Marpaung dalam Mujiono menyebutkan bahwa kawasan Industri
adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan
kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri.
Menurut Montgomery teori aglomerasi adalah konsentrasi
spasial dari aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan karena penghematan akibat
lokasi yang berdekatan (economies of proximity) yang diasosiasikan dengan
kluster spasial dari perusahaan, para pekerja dan konsumen.
Teori lokasi adalah Ilmu yang menyelidiki tata ruang
(spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki lokasi geografis
dari sumber-sumber yang potensial serta hubungan-nya dengan atau pengaruh-nya
terhadap keberadaan berbagai macam usaha / kegiatan lain, baik ekonomi maupun
sosial.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dibutuhkan suatu
analisis mengenai konsep dasar teori aglomerasi dan lokasi dalam menentukan
kawasan industri, dimana dengan adanya konsep dasar tersebut dapat menjadi prinsip dalam pemilihan
aglomerasi dan lokasi yang terbaik dan menguntungkan secara ekonomi bagi
industri itu sendiri.
B.
Rumusan
Masalah
1)
Apa yang dimaksud dengan aglomerasi?
2)
Apa yang dimaksud dengan disparitas?
3)
Bagaimana analisis
ketimpangan pembangunan antar daerah?
4)
Bagaimana esensi perencanaan perkotaan?
5)
Bagaimana konsep dari industrialisasi, regional, dan birokrasi terhadap daerah?
C.
Tujuan
1)
Memahami apa definisi dari aglomerasi.
2)
Memahami apa definisi dari disparitas.
3)
Memahami analisis
ketimpangan pembangunan antar daerah.
4)
Mengetahui bagaimana perancangan sebuah kota.
5)
Mengatahui konsep dari industrialisasi, regional, dan birokrasi terhadap daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. AGLOMERASI
Aglomerasi
adalah gabungan, kumpulan dua atau lebih pesat kegiatan, tempat pengelompokan
berbagai macam kegiatan dalam satu lokasi atau kawasan tertentu. Pemusatan
industri dapat terjadi pada suatu tempat terkonsentrasinya beberapa faktor yang
dibutuhkan dalam kegiatan industri. Misalnya bahan mentah, energi, tenaga
kerja, pasar, kemudahan dalam perizinan, pajak yang relatif murah, dan
penanggulangan limbah merupakan pendukung aglomerasi industri. Berdasarkan
faktor-faktor tersebut, penyebab terjadinya aglomerasi industri antara lain:
1) Terkonsentrasinya beberapa faktor produksi yang dibutuhkan pada
suatu lokasi;
2) Kesamaan lokasi usaha yang didasarkan pada salah satu faktor
produksi tertentu;
3) Adanya wilayah pusat pertumbuhan industri yang disesuaikan dengan
tata ruang dan fungsi wilayah;
4) Adanya kesamaan kebutuhan sarana, prasarana, dan bidang pelayanan
industri lainnya yang lengkap;
5) Adanya kerja sama dan saling membutuhkan dalam menghasilkan suatu
produk. Tujuan dibentuknya suatu kawasan industri (aglomerasi yang disengaja),
antara lain untuk mempercepat pertumbuhan industri, memberikan kemudahan bagi
kegiatan industri, mendorong kegiatan industri agar terpusat dan berlokasi di
kawasan tersebut, dan menyediakan fasilitas lokasi industri yang berwawasan
lingkungan. Misalnya: beberapa kawasan industri di Indonesia, antara lain
Medan, Cilegon (Banten), Pulogadung (Jakarta), Cikarang (Bekasi), Cilacap
(Jateng), Rungkut (Surabaya), dan Makassar.
Selain
kawasan industri, dikenal juga istilah kawasan berikat (Bonded zone). Kawasan
berikat (Bonded zone) merupakan suatu kawasan dengan batas tertentu di dalam
wilayah pabean yang di dalamnya diberlakukan ketentuan khusus di bidang pabean.
Ketentuan tersebut antara lain mengatur lalu lintas pabean dari luar daerah
atau dari dalam pabean Indonesia lainnya tanpa terlebih dahulu dikenakan bea
cukai atau pungutan negara lainnya, sampai barang tersebut dikeluarkan untuk
tujuan impor atau ekspor. Kawasan berikat berfungsi sebagai tempat penyimpanan,
penimbunan, dan pengolahan barang yang berasal dari dalam atau luar negeri.
Contoh kawasan berikat, yaitu PT Kawasan Berikat Indonesia meliputi Tanjung
Priok, Cakung, dan Batam.
B.
DISPARITAS (KETIMPANGAN)
Ketimpangan pembangunan antar
daerah dengan pusat dan antar daerah satu dengan daerah lain merupakan suatu
hal yang wajar, karena adanya perbedaan dalam sumber daya dan awal pelaksanaan pembangunan antar daerah. Ketimpangan yang paling lazim
dibicarakan adalah ketimpangan ekonomi. Dalam ketimpangan, ada Ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah secara absolut
maupun ketimpangan relatif antara potensi dan tingkat kesejahteraan tersebut
dapat menimbulkan masalah dalam hubungan antar daerah. Falsafah pembangunan
ekonomi yang dianut pemerintah jelas tidak bermaksud membatasi arus modal
(bahkan yang terbang ke luar negeri saja hampir tidak dibatasi). Arus modal
mempunyai logika sendiri untuk berakumulasi di lokasi-lokasi yang mempunyai
prospek return atau tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi, dan
tingkat risiko yang lebih rendah. Sehingga tidak dapat dihindari jika arus
modal lebih terkonsentrasi di daerah-daerah kaya sumber daya alam dan kota-kota
besar yang prasarana dan sarananya lebih lengkap yang mengakibatkan jumlah
penduduk yang menganggur di Provinsi yang berkembang akan meningkat.
Pendapatan
per kapita rata-rata suatu daerah dapat disederhanakan menjadi Produk Domestik
Regional Bruto dibagi dengan jumlah penduduk. Cara lain yang bisa digunakan
adalah dengan mendasarkan kepada pendapatan personal yang didekati dengan
pendekatan konsumsi (Widiarto, 2001). Dalam pengukuran ketimpangan pembangunan
ekonomi regional digunakan Indeks Williamson.
Berikut beberapa definisi ketimpangan
menurut teori para ahli:
1)
Menurut Andrinof A. Chaniago
Ketimpangan adalah buah dari
pembangunan yang hanya berfokus pada aspek ekonomi dan melupakan
aspek sosial.
2)
Menurut Budi Winarno
Ketimpangan merupakan akibat dari
kegagalan pembangunan di era globalisasi untuk memenuhi kebutuhan
fisik dan psikis warga masyarakat.
3)
Menurut Jonathan Haughton &
Shahidur R. Khandker
Ketimpangan sosial adalah
bentuk-bentuk ketidak-adilan yang terjadi dalam proses pembangunan.
4)
Roichatul Aswidah
Ketimpangan sosial sering dipandang
sebagai dampak residual dari proses pertumbuhan ekonomi.
C.
ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR
DAERAH
Secara teoritis permasalahan ketimpangan pembangunan antar
daerah mula – mula dimunculkan oleh Douglas C North dalam analisanya tentang
Teori Pertumbuhan Neo-Klasik. Dalam teori tersebut dimunculkan sebuah prediksi
tentang hubungan antar tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu Negara dengan
ketimpangan pembangunan antar wilayah. Hipotesa ini kemudian lazim dikenal
sebagai Hipotesa Neo-Klasikyang menarik perhatian para ekonom dan
perencana pembangunan daerah.
Menurut Hipotesa Neo-Klasik pada permulaan proses pembangunan
suatu negara, ketimpangan pembangunan antar daerah cenderung meningkat. Proses
ini akan terjadi sampai ketimpangan tersebut mencapai titik puncak. Setelah
itu, bila proses pembangunan terus berlanjut, maka secara berangsur -angsur
ketimpangan pembangunan antar daerah tersebut akan menurun. Berdasarkan
hipotesa ini, dapat ditarik suatu kesimpulan sementara bahwa pada Negara-
negara sedang berkembang umumnya ketimpangan pembangunan antar daerah cenderung
lebih tinggi, sedangkan pada negara maju ketimpangan tersebut akan menjadi
lebih rendah. Dengan kata lain, kurva ketimpangan pembangunan antar daerah
adalah berbentuk huruf U terbalik (Reserve U-shape Curve) sebagaimana
telah dijelaskan pada bab 4 terdahulu.
Pertanyaan
yang menarik adalah mengapa pada waktu proses pembangunan dilaksanakan di
negara sedang berkembang, justru ketimpangan meningkat? Jawabannya adalah
karena pada waktu proses pembangunan baru dimulai di negara sedang berkembang. Kesempatan dan peluang pembangunan yang ada
umumnya dimanfaatkan oleh daerah- daerah yang kondisi pembangunan sudah lebih
baik. Sedangkan daerah-daerah yang masih sangat terbelakang tidak mampu
memanfaatkan peluang ini karena keterbatasan prasarana dan sarana serta
rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Hambatan ini tidak saja disebabkan oleh
factor ekonomi, tetapi juga oleh factor social-budaya sehingga akibatnya
ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung lebih cepat di daerah dengan
kondisinya lebih baik, sedangkan daerah yang terbelakang tidak banyak mengalami
kemajuan.
Keadaan
yang berbeda terjadi di Negara yang sudah maju dimana kondisi daerahnya ummnya
telah dalam kondisi yang lebih baik dari segi prasarana dan sarana serta
kualitas sumberdaya manusia. Disamping
itu, hambatan-hambatan social dan budaya dalam proses pembangunan hampir tidak
ada sama sekali. Dalam kondisi yang demikian, setiap kesempatan peluang
pembangunan dapat dimanfaatkan secara lebih merata antar daerah. Akibatnya,
proses pembangunan pada Negara maju akan cenderung mengurangi ketimpangan
pembangunan antar daerah.
Kebenaran
Hipotesa Neo-Klasik ini kemudian diuji kebenarannya oleh Jefrey G. Willamson
pada tahun 1996 melalui suatu studi tentang ketimpangan pembnagunan antar daerah pada negara maju dan Negara sedang
berkembang dengan menggunakan data time
series dan cross-section. Hasil penelitian tersebut
menunjukan bahwa Hipotesa Neo-Klasik yang diformulasikan secara teoritis
ternyata terbukti benar secara empiric. Ini berarti bahwa proses pembangunan
suatu Negara tidak otomatis dapat menurunkan ketimpangan pembangunan
antar daerah, tetapi pada tahap
permulaan justru terjadi hal sebaliknya.
Fakta
empiric ini menunjukan bahwa peningkatan ketimpangan pembangunan yang terjadi
di Negara-negara sedang berkembang sebenarnya bukanlah karena kesalahan
pemerintah atau masyarakatnya, tetapi hal tersebut terjadi secara natural
diseluruh Negara. Bahkan ketika Amerika Serikat mulai melaksanakan proses
pembangunan pada abad kedelapan belas
dulu, peningkatan ketimpangan pembangunan antar daerah juga meningkat tajam. Peningkatan ketimpangan ini
bahkan sampai memicu terjadinya perang saudara antar Negara bagian di Selatan
yang masih relative tertinggal dengan Negara bagian di Utara yang sudah lebih
maju. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia dengan adanya pemberontakan
PRRI-Persemesta di Sumatera Barat tahun 1957, Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
dan Organisasi Papua Merdeka (OPM).
D.
ESENSI PERENCANAAN PERKOTAAN
Kota
merupakan suatu tempat dimana terjadinya konsentrasi penduduk dengan berbagai
macam aktivitasnya baik itu sosial, ekonomi, budaya, pemerintahan, dan
sebagainya dimana tempat itu terdapat jumlah penduduk yang sangat tinggi tetapi
ruang atau wilayahnya terbatas. Perencanaan kota mengacu pada pengertian
perencanaan secara umum sebagai proses untuk menentukan tindakan masa depan
yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang
tersedia. Dalam hal ini yang menjadi domainnya sektor publik, yang dalam skala
spasial objeknya adalah kota atau kawasan perkotaan. Pertumbuhan perkotaan pada
hakikatnya disebabkan oleh pertambahan penduduk baik secara alamiah maupun
migrasi serta perubahan dan perkembangan kegiatan sosial-ekonomi masyarakat
kota.
Perencanaan
kota pada dasarnya intervensi (campur tangan) terhadap perkembangan kawasan
perkotaan yang berlangsunng pesat seiring pertumbuhan penduduk. Perencanaan
Kota merupakan perencanaan fisik yang terpadu, karena perencanaan kota
mempunyai aspek yang sangat kompleks menyangkut aspek sosial-budaya, ekonomi,
dan politik dalam satu kesatuan wilayah fisik (ruang kota). Perencanaan kota
memiliki urgensi untuk dapat menyelesaikan persoalan, Perencanaan kota juga
memiliki urgensi untuk menata struktur dan relasi sosial masyarakat karena
berbeda dengan masyarakat perdesaan yang cenderung homogeny, masyarakat
perkotaan terdiri atas berbagai macam kelas dan etnis (heterogen). Dalam hal
ini, perencanaan kota juga memiliki fungsi untuk menjaga stabilitas sosial.
E.
KONSEP INDUSTRIALISASI, REGIONAL, DAN BIROKRASI
1) Industrilalisasi
Industrialisasi adalah sistem
produksi yang muncul dari pengembangan yang mantap penelitian dan penggunaan
pengetahuan ilmiah. Ia dilandasi oleh pembagian tenaga kerja dan spesialisasi,
menggunakan alat-alat bantu mekanik, kimiawi, mesin, dan organisasi serta
intelektual dalam produksi.
Industrialisasi dalam arti sempit
menggambarkan penggunaan secara luas sumber-sumber tenaga non-hayati, dalam
rangka produksi barang atau jasa. Meskipun definisi ini terasa sangat membatasi
industrialisasi tidak hanya terdapat pada pabrik atau manufaktur, tapi juga
bisa meliputi pertanian karena pertanian tidak bisa lepas dari mekanisasi
(pemakaian sumber tenaga non-hayati) demikian pula halnya dengan transportasi dan
komunikasi.
Industrialisasi
merupakan
proses peralihan dari satu bentuk masyarakat tertentu, menuju masyarakat
industrial modern ada tiga jenis definisi untuk memahami
industrialisasi antara lain:
·
Residual, industri berarti semua hal yang bukan
pertanian.
·
Sektoral, yang mengatakan bahwa industri adalah
energi, pertambangan, dan usaha manufaktur.
·
Bersifat mikro dan makro, yaitu sebagai proses
produksi, dan yang lebih luas lagi sebagai proses sosial industrialisasi
Proses
industrialisasi bisa dipahami melalui konsep pembangunan, karena arti
pembangunan dan industrialisasi seringkali dianggap sama. Konsep pembangunan
bersifat dinamik, karena konsep itu bisa berubah menurut lingkupnya. Apabila
pembangunan itu dihubungkan pada setiap usaha pembangunan dunia, maka
pembangunan akan merupakan usaha pembangunan dunia. Industrialisasi sebagai
proses dan pembangunan industri berada pada satu jalur kegiatan, yaitu pada
hakekatnya berfungsi meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan rakyat.
Industrialisasi tidaklah terlepas dari upaya peningkatan mutu sumber daya
manusia, dan pemanfaatan sumber daya alam.
Secara
umum kaitan antara pembangunan dengan industrialisasi dijelaskan oleh Garna,
yakni:
·
Bahan untuk proses industrialisasi dan
pembangunan industri merupakan satu jalur kegiatan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
·
Pembangunan industri merupakan upaya
meningkatkan mutu sumber daya manusia dan kemampuan memanfaatkan sumber daya
alam.
·
Pembangunan industri akan memacu dan menyangkut
pembangunan sektor lainnya, yang dapat memperluas lapangan kerja yang
diharapkan akan meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat.
·
Dalam pembangunan industri akan terjadi
ketimpangan yang merugikan, yang bersifat ekonomi ataupun non ekonomi.
Pembangunan
itu senantiasa harus melalui lima tahapan yang berkaitan satu sama lainnya
yakni;
·
Masyarakat tradisional.
·
Prakondisi lepas landas.
·
Lepas landas.
·
Bergerak ke kedewasaan.
·
Zaman konsumsi masal yang tinggi.
Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang
lebih maju atau meningkat di berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Secara
sederhana, dapat dikatakan bahwa modernisasi
adalah proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru
yang lebih maju dalam rangka untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Menurut Wilbert E Moore modernisasi mencakup suatu transformasi total
kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta
organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomi dan politis yang menjadi ciri
negara-negara barat yang stabil.
Syarat-syarat modernisasi modernisasi pada hakikatnya mancakup bidang-bidang yang sangat
banyak. Syarat-syarat suatu modernisasi adalah sebagai berikut:
a)
Dalam modernisasi harus
memiliki cara berpikir yang ilmiah, dimana melembaga dalam kelas penguasa
maupun dalam masyarakat. Hal ini menghendaki agar suatu sistem pendidikan dan
pengajaran terencana dan baik.
b) Dalam modernisasi harus memiliki sistem administrasi negara yang baik,
benar-benar mewujudkan birokrasi.
c) Dalam modernisasi adanya sistem pengumpulan data yang baik, teratur dan
terpusat pada suatu lembgai atau badan tertentu. Hal ini memerlukan penelitian
yang berlangsung secara terus-menerus, agar data yang dimiliki tidak
tertinggal.
d) Tingkat organisasi yang tinggi dalam modernisasi menyebabkan di satu pihak
berarti disiplin, sedangkan di lain pihak berarti pengurangan kemerdekaan.
e) Dalam modernisasi harus memiliki sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan
perencanaan sosial. Apabila itu tidak dilakukan, maka perencanaan akan
terpengaruh oleh kekuatan-kekuatan dari kepentingan-kepentingan yang ingin
mengubah perencanaan tersebut demi kepentingan suatu organisasi kecil di dalam
masyarakat.
Faktor Penghambat Modernisasi:
·
Perasaan
takut akan disintegrasi Perasaan ini biasanya muncul pada masyarakat yang masih memegang teguh tradisi nenek
moyangnya, sehingga modernisasi dianggap akan merusak intergrasi atau
organisasi masyarakat yang telah ada sebelumnya.
·
Kurang
berkembangnya IPTEK Masyarakat yang masih berpikiran kolot biasanya menolak
adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
·
Adanya
vested interested (nilai- nilai yang telah tertanam dengan sangatkuat)
·
Adanya
prasangka buruk terhadap budaya luar
·
Kurangnya
hubungan dengan masyarakat luar
·
Perkembangan
pendidikan yang lambat
·
Sikap
yang kuat dari masyarakat terhadap tradisi yang dimiliki
·
Rasa
takut dari masyarakat jika terjadi kegoyahan (pro kemapanan)
·
Cenderung
menolak terhadap hal-hal baru
3)
Pengertian Birokrasi
Secara
etimologi, birokrasi
yang dalam bahasa inggris disebut bureaucracy berasal dari dua kata yaitu
“bureau” yang artinya meja dan “ cratein” berarti kekuasaan .jadi maksudnya
kekuasaan yang berada pada orang-orang yang dibelakang meja. Sedang kan menurut
kamus besar bahasa Indonesia kata “birokrasi “artinya sistem pemerintahan
yang di jalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki
dan jenjang jabatan, cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban
serta menurut tata aturan yang banyak liku – likunya.
Menurut Pryudi
Atmosudirdjo dalam Harbani Pasolong mengemukakan
bahwa birokrasi mempunyai tiga arti yaitu;
1.
Birokrasi
sebagai suatu tipe organisasi tertentu.
2.
Birokrasi
sebagai system.
3.
Birokrasi
sebagai jiwa kerja.
Max
Weber adalah seorang sosiolog besar asal Jerman yang
pemikirannya tentang birokrasi telah menjadi sangat klasik dalam literatur
akademis, Weber menggunakan istilah birokratisasi untuk
menjelaskan semakin luasnya penerapan prinsip-prinsip birokrasi dalam berbagai organisasi
dan institusi modern.
Menurut
Weber dalam Miftah Thoha, tipe ideal birokrasi yang rasional itu dilakukan
dalam cara-cara sebagai berikut:
1.
Individu pejabat secara personal bebas, akan
tetapi dibatasi oleh jabatannya manakala ia menjalankan tugas-tugas atau
kepentingan individual dalam jabatannya. Pejabat tidak bebas menggunakan
jabatannya untuk keperluan dan kepentingan pribadinya termasuk keluarganya.
2.
Jabatan-jabatan itu disusun dalam tingkatan
hierarki dari atas ke bawah dan ke samping. Konsekuensinya ada jabatan atasan
dan bawahan, dan ada pula yang menyandang kekuasaan lebih besar dan ada yang
lebih kecil.
3.
Tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam
hierarki itu secara spesifik berbeda satu sama lainnya.
4.
Setiap pejabat mempunyai kontrak jabatan yang
harus dijalankan. Uraian tugas (job description) masingmasing
pejabat merupakan domain yang menjadi wewenang dan tanggung jawab yang harus
dijalankan sesuai dengan kontrak.
5.
Setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi
profesionalitasnya, idealnya hal tersebut dilakukan melalui ujian yang
kompetitif.
6.
Setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak
untuk menerima pensiun sesuai dengan tingkatan hierarki jabatan yang
disandangnya. Setiap pejabat bisa memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya
dan jabatannya sesuai dengan keinginannya dan kontraknya bisa diakhiri dalam
keadaan tertentu.
7.
Terdapat struktur pengembangan karier yang
jelas dengan promosi berdasarkan senioritas dan merit sesuai dengan
pertimbangan yang objektif.
8.
Setiap pejabat sama sekali tidak dibenarkan
menjalankan jabatannya dan resourcesinstansinya untuk kepentingan
pribadi dan keluarganya.
9.
Setiap pejabat berada di bawah pengendalian dan
pengawasan suatu sistem yang dijalankan secara disiplin.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Montgomery teori aglomerasi adalah
konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan karena
penghematan akibat lokasi yang berdekatan (economies of proximity) yang
diasosiasikan dengan kluster spasial dari perusahaan, para pekerja dan konsumen.
Aglomerasi
adalah gabungan, kumpulan dua atau lebih pesat kegiatan, tempat pengelompokan
berbagai macam kegiatan dalam satu lokasi atau kawasan tertentu.
B. Kritik dan Saran
Demikianlah makalah
tentang “Aglomerasi Dan Disparitas Wilayah” yang telah Kami paparkan. Kami menyadari makalah ini
jauh dari kata sempurna maka dari itu kritik yang membangun dari pembaca sangat
Kami harapkan untuk perbaikan. Harapan Kami, semoga makalah ini dapat memberi
pengetahuan baru dan bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Bagong Suyanto, 2013. Anatomi
Kemiskinan Dan Strategi
Penanganannya. Malang: In- TRANS Publishing.
Chriswardani
Suryawati, 2005. Jurnal
Memahami
Kemiskinan Secara
Multidimensional.
Nano Prawoto,
2009. Jurnal Ekonomi
Dan Studi Pembangunan 9.
Ninik Sudarwati, 2009. Kebijakan Pengentasan Kemiskinan: Mengurang
Kegagalan Penanggulangan Kemiskinan. Malang: Intimedia.
Oscar Lewis dalam Parsudi Suparlan, 1994. Kemiskinan Di Perkotaan.
Jakarta: Sinar Harapan.