Menerapkan Adab Ketika Berada Di Masjid Dan Mensimulasikan Akhlak Membaca Al-Quran
D
I
S
U
S
U
N
Oleh Kelompok 15
:
·
Muhammad Mauladi
MADRASAH ALIYAH
NEGRI 1 INDRAGIRI HILIR
2017/2018
![]() |
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih
lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk
masyarakat.
Makalah ini yang berjudul “Menerapkan Adab Ketika Berada Di
Masjid Dan Mensimulasikan Akhlak Membaca Al-Quran” telah kami susun
dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini tentang Menerapkan Adab Ketika Berada Di
Masjid Dan Mensimulasikan Akhlak Membaca Al-Quranini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.
Tembilahan, 25 Juli 2017
Kelompok 15
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masjid adalah rumah Allah yang berada di atas bumi.
Memiliki kedudukan yang agung di mata kaum muslimin karena menjadi tempat
bersatunya mereka ketika shalat berjamaah dan kegiatan beribadah lainnya. Umat
Islam senantiasa akan mulia manakala kembali memakmurkan masjid seperti halnya
generasi salaf dahulu.
Seiring pesatnya perkembangan zaman terutama dalam bidang
teknologi banyak peserta didik lupa akan Alqur’an dan Hadits, berbagai upaya
pendidik untuk memperkenalkan Al-Qur’an dan Hadits sejak dini menjadi
hal yang sangat penting. Pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits diarahkan
untuk menumbuhkembangkan pengetahuan peserta didik terhadap Al-Qur’an dan
Hadits, sehingga memperoleh pengetahuan mengenai keduanya dengan baik dan
benar.
B.
Rumusan Masalah
1.
Menjelaskan
Tentang Adab Ketika Berada di Masjid
2.
Menjelaskan
Tentang Akhlak Membaca Al-Quran
C.
Tujuan
1.
Dapat
Memahami Menjelaskan Tentang Adab Ketika Berada di Masjid
2.
Dapat
Memahami Adab Dan Menjelaskannya Ulang
3.
Dapat
Memahami Akhlak Membaca Al-Quran
4.
Dapat
Memahami Dan Menjelaskan Ulang Tentang Adab Membaca Al-Quran
1. Menerapkan Adab Ketika Berada Di Masjid
Masjid adalah rumah Allah yang berada di atas bumi.
Memiliki kedudukan yang agung di mata kaum muslimin karena menjadi tempat
bersatunya mereka ketika shalat berjamaah dan kegiatan beribadah lainnya. Umat
Islam senantiasa akan mulia manakala kembali memakmurkan masjid seperti halnya
generasi salaf dahulu.
Masjid adalah rumah Allah yang berada di atas bumi.
Memiliki kedudukan yang agung di mata kaum muslimin karena menjadi tempat
bersatunya mereka ketika shalat berjamaah dan kegiatan beribadah lainnya. Umat
Islam senantiasa akan mulia manakala kembali memakmurkan masjid seperti halnya
generasi salaf dahulu.
Sebagai rumah dari rumah-rumah Allah Ta’ala yang mempunyai peranan vital, ada
beberapa etika yang telah digariskan oleh Islam ketika berada di dalamnya.
Antara lain :
1. Mengikhlaskan Niat Kepada Allah Ta’ala
Hendaknya seseorang yang ingin ke masjid mengikhlaskan
niatnya sehingga Allah Ta’ala menerima ibadah yang ia lakukan di
masjid. Hendaknya ia mendatangi masjid untuk menunaikan tugas seorang hamba
yaitu beribadah kepada Allah Ta’ala tanpa dilandasi rasa ingin dipuji
manusia atau ingin dilihat oleh masyarakat. Karena sesungguhnya setiap amalan
itu tergantung dari niatnya.
2. Berpakaian Indah Ketika Hendak Menuju Masjid
Sebagaimana
perintah Allah Ta’ala dalam firman-Nya Surah Al-A’raf Ayat
31:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ
عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“Hai
anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki) masjid”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “dalam ayat ini, Allah tidak
hanya memerintahkan hambanya untuk menutup aurat, akan tetapi mereka
diperintahkan pula untuk memakai perhiasan. Oleh karena itu hendaklah mereka
memakai pakaian yang paling bagus ketika shalat”.
Dan dijelaskan dalam kitab tafsir karangan Imam Ibnu Katsir rahimahullah, “berlandaskan
ayat ini dan ayat yang semisalnya disunahkan berhias ketika akan shalat,
lebih-lebih ketika hari Jumat dan hari raya. Termasuk perhiasan yaitu siwak dan
parfum”.
3. Menghindari Makanan Tidak Sedap Baunya
Maksudnya adalah larangan bagi seseorang yang makan makanan
yang tidak sedap baunya, seperti mengonsumsi makanan yang menyebabkan mulut
berbau, seperti bawang putih, bawang merah, jengkol, pete, dan termasuk juga
merokok atau yang lainnya untuk menghadiri shalat jamaah, berdasarkan hadis,
Dari Jabir radhiallahu’anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Barang siapa yang
memakan dari tanaman ini (sejenis bawang dan semisalnya), maka janganlah ia
mendekati masjid kami, karena sesungguhnya malaikat
terganggu dengan bau tersebut, sebagaimana
manusia”.
Juga hadis
Jabir, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
مَنْ أَكَلَ ثَوْمًا أَوْبَصَلاً
فًلْيَعْتَزِلْنَا أَوْ قَالَ فَلْيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا وَلْيَقْعُدْ فيِ
بَيْتِهِ
“Barang
siapa yang makan bawang putih atau bawang merah maka hendaklah menjauhi kita”,
atau bersabda, “Maka hendaklah dia menjauhi masjid kami dan hendaklah dia
duduk di rumahnya”.
Hadis tersebut bisa dibawa ke persamaan kepada segala
sesuatu yang berbau tidak sedap yang bisa menganggu orang yang sedang shalat
atau yang sedang beribadah lainnya. Namun jika seseorang sebelum ke masjid
memakai sesuatu yang bisa mencegah bau yang tidak sedap tersebut dari dirinya
seperti memakai pasta gigi dan lainnya, maka tidak ada larangan baginya setelah
itu untuk menghadiri masjid.
4. Bersegera Menuju Rumah Allah Ta’ala
Bersegera menuju masjid merupakan salah satu ciri dari
semangat seorang muslim untuk melakukan ibadah. Jika waktu shalat telah tiba,
hendaklah kita bersegera menuju masjid karena di dalamnya terdapat ganjaran
yang amat besar, berdasarkan hadis:
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwasanya
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda, “Seandainya
manusia mengetahui keutamaan shaf pertama, dan tidaklah mereka bisa
mendapatinya kecuali dengan berundi niscaya mereka akan berundi. Dan seandainya
mereka mengetahui keutamaan bersegera menuju masjid niscaya mereka akan
berlomba-lomba”.
Jangan sampai kita menyepelekan dan menunda-nunda waktu
untuk sesegera mungkin menuju masjid. Hendaknya selalu bersemangat dalam
menghidupkan masjid dan mengisinya dengan amalan-amalan ibadah lainnya.
5. Berjalan Menuju Masjid Dengan Tenang dan Sopan
Hendaknya berjalan menuju shalat dengan khusyuk, tenang,
dan tentram. Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam melarang umatnya berjalan menuju shalat secara tergesa-gesa
walaupun shalat sudah didirikan. Abu Qatadah radhiallahu’anhu berkata, “Saat kami sedang shalat
bersama Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam, tiba-tiba beliau mendengar suara kegaduhan beberapa orang.
Sesudah menunaikan shalat beliau mengingatkan,
مَا
شَأْنُكُم؟ قَالُوْا: اِسْتَعْجَلْنَا إِلىَ الصَّلاَةِ. فَقَالَ: فَلاَ
تَفْعَلُوْا, إِذَا أَتَيْتُمْ إِلَى الصَّلاَةِ فَعَلَيْكُمْ
بِاالسَّكِيْنَةِ فَمَا أَدْرَكْتُمْ
فَصَلُّوْا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوْا
“Apa yang terjadi pada kalian?”
Mereka menjawab, “Kami tergesa-gesa menuju shalat.” Rasulullah menegur mereka,
“Janganlah kalian lakukan hal itu. Apabila kalian mendatangi shalat maka
hendaklah berjalan dengan tenang, dan rakaat yang kalian dapatkan shalatlah dan
rakaat yang terlewat sempurnakanlah”
6. Adab Bagi Wanita
Tidak terlarang bagi seorang wanita untuk pergi ke masjid.
Namun rumah-rumah mereka lebih baik Jika seorang wanita hendak pergi ke masjid,
ada beberapa adab khusus yang perlu diperhatikan:
a) Meminta izin kepada suami atau mahramnya
b) Tidak menimbulkan fitnah
c) Menutup aurat secara lengkap
d)
Tidak berhias dan
memakai parfum
Perbuatan kaum wanita yang memakai parfum hingga tercium
baunya dapat menimbulkan fitnah, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam,
“Siapa saja wanita yang memakai wangi-wangian kemudian keluiar menuju
masjid, maka tidak akan diterima shalatnya sehingga ia mandi”
Abu Musa radhiallahu’anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
كُلُّ عَيْنٍ زَانِيَةٌ وَالْمَرْأَةُ
إِذَا اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ بِالْمَجْلِسِ فَهِىَ كَذَا وَكَذَا يَعْنِى
زَانِيَةً
“Setiap
mata berzina dan seorang wanita jika memakai minyak wangi lalu lewat di sebuah
majelis (perkumpulan), maka dia adalah wanita yang begini, begini, yaitu
seorang wanita pezina”.
7. Ketika Masuk Masjid Berdoa dan Mendahulukan Kaki Kanan
Hendaklah
orang yang keluar dari rumahnya membaca doa,
بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ
لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ
“Dengan
menyebut nama Allah aku bertawakal kepada-Nya, tidak ada daya dan upaya selain
dari Allah semata”.
Kemudian
ketika berjalan menuju masjid hendaklah berdoa,
اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا وَفِي بَصَرِي نُورًا
وَفِي سَمْعِي نُورًا وَعَنْ يَمِينِي نُورًا وَعَنْ يَسَارِي نُورًا وَفَوْقِي
نُورًا وَتَحْتِي نُورًا وَأَمَامِي نُورًا وَخَلْفِي نُورًا وَاجْعَلْ لِي نُورًا
“Yaa
Allah… berilah cahaya di hatiku, di penglihatanku dan di pendengaranku, berilah
cahaya di sisi kananku dan di sisi kiriku, berilah cahaya di atasku, di
bawahku, di depanku dan di belakangku, Yaa Allah berilah aku cahaya”.
8. Shalat Tahiyatul Masjid
Di antara adab ketika memasuki masjid adalah melaksanakan
shalat dua rakaat sebelum duduk. Shalat ini diistilahkan para ulama dengan
shalat tahiyatul masjid. Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda,
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ
فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِ
“Jika
salah seorang dari kalian masuk masjid, maka hendaklah dia shalat dua rakaat
sebelum dia duduk”
Yang dimaksud dengan tahiyatul masjid adalah shalat dua
rakaat sebelum duduk di dalam masjid. Tujuan ini sudah tercapai dengan shalat
apa saja yang dikerjakan sebelum duduk. Oleh karena itu, shalat sunnah wudhu,
shalat sunnah rawatib, bahkan shalat wajib, semuanya merupakan tahiyatul masjid
jika dikerjakan sebelum duduk. Merupakan suatu hal yang keliru jika tahiyatul
masjid diniatkan tersendiri, karena pada hakikatnya tidak ada dalam hadis ada
shalat yang namanya ‘tahiyatul masjid’.
Akan tetapi ini hanyalah penamaan ulama untuk shalat dua
rakaat sebelum duduk. Karenanya jika seorang masuk masjid setelah adzan lalu
shalat qabliah atau sunah wudhu, maka itulah tahiyatul masjid baginya. Syariat
ini berlaku untuk laki-laki maupun wanita. Hanya saja para ulama mengecualikan
darinya khatib jumat, di mana tidak ada satupun dalil yang menunjukkan bahwa
Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam shalat tahiyatul masjid sebelum khutbah. Akan tetapi beliau
datang dan langsung naik ke mimbar. Syariat ini juga berlaku untuk semua
masjid, termasuk masjidil haram. Tahiyatul masjid disyariatkan pada setiap
waktu seseorang itu masuk masjid dan ingin duduk di dalamnya. Termasuk di
dalamnya waktu-waktu yang terlarang untuk shalat, menurut sebagian pendapat
kalangan ulama.
9. Mengagungkan Masjid
Bentuk pengagungan terhadap masjid berupa hendaknya
seseorang tidak bersuara dengan suara yang tinggi, bermain-main, duduk dengan
tidak sopan, atau meremehkan masjid. Hendaknya juga ia tidak duduk kecuali
sudah dalam keadaan berwudhu untuk mengagungkan rumah Allah Ta’ala dan syariat-syariat-Nya. Allah Ta’ala berfirman dalam surah Al-Hajj Ayat 32
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ
شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Demikianlah (perintah Allah). dan
Barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, Maka Sesungguhnya itu timbul dari
ketakwaan hati”.
10. Menuggu Ditegakkannya Shalat Dengan Berdoa Dan Berdzikir
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Setelah shalat dua rakaat
hendaknya orang yang shalat untuk duduk menghadap kiblat dengan menyibukkan
diri berdzikir kepada Allah, berdoa, membaca Alquran, atau diam dan janganlah
ia membicarakan masalah duniawi belaka”.
Terdapat keutamaan yang besar bagi seorang yang duduk di
masjid untuk menunggu shalat, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam,
فَإِذَا
دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فيِ الصَّلاَةِ مَاكَانَتِ الصَّلاَةُ تَحْبِسُهُ
واْلمَلاَئِكَةُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ أَحَدِكُمْ مَادَامَ فِي مَجْلِسِهِ الَّذِي
صَلىَّ فِيْهِ يَقُوْلُوْنَ: اَللّهُمَّ ارْحَمْهُ الّلهُمَّ اغْفِرْ لَهُ مَا
لَمْ يُؤْذِ فِيْهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ
“Apabila seseorang memasuki
masjid, maka dia dihitung berada dalam shalat selama shalat tersebut yang
menahannya (di dalam masjid), dan para malaikat berdoa kepada salah seorang di
antara kalian selama dia berada pada tempat shalatnya, Mereka mengatakan, “Ya
Allah, curahkanlah rahmat kepadanya, ya Allah ampunilah dirinya selama dia
tidak menyakiti orang lain dan tidak berhadats”.
11. Mengaitkan Hati Dengan Masjid
Berusaha untuk selalu mengaitkan hati dengan masjid dengan
berusaha mendatangi ke masjid sebelum shalat, menunggu shalat dengan berdzikir
dan beribadah, dan tidak buru-buru beranjak. Dan keutamaan inilah yang akan
dinaungi oleh Allah Ta’ala ketika nanti tiada naungan selain
naungan-Nya. Sebagaimana dalam hadis, “Tujuh jenis orang yang Allah Ta’ala
akan menaungi mereka pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya… dan laki-laki
yang hatinya selalu terkait dengan masjid)”
12. Anjuran Untuk Berpindah Tempat Ketika Merasa Ngantuk
Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam, “Jika salah seorang di antara kalian mengantuk, saat berada
di masjid, maka hendaknya ia berpindah dari tempat duduknya ke tempat lain”.
13. Anjuran Membuat Pintu Khusus untuk Wanita
Dianjurkan untuk membuat pintu khusus bagi wanita untuk
menjaga agar mereka tidak bercampur baur dengan kaum pria. Karena akibat dari
campur baurnya laki-laki dan perempuan amatlah besar. Dan keburukan seperti ini
akan lebih berbahaya kalau dilakukan di rumah Allah Ta’ala. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam membimbing
para shahabatnya dengan seraya bersabda, “Alangkah baiknya jika kita
biarkan pintu ini untuk kaum wanita”.
14. Dibolehkan Untuk Tidur Di Masjid
Dibolehkan tidur di dalam masjid bagi orang yang
membutuhkannya, semisal orang yang kemalaman atau yang tidak punya sanak famili
dan lainnya. Dahulu para sahabat Ahli Suffah (orang yang tidak punya tempat
tinggal), mereka tidur di dalam masjid.
AI-Hafidz Ibnu Hajar menegaskan bahwa bolehnya tidur di
dalam masjid adalah pendapat jumhur ulama. Dan dibolehkan juga tidur
dengan terlentang. Berdasarkan riwayat:
”Dari Abbad Bin
Tamim dari pamannya bahwasanya dia melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidur
terlentang di dalam masjid dengan meletakkan salah satu kakinya di atas kakinya
yang lain”
AI-Khattabi
berkata, “Hadis ini menunjukkan bolehnya bersandar, tiduran dan
segala bentuk istirahat di dalam masjid”.
15. Boleh Memakai Sandal Di Masjid
Berkata Imam At-Thahawi, “Telah datang atsar-atsar yang
mutawatir tentang shalatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memakai
sandal di dalam masjid”.
Berdasarkan hadis dari Sa’id Bin Yazid, bahwasanya
dia bertanya kepada Anas bin Malik, “Apakah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam shalat
memakai kedua sandalnya?” Anas menjawab: “Ya”.
Imam Nawawi berkata, “Hadis ini menunjukkan bolehnya shalat
memakai sandal selama tidak terkena najis”.
16. Boleh Makan Dan Minum Di Masjid
Makan dan minum di dalam masjid dibolehkan asal tidak
mengotori masjidnya. Berdasarkan hadis dari Abdullah bin Harits radhiyallahu ‘anhu, dia
berkata, “Kami makan daging bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
di dalam masjid”.
17. Boleh Membawa Anak Kecil Ke Masjid
Dari Abu Qotadah radhiallahu’anhu dia berkata, “Suatu ketika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
keluar (untuk shalat-pent) dengan menggendong Umamah Binti Abil ‘Ash,
kemudian beliau shalat. Apabila rukuk beliau menurunkannya, dan apabila bangkit
beliau menggendongnya kembali”.
Imam Al-’Aini rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan
bolehnya membawa anak kecil kedalam masjid”.Adapun hadits yang berbunyi, “Jauhkanlah
anak-anak kalian dari masjid,” adalah hadits yang dhaif (lemah), didaifkan oleh Ibnu Hajar,
Ibnu Katsir, Ibnu Jauzi, AI-Mundziri, dan lainnya.
18. Menjaga dari Ucapan yang Jorok dan Tidak Layak di Masjid
Tempat yang suci tentu tidak pantas kecuali untuk
ucapan-ucapan yang suci dan terpuji pula. Oleh karena itu, tidak boleh
bertengkar, berteriak-teriak, melantunkan syair yang tidak baik di masjid, dan
yang semisalnya. Demikian pula dilarang berjual beli di dalam masjid dan
mengumumkan barang yang hilang.
Nabi Muhammad SAW bersabda (yang artinya), “Apabila kamu
melihat orang menjual atau membeli di masjid maka katakanlah, ‘Semoga Allah
tidak memberi keberuntungan dalam jual belimu!’ Dan apabila kamu melihat ada
orang yang mengeraskan suara di dalam masjid untuk mencari barang yang hilang,
katakanlah, ‘Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu’.
19. Dilarang bermain-main di masjid selain permainan yang mengandung bentuk melatih ketangkasan dalam perang.
Hal ini sebagaimana dahulu orang-orang Habasyah bermain
perang-perangan di masjid dan tidak dilarang oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.
20. Tidak Menjadikan Masjid Sebagai Tempat Lalu Lalang
Tidak sepatutnya seorang muslim berlalu di dalam masjid
untuk suatu kepentingan tanpa mengerjakan shalat dua rakaat. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
”Di antara tanda-tanda hari Kiamat adalah seorang melewati masjid namun
tidak mengerjakan shalat dua rakaat di dalamnya dan seseorang tidak memberikan
salam kecuali kepada orang yang dikenalnya)”.
21. Tidak menghias masjid secara berlebihan
Di antara kesalahan yang terjadi di masjid adalah menghiasi
masjid dan memahatnya secara berlebihan, berdasarkan hadis Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:
إِذَا زَوَّقْتُمْ مَسَاجِدَكُمْ
وَحَلَّيْتُمْ مَصَاحِفَكُمْ فَالدَّمَارُ عَلَيْكُمْ
“Apabila
kalian telah memperindah masjid kalian dan menghiasi mushaf-mushafmu maka
kehancuran telah menimpa kalian”. Dalam riwayat lain disebutkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَبَاهىَ
النَّاسُ فِي اْلمَسَاجِدِ
“Tidak
akan terjadi hari kiamat sampai manusia berlomba-lomba di dalam (memperindah)
masjid”
Dilarang berlebih-lebihan dalam menghias masjid karena hal
itu menyelisihi sunnah Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam, “Apabila kalian telah menghiasi mushaf-mushaf kalian dan
menghiasi masjid-masjid kalian, maka kehancuran akan menimpa kalian”. Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam juga
bersabda, “Di antara tanda-tanda hari kiamat adalah manusia
berbangga-bangga dengan masjid”.
22. Tidak Mengambil Tempat Khusus Di Masjid
Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam melarang seorang shalat seperti gagak mematuk, dan melarang
duduk seperti duduknya binatang buas, dan mengambil tempat di masjid seperti unta
mengambil tempat duduk. Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “hikmahnya adalah karena hal
tersebut bisa mendorong kepada sifat pamer, riya, dan sumah, serta mengikat
diri dengan adat dan ambisi. Demikian itu merupakan musibah. Maka dari itu,
seorang hamba harus berusaha semaksimal mungkin agar tidak terjerumus ke
dalamnya”.
23. Larangan Keluar Setelah Adzan Kecuali Ada Alasan
Jika kita berada di dalam masjid dan azan sudah
dikumandangkan, maka tidak boleh keluar dari masjid sampai selesai dtunaikannya
shalat wajib, kecuali jika ada uzur. Hal ini sebagaimana dikisahkan dalam
sebuah riwayat dari Abu as Sya’tsaa radhiallahu’anhu,
beliau berkata,
كُنَّا
قُعُودًا فِي الْمَسْجِدِ مَعَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَأَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ فَقَامَ
رَجُلٌ مِنْ الْمَسْجِدِ يَمْشِي فَأَتْبَعَهُ أَبُو هُرَيْرَةَ بَصَرَهُ حَتَّى
خَرَجَ مِنْ الْمَسْجِدِ فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ أَمَّا هَذَا فَقَدْ عَصَى
أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Kami
pernah duduk bersama Abu Hurairah dalam sebuah masjid. Kemudian muazin
mengumandangkan azan. Lalu ada seorang laki-laki yang berdiri kemudian keluar
masjid. Abu Hurairah melihat hal tersebut kemudian beliau berkata, “Perbuatan
orang tersebut termasuk bermaksiat terhadap Abul Qasim (Nabi Muhammad)
Shallallahu’alaihi Wasallam”.
24. Larangan Mencari Barang Yang Hilang Di Masjid Dan Mengumumkannya
Apabila didapati seseorang mengumumkan kehilangan di
masjid, maka katakanlah, “Mudah-mudahan Allah tidak mengembalikannya
kepadamu”. Sebagaimana sabda Rasululllah Shallallahu’alaihi Wasallam,
“Barangsiapa mendengar seseorang mengumumkan barang yang hilang di dalam
masjid, maka katakanlah, “Mudah-mudahan Allah tidak mengembalikannya kepadamu.
Sesungguhnya masjid-masjid tidak dibangun untuk ini”.
25. Larangan Jual Beli di Masjid
Jika jual beli dilakukan di masjid, maka niscaya fungsi
masjid akan berubah menjadi pasar dan tempat jual beli sehingga jatuhlah
kehormatan masjid dengan sebab itu. Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam,
dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
“apabila kalian melihat orang yang jual beli di dalam masjid maka
katakanlah padanya, ‘Semoga Allah tidak memberi keuntungan dalam jual belimu!”.
Imam As-Shan’ani berkata, “Hadis ini menunjukkan haramnya
jual beli di dalam masjid, dan wajib bagi orang yang melihatnya untuk berkata
kepada penjual dan pembeli semoga Allah tidak memberi keuntungan dalam jual
belimu! Sebagai peringatan kepadanya”.
26. Larangan Mengganggu Orang Yang Beribadah Di Masjid
Orang yang sedang menjalankan ibadah di dalam masjid
membutuhkan ketenangan sehingga dilarang mengganggu kekhusyukan mereka, baik
dengan ucapan maupun perbuatan. Di antara kesalahan yang sering terjadi,
membaca ayat secara nyaring di masjid sehingga mengganggu shalat dan bacaan
orang lain.
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda, “Ketahuilah, kalian semua sedang bermunajat
kepada Allah, maka janganlah saling mengganggu satu sama lain. Janganlah kalian
mengeraskan suara dalam membaca Alquran. Atau beliau berkata, “Dalam shalat”.
27. Larangan Berteriak Dan Membuat Gaduh di Masjid
Sebab, masjid dibangun bukan untuk ini. Demikian pula
mengganggu dengan obrolan yang keras. Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Ketahuilah
bahwa setiap kalian sedang bermunajat (berbisik-bisik) dengan Rabbnya. Maka
dari itu, janganlah sebagian kalian menyakiti yang lain dan janganlah
mengeraskan bacaan atas yang lain”.
Apabila mengeraskan bacaan Alquran saja dilarang jika
memang mengganggu orang lain yang sedang melakukan ibadah, lantas bagaimana
kiranya jika mengganggu dengan suara-suara gaduh yang tidak bermanfaat?!
Sungguh, di antara fenomena yang menyedihkan, sebagian orang terutama anak-anak
muda tidak merasa salah membuat kegaduhan di masjid saat shalat berjamaah
sedang berlangsung.
Mereka asyik dengan obrolan yang tiada manfaatnya. Terkadang
mereka sengaja menunggu imam rukuk, lalu lari tergopoh-gopoh dengan suara gaduh
untuk mendapatkan rukuk bersama imam. Untuk yang seperti ini kita masih
meragukan sahnya rakaat shalat tersebut karena mereka tidak membaca Al-Fatihah
dalam keadaan sebenarnya mereka mampu.
Tetapi, mereka meninggalkannya dan justru mengganggu
saudara-saudaranya yang sedang shalat. Hal ini berbeda dengan kondisi sahabat
Abu Bakrah radhiallahu’anhu yang ketika datang untuk shalat
bersama Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam didapatkannya beliau Shallallahu’alaihi
Wasallam sedang rukuk lalu ia ikut rukuk bersamanya dan itu dianggap
rakaat shalat yang sah.
28. Larangan Lewat di Dalam Masjid Dengan Membawa Senjata Tajam
Janganlah seseorang lewat masjid dengan membawa senjata
tajam, seperti pisau, pedang, dan sebagainya ketika melewati masjid. Sebab hal
itu dapat mengganggu seorang muslim bahkan bisa melukai seorang muslim.
Terkecuali jika ia menutup mata pedang dengan tangannya atau dengan sesuatu.
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian lewat
di dalam masjid atau pasar kami dengan membawa lembing, maka hendaklah ia
memegang mata lembing itu dengan tangannya sehingga ia tidak melukai orang
muslim”.
29. Larangan Lewat di Depan Orang Shalat
Harap diperhatikan ketika kita berjalan di dalam masjid,
jangan sampai melewati di depan orang yang sedang shalat. Hendaklah orang yang
lewat di depan orang yang shalat takut akan dosa yang diperbuatnya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda,
لَوْ
يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَي الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ، لَكَانَ أَنْ
يَقِفَ أَرْبَعِيْنَ، خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ
“Seandainya orang yang lewat di
depan orang yang shalat mengetahui (dosa) yang ditanggungnya, niscaya ia
memilih untuk berhenti selama 40 (tahun), itu lebih baik baginya daripada lewat
di depan orang yang sedang shalat”.
Yang terlarang adalah lewat di depan orang yang shalat
sendirian atau di depan imam. Adapun jika lewat di depan makmum maka tidak
mengapa. Hal ini didasari oleh perbuatan Ibnu Abbas radhiallahu’anhu ketika beliau menginjak usia balig.
Beliau pernah lewat di sela-sela shaf jamaah yang diimami
oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam dengan menunggangi keledai betina, lalu turun melepaskan
keledainya baru kemudian beliau bergabung dalam shaf. Dan tidak ada
seorang pun yang mengingkari perbuatan tersebut. Namun demikian, sebaiknya
memilih jalan lain agar tidak lewat di depan shaf makmum.
30. Larangan melingkar di dalam masjid untuk berkumpul untuk kepentingan dunia
Terdapat larangan melingkar di dalam masjid (untuk
berkumpul) demi kepentingan dunia semata. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
يَأْتِ
عَلىَ النَّاسِ زَمَانٌ يَحْلِقُوْنَ فيِ مَسَاجِدِهِمْ وَلَيْسَ هُمُوْمُهُمْ
إِلاَّ الدُّنْيَا وَلَيْسَ ِللهِ
فِيْهِمْ حَاجَةٌ فَلاَ تُجَاِلسُوْهُمْ
“Akan datang suatu masa kepada
sekelompok orang, di mana mereka melingkar di dalam masjid untuk berkumpul dan
mereka tidak mempunyai kepentingan kecuali dunia dan tidak ada bagi kepentingan
apapun pada mereka maka janganlah duduk bersama mereka”.
31. Larangan Keras Meludah Di Masjid
Masjid sebagai tempat yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala di muka bumi ini harus kita jaga
kebersihannya. Oleh karena itu, dilarang meludah dan mengeluarkan dahak lalu membuangnya
di dalam masjid, kecuali meludah di sapu tangan atau pakaiannya. Adapun di
lantai masjid atau temboknya, hal ini dilarang. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
الْبُزَاقُ
فِي الْمَسْجِدِ خَطِيْئَةٌ وَكَفَّارَتُهَا دَفْنُهَا
“Meludah
di masjid adalah suatu dosa, dan kafarat (untuk diampuninya) adalah dengan
menimbun ludah tersebut”.
Yang dimaksud menimbun ludah di sini adalah apabila lantai
masjid itu dari tanah, pasir, atau semisalnya. Adapun jika lantai masjid itu
berupa semen atau kapur, maka ia meludah di kainnya, tangannya, atau yang lain.
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam juga bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian
meludah ke arah kiblat, akan tetapi hendaknyaa ke arah kirinya atau ke bawah
kakinya”.
32. Keluar Masjid Dengan Mendahulukan Kaki Kiri Dan Membaca Doa
Apabila keluar masjid, hendaklah kita mendahulukan kaki
kiri seraya berdoa. Dari Abu Humaid radhiallahu’anhu atau dari Abu Usaid radhiallahu’anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
إِذَا
دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ
رَحْمَتِكَ وَإِذَا خَرَجَ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
“Jika salah seorang di antara kalian masuk
masjid, maka hendaknya dia membaca, “Allahummaftahli abwaaba rahmatika” (Ya
Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu). Dan apabila keluar, hendaknya dia
mengucapkan, “Allahumma inni as-aluka min fadhlika (Ya Allah, aku meminta
kurnia-Mu)”.
2. Mensimulasikan Akhlak Membaca Al-Quran
Yang dimaksud dengan akhlaq terhadap Al Qur’an adalah
hal-hal yang berkenaan dengan adab membacanya, diantaranya, yaitu ;
1.
Membacanya dalam keadaan sesempurna
mungkin, dalam keadaan suci, menghadap kiblat, duduk dengan tenang dan
sopan-santun dan lain-lain. Allah berfirman,
لاَّ يَمَسُّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُونَ
Tidak ada
yang menyentuhnya selain hamba-hambanya yang disucikan.(Surat Al Waqi’ah 79)
- Membacanya dengan tartil dan tidak tergesa-gesa, firman Allah,
وَرَتِّلِ الْقُرْءَانَ تَرْتِيلاً
Atau
lebih dari (seperdua) itu dan bacalah Al Qur’an itu dengan perlahan-lahan.(Surat Al Muzzammil 4)
- Paling cepat menghatamkannya dalam waktu 3 hari. dan diusahakan jangan sampai kurang dari 3 hari .
Rasulullah
Shallallahu ‘alayhi wa sallam men-sinyalir,
مَنْ قَرَأَ القُرْاَنَ
فِى اَقَلُّ مِنْ ثَلاَثِ لَيَالٍ لَمْ يفقهه { اصحاب السنن و صححه الترميذى
Barangsiapa
yang mengkhatamkan Al Quran kurang dari tiga hari maka dia tidak akan
memahaminya. (Ash-habus-Sunan
dan dishohihkan oleh Imam At-Tirmidziy)
Walau para
shahabat seperti ‘Utsman
bin Affan, Ibnu ‘Umar, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabitjuga yang lain diantara para shahabat yang mengkhatamkan
kurang dari sepekan.
- Agar khusyu’ dalam membacanya dengan berusaha mendatangkan kesedihan dan berusaha menangis.
Rasulullah
Shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
اُتْلُوْا القًرْأنَ وَ
اَبْكُوْا فَإِنْ لَمْ تَبْكُوْا فَتَبَاكُوْا { ابن ماجه بإسناد جيد
Bacalah
Al Qur’an dan menangislah, namun jika kalian tidak bisa menangis maka
berusahalah menangis (Ibnu Majah
dengan Isnad Jayyid)
- Hendaklah membacanya dengan membaguskan suaranya.
Rasulullah
Shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ
يَتَغَنَّى بِالقُرْأن { متفق عليه
Bukan
dari golongan kami orang yang tidak membaguskan suara dalam membaca Al Qur’an.(Muttafaqun ‘Alayh)
مَا اُذِنَ لِشَىْءٍ مَا
اُذِنَ لِنَّبِيِّ يَتَغَنىَّ بِالقُرْأنِ { متفق عليه
Tiada
sesuatu pun yang diizinkan Allah yang diizinkan nabi-Nya kecuali memperbagus
suara dalam membaca Al Qur’an.
(Muttafaqun ‘Alayh).
Menurut Ibnul-Atsir dalam Al-Bidayah fie Ghoribil Hadits, bersuara saja sudah termasuk yataghonna.
- Hendaklah membacanya dengan pelan (tanpa suara) jika ia takut riya’ , sum’ah atau dikhawatirkan mengganggu orang yang sedang sholat.
- Membacanya yang dibarengi dengan tadabur dan tafakur, berusaha mendatangkan hatinya, seraya berusaha memahami makna dan isinya.
- Hendaklah takala membacanya tidak lengah dan menyelisihinya.
- Berusaha dengan sungguh-sungguh dalam mensifati dirinya dengan sifat-sifat Ahlul Qur’an.
- Mengamalkan Al Quran dalam kehidupannya semampu dan semaksimal mungkin
11. Hendaklah yang membaca
Al-Qur’an berniat ikhlas, mengharapkan ridha Allah, bukan berniat ingin cari
dunia atau cari pujian.
12. Disunnahkan membaca
Al-Qur’an dalam keadaan mulut yang bersih. Bau mulut tersebut bisa dibersihkan
dengan siwak atau bahan semisalnya.
13. Disunnahkan membaca
Al-Qur’an dalam keadaan suci. Namun jika membacanya dalam keadaan berhadats
dibolehkan berdasarkan kesepatakan para ulama.
Catatan:
Ini berkaitan dengan masalah membaca, namun untuk menyentuh Al-Qur’an dipersyaratkan harus suci. Dalil yang mendukung hal ini adalah:
عَنْ أَبِى بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ
حَزْمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
كَتَبَ إِلَى أَهْلِ الْيَمَنِ كِتَابًا فَكَانَ فِيهِ لاَ يَمَسُّ الْقُرْآنَ
إِلاَّ طَاهِرٌ
Dari Abu
Bakr bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm dari ayahnya dari kakeknya, sesungguhnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menulis surat untuk
penduduk Yaman yang isinya, “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an melainkan orang
yang suci”. (HR. Daruquthni no. 449. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh
Al-Albani dalam Al-Irwa’ no. 122).
14. Mengambil tempat yang
bersih untuk membaca Al-Qur’an. Oleh karena itu, para ulama sangat anjurkan
membaca Al-Qur’an di masjid. Di samping masjid adalah tempat yang bersih dan
dimuliakan, juga ketika itu dapat meraih fadhilah i’tikaf.
Imam Nawawi rahimahullah menyatakan, “Hendaklah setiap
orang yang duduk di masjid berniat i’tikaf baik untuk waktu yang lama atau
hanya sesaat. Bahkan sudah sepatutnya sejak masuk masjid tersebut sudah berniat
untuk i’tikaf. Adab seperti ini sudah sepatutnya diperhatikan dan disebarkan,
apalagi pada anak-anak dan orang awam (yang belum paham). Karena mengamalkan
seperti itu sudah semakin langka.” (At-Tibyan, hlm. 83).
15. Menghadap kiblat ketika
membaca Al-Qur’an. Duduk ketika itu dalam keadaan sakinah dan penuh ketenangan.
16. Memulai membaca Al-Qur’an
dengan membaca ta’awudz. Bacaan ta’awudz menurut jumhur (mayoritas ulama)
adalah “a’udzu billahi minasy syaithonir rajiim”. Membaca ta’awudz ini dihukumi
sunnah, bukan wajib.
Perintah
untuk membaca ta’awudz di sini disebutkan dalam ayat,
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآَنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ
مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
“Apabila
kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari
syaitan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98)
17. Membaca “bismillahir
rahmanir rahim” di setiap awal surat selain surat Bara’ah (surat
At-Taubah).
Catatan:
Memulai pertengahan surat cukup dengan ta’awudz tanpa bismillahir rahmanir
rahim.
18. Hendaknya ketika membaca
Al-Qur’an dalam keadaan khusyu’ dan berusaha untuk mentadabbur (merenungkan)
setiap ayat yang dibaca.
Perintah
untuk mentadabburi Al-Qur’an disebutkan dalam ayat,
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ أَمْ عَلَى
قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
“Maka
apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS.
Muhammad: 24)
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ
لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Ini
adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya
mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang
yang mempunyai pikiran.” (QS. Shaad: 29)
Imam Nawawi rahimahullah menyatakan, “Hadits yang
membicarakan tentang perintah untuk tadabbur banyak sekali. Perkataan ulama
salaf pun amat banyak tentang anjuran tersebut. Ada cerita bahwa sekelompok
ulama teladan (ulama salaf) yang hanya membaca satu ayat yang terus
diulang-ulang dan direnungkan di waktu malam hingga datang Shubuh. Bahkan ada
yang membaca Al-Qur’an karena saking mentadabburinya hingga pingsan. Lebih dari
itu, ada di antara ulama yang sampai meninggal dunia ketika mentadabburi
Al-Qur’an.” (At-Tibyan, hlm. 86)
Diceritakan oleh Imam Nawawi, dari Bahz bin Hakim, bahwasanya
Zararah bin Aufa, seorang ulama terkemuka di kalangan tabi’in, ia pernah
menjadi imam untuk mereka ketika shalat Shubuh. Zararah membaca surat hingga
sampai pada ayat,
فَإِذَا نُقِرَ فِي النَّاقُورِ (8) فَذَلِكَ
يَوْمَئِذٍ يَوْمٌ عَسِيرٌ (9)
“Apabila
ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit.”
(QS. Al-Mudattsir: 8-9). Ketika itu Zararah tersungkur lantas meninggal dunia.
Bahz menyatakan bahwa ia menjadi di antara orang yang memikul jenazahnya. (At-Tibyan,
hlm. 87)
v Membaca Al-Qur’an disertai
tadabbur (perenungan)
v Perut kosong (rajin puasa)
v Rajin qiyamul lail (shalat
malam)
v Merendahkan diri di waktu
sahur
v Duduk dengan orang-orang
shalih.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Azhar, 2002, Media Pembelajaran,
Jakarta: Rajagrafindo Persada Departemen Agama RI, 2006, Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk Madrasah Ibtidaiyah, Jakarta: Depag
Direktorat Pendidikan Madrasah, Depag,
2007, Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Madrasah
Ibtidaiyah, Jakarta Depag
English, Evelyn Williams, 2005, Mengajar dengan
Empati, Bandung: Nuansa Gerlach, Vernon S. Ely, Donald P. (1980), Teaching
and Media: A Systematic Approach, New Jersey: Prentice Hall Inc.
Hergenhahn, B.R., & Mattew H. Olson,
2008, Theories of Learning (Teori Belajar), terj. Triwibowo, Jakarta:
Kencana
Rose, Colin dan Malcolm J. Nicholl,
2006, Accelerated Learning, Cara Belajar Cepat Abad XXI, Bandung:
Nuansa
Sanjaya, Wina, 2008, Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana
Tafsir, Ahmad, 2008, Strategi Meningkatkan Mutu
Pendidikan Agama Islam, Bandung: Maestro
