ONTOLOGI HAKIKAT ILMU
Dosen Pembimbing : Muhlasin, S. Ag, M. Pd. I
Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok Filsafat
Ilmu
OLEH KELOMPOK 4:
Muhammad Mauladi NIM : 11840114094
Maulana Ikhsan NIM
: 11840110548
Ervina Oktavia NIM
: 11840124244
FAKULTAS
DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
PRODI
PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
SULTAN
SYARIF KASIM RIAU
2020/2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan
penyusunan makalah Filsafat Ilmu dengan judul “Ontologi Hakikat Ilmu” tepat
pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh
karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang
ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini
dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para
pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah
selanjutnya.
Pekanbaru, 15 Maret 2020
Kelompok 4
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang.............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................ 1
C. Tujuan............................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................... 3
A.
MAKNA ONTOLOGI.................................................................................................. 3
B. ONTOLOGI DAN METAFISIKA.............................................................................. 8
C.
LANDASAN METAFISIKA..................................................................................... 11
D.
CABANG METAFISIKA.......................................................................................... 13
E. SUMBER KEBENARAN METAFISIKA................................................................ 17
BAB III PENUTUP................................................................................................................. 21
A. KESIMPULAN........................................................................................................... 21
B. KRITIK DAN SARAN............................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia yang berakal sehat pasti
memiliki pengetahuan, baik berupa fakta, konsep, prinsip, maupun prosedur
tentang suatu objek. Pengetahuan dapat dimiliki berkat adanya pengalaman atau
melalui interaksi antar manusia dan lingkungannya.
Filsafat membahas segala sesuatu yang ada
bahkan yang mungkin ada baik bersifat abstrak ataupun riil meliputi Tuhan,
manusia dan alam semesta. Sehingga untuk faham betul semua masalah filsafat
sangatlah sulit tanpa adanya pemetaan-pemetaan dan mungkin kita hanya bisa
menguasai sebagian dari luasnya ruang lingkup filsafat.
Sistematika filsafat secara garis besar ada
tiga pembahasan pokok atau bagian yaitu; epistemologi atau teori pengetahuan yang
membahas bagaimana kita memperoleh pengetahuan, ontologi atau teori hakikat
yang membahas tentang hakikat segala sesuatu yang melahirkan pengetahuan dan
aksiologi atau teori nilai yang membahas tentang guna pengetahuan. Sehingga,
mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting dalam memahami filsafat
yang begitu luas ruang lingkup dan pembahansannya.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa makna otologi?
2.
Apa yang dimaksud Otologi
dan metafisikia?
3.
Apa landasan metafisika?
4.
Bagaimana cabang ilmu-ilmu
dari metafisika?
5.
Bagaimana sumber kebenaran
metafisika?
C. Tujuan
1.
Memahami makna otologi.
2.
Memahami Otologi dan
metafisikia.
3.
Memahami landasan dari
metafisika.
4.
Memahami cabang dari
metafisika.
5.
Memahami sumber kebenaran
metafisika.
BAB II
PEMBAHASAN
A. MAKNA ONTOLOGI
Ontologi dalam bahasa Inggris
“ontology”, Tokoh pertama yang membuat istilah ontologi adalah
Christian Wolff (1679-1714). Istilah itu berakar dari bahasa Yunani,
yang terdiri dari dua kata, yaitu ontos berarti “yang berada atau
keberadaan”, dan logos berarti ilmu pengetahuan atau ajaran atau juga
pemikran Lorens Bagus. Maka ontologi dapat diartikan sebagai ilmu atau
teori tentang wujud hakikat yang ada pada ilmu. Menyoal tentang wujud hakiki
objek ilmu dan keilmuan (setiap bidang ilmu dalam jurusan dan program studi)
Dan juga dapat diartikan bahwa ontologi
adalah pemikiran mengenai yang ada dan keberadaannya. Sedangkan menurut Jujun S. Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu dalam
Perspektif mengatakan, ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui,
seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian
mengenai teori tentang “ada”, Menurut Pandangan The Liang
Gie Ontologi adalah bagian dari filsafat dasar yang mengungkap makna dari
sebuah eksistensi yang pembahasannya meliputi persoalan-persoalan.
Objek
ilmu atau keilmuan itu empirik, dunia yang dapat dijangkau dengan panca indra.
Jadi objek ilmu adalah pengalaman indrawi. Dengan kata lain ontology adalah
ilmu yang mempelajari hakikat sesuatu yang berwujud (yang ada) dengan
berdasarkan pada penalaran logis. Bidang pembicaraan teori tentang ontologi
(hakikat) ini luas sekali, segala yang ada dan yang mungkin ada, yang
boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai. Nama lain untuk teori tentang
hakikat ialah teori tentang keadaan.
Apa itu hakikat? hakikat ialah realitas;
realitas adalah ke-real-an; real artinya kenyataan yang sebenarnya. Jadi,
hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya, keadaan sebenarnya sesuatu, bukan
keadaan sementara atau menipu, bukan keadaan yang berubah.[1]
Dari teori hakikat (ontologi) ini kemudian
munculah beberapa aliran dalam filsafat, antara lain: Filsafat Materialisme,
Filsafat Idealisme, Filsafat Monoisme, Filsafat Dualisme, Filsafat Skeptisisme,
dan Filsafat Agnostisisme.[2]
Argumen ontologis ini pertama kali dilontarkan
oleh Plato (428-348 SM) dengan teori ideanya. Idea yang dimaksud oleh Plato
adalah definisi atau konsep universal dari setiap sesuatu. Plato mencontohkan
pada seekor kuda, bahwa kuda mempunyai idea atau konsep universal yang berlaku
untuk tiap-tiap kuda yang ada di alam nyata ini, baik itu kuda yang berwarna
hitam, putih ataupun belang, baik yang hidup ataupun yang sudah mati. Idea itu
adalah paham, gambaran atau konsep universal yang berlaku untuk seluruh kuda
yabg berada di Benua manapun di Dunia ini.[3]
Demikan pula manusia juga punya idea. Idea
manusia menurut Plato adalah “badan hidup” yang kita kenal dan dapat berfikir,
dengan kata lain, idea manusia adalah “binatang yang berfikir”. Konsep binatang
ini bersifat universal, berlaku untuk semua manusia baik itu besar atau kecil,
tua atau muda, lelaki-perempuan, manusia Eropa, India, Asia, China, dan
sebagainya. Tiap-tiap sesuatu di alam ini mempunyai idea. Idea inilah yang
merupakan hakikat sesuatu dan menjadi dasar wujud sesuatu itu. Idea-idea itu
berada di balik yang nyata dan idea itulah yang abadi.
Benda-benda yang kita lihat atau yang dapat
ditangkap oleh panca-indra senantiasa berubah. Karena itu, ia “bukanlah
hakikat”, tetapi hanya “bayangan”, “kopi” atau “gambaran” dari idea-idea-nya.
Dengan kata lain, benda-benda yang dapat ditangkap dengan panca-indra ini
hanyalah khayal dan ilusi belaka.
Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa yang
nyata secara fundamental dan cara yang berbeda dimana entitas (wujud) dari
kategori-kategori yang logis yang berlainan (objek-objek fisik, hal universal,
abstraksi) dapat dikatakan ada dalam rangka tradisional. ontologi dianggap
sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan dalam hal
pemakaianya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang
ada.
Para ahli memberikan pendapatnya tentang
realita itu sendiri, diantaranya Bramel. Ia mengatakan bahwa ontologi ialah
interpretasi tentang suatu realita dapat bervariasi, misalnya apakah bentuk
dari suatu meja, pasti setiap orang berbeda-beda pendapat mengenai bentuknya,
tetapi jika ditanyakan bahanya pastilah meja itu substansi dengan kualitas
materi, inilah yang dimaksud dari setiap orang bahwa suatu meja itu suatu
realita yang kongkrit. Plato mengatakan jika berada di dua dunia yang kita lihat
dan kita hayati dengan kelima panca indra kita nampaknya cukup nyata atau real.
Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi
adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip paling dasar atau paling Dalam
dari segala sesuatu yang ada. Sedang metafisika khusus masih dibagi lagi
menjadi kosmologi, psikologi, dan teologi.
Kosmologi adalah cabang filsafat yang secara
khusus membicarakan tentang alam semesta. Psikologi adalah cabang filsafat yang
secara khusus membicarakn tentang jiwa manusia. Teologi adalah cabang filsafat
yang secara khusus membicarakan Tuhan.[4]
Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani,
yaitu: “On” yang berarti being, dan “Logos” yang berarti logik. Jadi Ontologi adalah
The theory of being qua being (teori tentang
keberadaan sebagai keberadaan).
Ontologi merupakam kajian filsafat tertua yang
berupaya mencari inti yang ada pada setiap kenyataan atau realitas yang
sebenarnya. Ontologi memiliki objek telaah yaitu Being (yang ada). Jadi ontologi membahas tentang apa saja yang ada yang tidak
terikat oleh satu perwujudan tertentu
yang bersifat universal.
a. Lorens Bagus: Menjelaskan yang ada meliputi semua realitas dalam semua
bentuknya.
b. Sidharta Darji Darmodiharjo: Cabang filsafat yang membahas tentang
asas– asas rasional dari kenyataan yang ada.[5]
c. Suriasumantri, Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita
ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian mengenai
teori tentang “ada”. Telaah ontologis
akan menjawab pertanyaan -
pertanyaan:
a) Apakah
obyek ilmu yang akan ditelaah;
b) Bagaimana
wujud yang hakiki dari obyek tersebut; dan
c) Bagaimana
hubungan antara obyek
tadi dengan daya
tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang
membuahkan pengetahuan.[6]
e. Aristoteles: Ontologi merupakan Ilmu yang
menyelidiki hakikat sesuatu atau tentang ada, keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya
dengan metafisika.[8]
f.
Pandji
Setijo: adalah bidang ilmu filsafat yang menyelidiki tentang segala hakikat
dari segala realita yang ada untuk menentukan kebenaran atau kenyataan yang
sebagaimana dapat dicapai dengan pengetahuan.[9]
g. Muljamil Qomar: Dalam bukunya menjelaskan bahwa
ontologi adalah sebuah teori tentang “ada”, yaitu tentang realitas apa yang
dipikirkan yang menjadi objek
pemikiran.[10]
Jadi, ontologi merupakan suatu kajian pada
bidang filsafat yang terfokus untuk membahas segala realitas yang ada (Being) secara total tanpa terikat oleh satu perwujudan tertentu yang bersifat
universal dan bersifat
hakiki. Atau secara dasarnya
dapat dikatakan ontologi
adalah “The theory of being qua being (teori tentang keberadaan yang menganggap hal yang
sudah ada sebagai keberadaan dan bernar adanya).”
B. ONTOLOGI DAN METAFISIKA
a. Ontologi
Istilah ontologi berasal
dari kata Yunani onta yang berarti sesuatu yang sunguh-sungguh ada,
kenyataan yang sesungguhnya, dan logos yang berarti teori atau ilmu. Maka ontologi adalah ilmu pengetahuan atau
ajaran tentang keberadaan. Ontologi mempelajari keberadaan dalam bentuknya yang
paling abstrak. Ontologi merupakan cabang filsafat yang membicarakan tatanan
dan struktur kenyataan dalam arti luas.[11]
Ontologi adalah cabang
filsafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan ilmu, landasan
ontologi mempertanyakan tentang objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud
yang hakiki dari dari objek tersebut? Bagimana hubungan antara objek tadi
dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindra) yang
membuahkan pengetahuan?[12]
Secara ontologis ilmu
membatasi lingkup penelahaan keilmuannya hanya pada daerah-daerah yang berada
dalam jangkauan pengalaman manusia. Objek penelahaan yang berada dalam batas
pra-pengalaman (seperti penciptaan manusia) dan pasca-pengalaman (seperti surga
dan neraka) menjadi ontologi dari pengetahuan lainnya di luar ilmu. Ilmu hanya
merupakan salah satu pengetahuan dari sekian banyak pengetahuan yang mencoba
menelaah kehidupan dalam batas ontologis tertentu. Penetapan lingkup batas
penelahaan keilmuan yang bersifat empiris ini adalah konsisten dengan asas
epistemologi keilmuaan yang mensyaratkan adanya verifikasi secara empiris dalam
proses penemuan dan penyusunan pernyataan yang bersifat benar
secara ilmiah.[13]
b. Metafisika
Adapun teman dekat ontologis adalah disiplin
metafisika. Dua ungkapan ini memiliki arti, maksud dan tujuan yang hamper sama.
Perbedaan kecil memang ada, yaitu ontology membahas masalah realitas, sedangkan
metafisika merupakan studi tentang sifat dari ada atau eksistensi. Oleh karena itu
apa yang nyata itu dianggap ada dan apa yang ada sudah tentu nyata. Setidak –
tidaknya dalam masalah ini saja kedua topik ini akan menyangkut daerah yang
sama.[14]
Ontology sering diindetikkan dengan metafisika
yang juga disebut proto-filsafia atau filsafat yang pertama, atau filsafat ketuhanan yang
bahasanya adalah hakikat sesuatu, keesaan, persekutuan, sebab akibat, realita,
atau Tuhan dengan segala sifatnya.[15]
Dengan demikian, metafisika umum atau ontology adalah cabang filsafat yang
membicarakan prinsip paling dasar atau dalam dari segala sesuatu yang ada.
Bidang telaah filsafat yang disebut metafisika
merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafati, termasuk pemikiran
ilmiah. Pemikiran di ibaratkan roket yang meluncur ke bintang-bintang menembus
galaksi, maka metafisika adalah landasan peluncurannya.
Acuan berfikir: apakah hakekat kenyataan ini sebenar-benarnya? Beberapa
tafsiran metafisika: Di alam ini terdapat wujud – wujud yang bersifat gaib
(supernatural) dan wujud-wujud ini bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa bila
dibandingkan dengan alam yang ada.
Contoh pemikiran supernatural:
Kepercayaan “animisme” manusia percaya terhadap
roh-roh yang bersifat gaib yang terdapat di dalam benda-benda seperti batu, pohon-pohonan, air
terjun dll. Pantisme adalah serba
Tuhan.
Lawan dari “supernaturalisme” adalah
paham “naturalisme”, yang menolak pendapat bahwa terdapat wujud-wujud yang
bersifat supernatural ini. Menurut naturalisme gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh pengaruh kekuatan
yang bersifat gaib, melainkan oleh kekuatan yang terdapat dalam alam itu
sendiri.
Naturalisme / materialisme : Dikembangkan oleh Democritos (460-370 SM)
mengembangkan teori tentang atom yang di pelajari dari gurunya bernama
Leucippus. Hanya atom dan kehampaan itu bersifat nyata.
Indentik
paham naturalisme adalah paham:
1.
Mekanistik
: gejala alam dapat didekati dari segi proses kimia fisika.
2. Vitalistik : hidup adalah sesuatu yang
unik yang berbeda secara subtantif dengan proses tersebut.
3. Monistik : tidak ada perbedaan antara pikiran
dengan zat , mereka hanya berbeda dalam gejala disebabkan yang berlainan namun
mempunyai subtansi yang sama.
4. Demokritos adalah seorang filsuf yang
termasuk di dalam Mazhab Atomisme. Ia adalah murid dari leukippos, pendiri
mazhab tersebut Demokritos mengembangkan pemikiran tentang atom sehingga justru
pemikiran Demokritos yang lebih dikenal di dalam sejarah filsafat
C. LANDASAN METAFISIKA
Dilihat dari segi sifatnya mistik dibagi
menjadi dua, yaitu:
Ø Mistik Biasa, jika dalam islam, mistik biasa adalah
tasawuf, karena tanpa mengandung kekuatan tertentu.
Ø Mistik Magis, adalah sesuatu yang mengandung
kekuatan tertentu. Magis ini dibagi dua, yakni:
1. Magis Putih, selalu dekat hubungannya dengan
tuhan, sehingga dukungan tuhan yang menjadi penentu. Mistik magis putih bila
dicontohkan dalam Islam seperti mukjizat, karamah, ilmu hikmah.
2. Magis Hitam, erat hubungannya dengan kekuatan
setan dan roh jahat. Menurut Ibnu Khaldun penganut magis hitam memiliki
kekuatan di atas rata-rata, kekuatan mereka yang menjadikan mereka mampu
melihat hal-hal ghaib dengan dukungan setan dan roh jahat. Contohnya seperti
santet dan sejenisnya yang menginduk ke sihir. Jiwa-jiwa yang memiliki
kemampuan magis ini dapat digolongkan menjadi tiga, diantaranya :[16]
1) Pertama, mereka yang memiliki kemampuan atau
pengaruh melalui kekuatan mental atau himmah. Itu disebabkan jiwa mereka telah
menyatu dengan jiwa setan atau roh jahat. Para filosof menyebut mereka ini
sebagai ahli sihir dan kekuatan mereka luar biasa.
2) Kedua, mereka
yang melakukan pengaruh magisnya dengan menggunakan watak benda-benda atau
elemen-elemen yang ada di dalamnya, baik benda angkasa atau benda yang ada di
bumi. Inilah yang disebut jimat-jimat yang biasa disimbolkan dalam bentuk
benda-benda material atau rajah.
3) Ketiga, mereka
yang melakukan pengaruh magisnya melalui kekuatan imajinasi sehingga
menimbulkan berbagai fantasi pada orang yang dipengaruhi. Kelompok ini disebut
kelompok pesulap (sya’badzah).
D. CABANG METAFISIKA
Metafisika adalah ilmu
yang membela hak-hak kitkat di balik sesuatu yang ada menurut keterangan
aristoteles tentang metafisika bahwa sebenarnya terdapat dua objek yang menjadi
metafisika aristoteles yaitu.
a) Yang ada sebagai yang ada qua being dan
b) Yang Illahi. Namun demikian aristoteles sendiri tidak menjadikan dua objek
kajian sebagai objek bagi dua disiplin ilmu yang berbeda. Seorang filosof
jerman bernama christian wolf syndrome meyakini bahwa pembicaraan tentang yang
ada sebagai yang ada dan yang ilaihi harus dipisahkan dan tidak dapat
dibicarakan bersama-sama.
Oleh karenanya, wolff memilah metafisika
menjadi 2 yaitu: metafisika umum dan metafisika khusus
1.
Metafisika
umum
Metafisika umum membahas mengenai
yang ada sebagai yang ada artinya prinsip-prinsip umum yang menata realitas,
sedangkan metafisika khusus membahas penerapan prinsip-prinsip umum ke dalam
bidang-bidang khusus teologi, kosmologi dan psikologis.pemilihan wolff tersebut
didasarkan pada dapat tidaknya bicara melalui perangkat indrawi suatu objek
filsafat pertama metafisika umum mengkaji realitas yang tidak dapat diserap
indra apakah itu realitas ketuhanan semesta sebagai keseluruhan maupun kejiwaan
kedua disiplin filsafat pada dasarnya tidak sepenuhnya terpisah satu sama lain
karena menurut wolf sendiri pembahasan metafisika tentang realitas supra
indrawi terkait dengan pembahasan
Metafisika umum atau yang lebih
dikenal dengan ontologi. Cabang utama metafisika adalah ontologi, studi
mengenai kategori benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya.
Ahli metafisika juga berupaya memperjelas pemikiran-pemikiran manusia mengenai
dunia, termasuk keberadaa, kebendaan, sifat, ruang, waktu, hubungan sebab
akibat dan kemungkinan.
Ontologi merupakan salah satu kajian
kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari yunani. Studi tersebut membahas
keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh yunani yang memiliki pandangan
yang bersifat ontologi ialah seperti Tales, Plato dan aristoteles. Pada
masanya, kebanyakan orang belum membedakan antara penampakan dengan kenyataan.
Dan pendekatan ontologi dalam filsafat dan muncul lah beberapa paham, yaitu:
1)
Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang berasal dari kenyataan
adalah satu saja, tidak mungkin dia. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber
yang asal, baik berupa materi maupun rohani. Paham ini terbagi menjadi dua
aliran:
a)
Materialisme:
aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi bukan rohani.
Airan ini sering disebut naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan
kenyataan dan satu-satunya fakta yang hanyalah materi, sedangkan jiwa tidaklah
merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri.
b)
Idealisme:
sebagai lawan dari materialisme yang dinamakan spiritualisme. Dealisme berasal
dari kata "ideal" yaitu suatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini
beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari
roh atau sejenis dengannya. Yaitu sesuatu yang tidak terbentuk dan menempati
ruang. Materi atau zat kimia hanyalah suatu jenis dari penjelmaan rohani.
2)
Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu
hakikat materi dan rohani, benda dan roh, jasad dan spirit. Materi bukan muncul
dari benda, sama-sama hakikat, kedua macam hakikat tersebut masing-masing bebas
dan berdiri sendiri. Sama-sama azali dan abadi, hubungan keduanya menciptakan
kehidupan di alam ini.
3)
Pluralisme
Paham ini beranggapan bahwa segenap macam bentuk merupakan
kenyataan. Pluralisme ter tolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap
macam bentuk itu semuanya nyata, tokoh aliran ini pada masa yunani kuno adalah
Anaxagoras dan Empedocoles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu
terbentuk dan terdiri dari empat unsur yaitu tanah, air, api dan udara.
2.
Metiafisika
khusus
1)
Teologi
Teologi tercakep di dalam pelajaran dalam agama dan sama halnya
dengan filsafat teologi mengarah kepada pertanyaan-pertanyaan tentang
eksistensi dan sifat tuhan. Pesawat dan teologi memiliki keterkaitan filsafat
menjadi akan di dalam memahami teologi pelajaran agama menjadi salah satu
contohnya perbandingan agama agama besar di duduk di dunia dapat lebih mudah
dilakukan dengan menggunakan filsafat.
2)
Kosmologi
Kosmologi merupakan bagian dari kajian metafisika. Dilihat dari
kata dasarnya, kosmologi berasal dari kata Kosmos yang berarti (aturan) atau
keseluruhan yang teratur sebagai lawan dari chaos (kekacauan) maka sebenarnya
kosmu logi adalah pengetahuan filosofis tentang keteraturan alam.
Dalam dunia kosmologi. Ada beberapa pendapat tentang alam, pertama
memandang bahwa alam ini adalah suatu sistem yang tetap. Kedua, malam ini
sebagai sebuah proses. ketiga, alam sebagaimana manusia mengetahuinya,
hakikatnya adalah konstruksi rasio manusia.
3)
Antropologi
Berasal dari bahasa Yunani, Arthropos, yang berarti manusia.
Athropologi merupakan bagian dari kajian metafisika yang membicarakan soal
hakikat manusia. Dari pertanyaan hakiki tentang manusia ini telah lahir
berbagai cabang ilmu misalnya psikologis, sosiologi dengan berbagai cabangnya.
4)
Eskatologi
Eskatologi dari bahasa Yunani Eschatos yang berarti
"terakhir" Dan logi yang berarti "studi tentang" adalah
bagian dari etiologi dan filsafat yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa
pada masa depan dalam sejarah dunia atau nasib rakyat dari seluruh umat manusia yang biasanya
dirujuk sebagai kiamat.
E. SUMBER KEBENARAN METAFISIKA
Pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu ,
atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek yang dihadapinya, atau
hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu.
Semua orang mengakui memiliki pengetahuan.
Namun, dari mana pengetahuan itu diperoleh atau lewat apa pengetahuan itu di
dapat.[17]
Dari situ timbul pertanyaan bagaimana kita memperoleh pengetahuan atau dari mana sumber pengetahuan
didapat. Sebelum membahas sumber pengetahuan, terlebih dahulu mengetahui
tentang hakikat pengetahuan. Pengetahuan pada dasarnya adalah keadaan mental.
Mengetahui sesuatu adalah menyusun pendapat tentang suatu objek, dengan kata
lain menyusun gambaran tentang fakta yang ada diluar akal. Persoalannya
kemudian adalah apakah gambar itu sesuai dengan fakta atau tidak? Apakah
gambaran itu benar? atau apakahgambaran itu dekat dengan kebenaran atau jauh
dari kebenaran?
Oleh Karena itu, Pengetahuan yang ada pada kita diperoleh dengan
menggunakan berbagai alat yang, merupakan
sumber pengetahuan tersebut. Dalam hal in ada beberapa pendapat tentang sumber
pengetahuan antara lain:
1) Empirisme
Kata ini berasal dari kata Yunani empeirikos,
artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui
pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata Yunaninya, pengalaman yang
dimaksud ialah pengalaman inderawi.
Dengan inderanya, manusia dapat mengatasi
taraf hubungan yang semata-mata fisik dan masuk ke dalam medan
intensional, walaupun masih sangat sederhana. Indera menghubungkan manusia
dengan hal-hal konkret-material.
Pengetahuan inderawi bersifat parsial. Itu
disebabkan oleh adanya perbedaan antara indra yang satu dengan indra yang
lainnya, berhubungan dengan sifat khas fisiologis indera dan dengan objek yang
dapat ditangkap sesuai dengannya. Masing-masing indra menangkap aspek yang berbeda mengenai
barang atau makhluk yang menjadi objeknya. Jadi pengetahuan inderawi berada
menurut perbedaan indera dan terbatas pada sensibilitas organ-organ tertentu.
2) Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar
kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal.
Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek.
Dalam penyusunan ini akal menggunakan
konsep-konsep rasional atau ide-ide universal. Konsep tersebut mempunyai wujud
dalam alam nyata yang bersifat universal. Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip
universal adalah abstraksi dari benda-benda kongkret, seperti hukum kausalitas
atau gambaran umum tentang benda tertentu. Sebaliknya bagi empirisme hukum
tersebut tidak diakui.
Para penganut rasionalisme yakin bahwa
kebenaran dan kesesatan terletak dalam ide dan bukunya di dalam diri barang
sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang sesuai dengan atau
yang menunjuk kepada kenyataan, kebenaran hanya ada di dalam pikiran kita dan
hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.
3) Intuisi
Menurut Henry Bergson
intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Ia juga mengatakan bahwa intuisi adalah
suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak.
Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa
melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya
pada suatu masalah dan tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan
tersebut. Tanpa melalui proses berfikir yang berliku-liku tiba-tiba saja dia
sudah sampai disitu. Jawaban atas permasalahan yang sedang dipikirkannya muncul
dibenaknya bagaikan kebenaran yang membukakan pintu. Atau bisa juga, intuisi
ini bekerja dalam keadaan yang tidak sepenuhnya sadar, artinya jawaban atas
suatu permasalahan ditemukan tidak tergantung waktu orang tersebut secara sadar
sedang menggelutnya. Namun intuisi ini bersifat personal dan tidak bisa
diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur maka intuisi ini tidak bisa diandalkan.
4) Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan
yang disampaikan oleh Allah kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan oleh nabi-nabi yang
diutusnya sepanjang zaman. Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenai
kehidupan sekarang yang terjangkau
pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalah yang bersifat
transedental seperti latar belakang penciptaan manusia dan hari kemudian di
akhirat nanti. Pengetahuan ini didasarkan kepada kepercayaan akan hal-hal yang
ghaib (supernatural). Keparcayaan kepada Tuhan yang merupakan sumber
pengetahuan, kepercayaan kepada nabi sebagai perantara dan kepercayaan terhadap
wahyu sebagai cara penyampaian,merupakan dasar dari penyusunan pengetahuan ini.
Kepercayaan merupakan titik tolak dalam agama. Suatu pernyataan harus dipercaya
dulu untuk dapat diterima: pernyataan ini bisa saja selanjutnya dikaji
dengan metode lain.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimplan
Ontologi dapat diartikan
sebagai ilmu mengenai pemikiran yang ada keberadaan nya dan bisa disebut juga
sebagai makna ilmu yang mempelajari tentang wujud yang tampak oleh panca indra.
Perbedaan antara ontology
dan metafisika berbeda tipis, ontology membahas tentang ajaran keberadaan atau
realita. Sedangkan metafisika membahas tentang eksistensi. Landasan metafisika
dapat dilihat dari 2 aspek mistis, yaitu aspek mistis biasa dan mistis magis,
mistis magis terbagi 2 macam, yaitu magis putih yang artinya hubungan yang
selalu dekat hubungannya dengan Tuhan, dan magis hitam yang artinya erat
hubungannya dengan setan ataupun roh jahat.
Cabang metafisika terbagi
menjadi 2 macam yaitu, metafisika umum membahas mengenai yang ada sebagai yang
ada artinya prinsip-prinsip umum yang menata realitas, sedangkan metafisika
khusus membahas penerapan prinsip-prinsip umum ke dalam bidang-bidang khusus
teologi, kosmologi dan psikologis.
B. Kritik dan Saran
Demikianlah makalah
tentang “Otologi Hakikat Ilmu” yang telah Kami paparkan. Kami menyadari makalah
ini jauh dari kata sempurna maka dari itu kritik yang membangun dari pembaca
sangat kami harapkan untuk perbaikan. Harapan Kami, semoga makalah ini dapat
memberi pengetahuan baru dan bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Darmodiharjo,
Darji, Shidarta, 1995. Pokok-Pokok
Filsafat Hukum: Apa Dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta:
Gramedia
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1984/1985. Buku IA Filsafat Ilmu, Universitas
Terbuka, Jakarta
Dr. H. Saeful
Anwar, MA. Filsafat Ilmu Al-Ghazali. 2007, Dimensi Ontologi, dan Aksiologi.
Bandung: Pustaka Setia.
Dr. Harry
Hamersa. 2012. Pintu masuk ke Dunia Filsafat, Yogyakarta: Kanius.
Drs. H.
Mohammad Adib. 2015. Filsafat Ilmu; Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan
Logika Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jalaluddin Abdullah Idi,
1997. Filsafat Pendidikan.
Jakarta: Gaya
Media Pratama.
Jujun S.
Suriasumantri. 1985. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Sinar Harapan.
Muhdi, Ali, dkk. 2012, Merevitalisasi
Pendidikan Pancasila Sebagai Pemandu Rreformasi. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press.
Mustansyir, Rizal dan Munir, Misnal. 2001. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Prasetya, 2000. Filsafat
Pendidikan, Bandung, Pustaka Setia
Prof. Dr. Ahmad Tafsir. 2009. Filsafat Umum; Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Qomar, Mujamil. 2006, Epistemologi
Pendidikan Islam-Dari Metode Rasional hingga Metode Kritik. Jakarta: Erlangga.
Setijo, Pandji. 2009. Pendidikan
Pancasila Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa: Dilengkapi dengan Undang-Undang
Dasar 1945 Hasil Amandemen. Jakarta:
Grasindo
Surajiyo,
2005. Ilmu Filsafat
Suatu Pengantar
Jakarta: Bumi Aksara.
Wibowo, Ignatus dan B Herry
Priyono. 2006. Sesudah filsafat: esai-esai untuk Franz Magnis-Suseno. Yogyakarta: Kanisius.
[1] Prof. Dr.
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum; Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 28
[2] Drs. H.
Mohammad Adib, Filsafat Ilmu; Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan Logika
Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm. 68
[3] Ibid,
hal. 69
[5] Darmodiharjo, Darji, Shidarta. Pokok-Pokok Filsafat Hukum:
Apa Dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. (Jakarta:
Gramedia, 1995), hlm. 9
[6] Abraham. . Ontologi. [Online]. Tersedia: http://abraham4544.wordpress.com/umum/ontologi. Diakses
tanggal 15 Maret 2020
[7] Wibowo,
Ignatus dan B Herry Priyono. Sesudah filsafat: esai-esai untuk Franz
Magnis-Suseno. (Yogyakarta: Kanisius. 2006), hlm. 54
[8] Muhdi, Ali,
dkk. Merevitalisasi Pendidikan Pancasila Sebagai Pemandu Rreformasi. (Surabaya:
IAIN Sunan Ampel Press, 2012), hlm.
249
[9] Setijo, Pandji.
Pendidikan Pancasila Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa: Dilengkapi dengan
Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen. (Jakarta:
Grasindo, 2009), hlm. 57
[10] Qomar, Mujamil.
Epistemologi Pendidikan Islam-Dari Metode Rasional hingga Metode Kritik.
(Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 1
[12] Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar
Populer. (Jakarta: Sinar Harapan, 1985), hlm. 34
[13] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Buku IA Filsafat Ilmu, (Universitas
Terbuka, Jakarta, 1984/1985), hlm. 88
[16] Mustansyir,
Rizal dan Munir, Misnal. Filsafat Ilmu. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001), hlm. 49
[17] Dr. H. Saeful
Anwar, MA. Filsafat Ilmu Al-Ghazali; Dimensi Ontologi, dan Aksiologi. (Bandung:
Pustaka Setia, 2007), hlm. 120
